Dosen SAPPK ITB Bahas Pengembangan Skema KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur Wilayah dan Kota

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id — Smart City and Community Innovation Center (SCCIC) mengadakan webinar internasional bertema “Improving The Mechanism of Public Private Partnership (PPP) for Smart City Development” pada Kamis (1/9/2022).

Dalam acara tersebut, Dr. Ir. Binsar Parasian Naipospos, M. SP., selaku dosen SAPPK ITB dari Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota (KK SIWK) hadir sebagai salah satu pembicara yang mengangkat topik penyediaan infrastruktur wilayah dan kota melalui skema Public Private Partnership (PPP).

Dr. Binsar di awal pemaparannya menyebutkan bahwa lembaga pemerintah yang telah bergabung dalam skema Public Private Partnership atau yang juga dikenal dengan Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di Indonesia berjumlah 9 lembaga skala nasional.

Hingga saat ini, sudah ada 73 proyek KPBU hasil prakarsa pemerintah yang terdiri dari 6 proyek beroperasi, 9 proyek tahap konstruksi, dan 58 proyek dalam proses pengerjaan. Sedangkan untuk proyek KPBU yang diinisiasi oleh badan usaha berjumlah 17 yang terdiri dari 1 proyek beroperasi, 2 proyek tahap konstruksi, serta 14 proyek dalam proses pengerjaan. Proyek KPBU berfokus pada 19 sektor infrastruktur yang mencakup kategori fasilitas sosial, fasilitas perkotaan, dan konektivitas.

Dr. Binsar menjelaskan, “Jika diperhatikan, kebanyakan proyek KPBU di Indonesia dialokasikan ke jalan tol dan pengadaan air bersih. Tapi masalahnya adalah bagaimana membuat proyek KPBU skala kecil di kabupaten/kota agar fasilitas seperti ini bisa merata.”


Menurut Dr. Binsar, proyek KPBU harus diimplementasikan merata di seluruh Indonesia dimulai dari tingkat kabupaten/kota yang berjumlah 514 wilayah administrasi. Mekanisme pelaksanaan dimulai dari kerja sama dan sinkronisasi dengan pemerintah daerah melalui Perda Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Kerja sama ini ditujukan untuk melakukan intervensi regulasi terkait pelaksanaan KPBU skala kecil di wilayah administrasi tertentu yang biasanya dibatasi pada angka valuasi kurang dari 10 juta USD. Hal ini dikarenakan kemampuan fiskal pemerintah daerah terbatas, sehingga harus dipertimbangkan betul jenis infrastruktur apa yang paling krusial untuk dikembangkan dengan skema KPBU.

“Proyek KPBU di Indonesia seharusnya tidak hanya berkisar di Proyek Strategis Nasional, tapi juga bagaimana kita coba implementasi skema ini pada 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Dimulai dengan pengaturan regulasi pemerintah lokal yang mengatur tentang KPBU pada level provinsi maupun kabupaten/kota,” tutur Dr. Binsar.

Salah satu Proyek KPBU skala kecil dalam upaya mengembangkan smart city yang mulai berjalan saat ini adalah proyek penggunaan panel surya di Jawa Barat. Valuasi proyek ini diproyeksikan senilai Rp50 miliar dengan kapasitas daya listrik mencapai 5-10 MW. Sebagai uji coba, proyek atap panel surya ini mulai diterapkan di Kantor Pemerintahan Provinsi Jawa Barat sebelum diimplementasikan secara luas di infrastruktur publik lainnya.

Dalam memperbaiki skema KPBU yang ada, Dr. Binsar mengusulkan beberapa langkah perbaikan yang mencakup aspek organisasional dan operasional. Pertama, peningkatan kapasitas para pelaku KPBU sebagai fasilitator, komunikator, dan mediator dalam proyek.

Kedua, pengadaan kontrak dan persetujuan bersama antara pemerintah dan badan usaha yang di dalamnya memuat kolaborasi secara fisik operasional termasuk pembangunan kantor KPBU bersama.

Ketiga, menyesuaikan peraturan dan regulasi yang ada melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk meminimalkan pelanggaran poin substantif dalam KPBU. Keempat, implementasi skema KPBU dalam skala kecil di provinsi maupun kabupaten/kota.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)