Dr. Andar Bagus Sriwarno, M.Sn.: Kembangkan Biola Bambu untuk Indonesia

Oleh Mega Liani Putri

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Alat musik yang terbuat dari bambu bukanlah hal yang baru. Salah satu alat musik bambu yang dikenal luas adalah angklung dan calung, yang merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia. Tidak hanya digunakan untuk membuat alat musik tradisional kini bambu telah diproses menjadi alat musik modern seperti saksofon, gitar, dan biola bambu.

Dr. Andar Bagus Sriwarno, M.Sn. berhasil membuat biola berbahan dasar bambu, karya inovatif yang berhasil menempati peringkat pertama Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa (AKIL) 2014. Latar belakang Andar di bidang furnitur membuatnya sering melakukan riset dan pengembangan produk berbahan dasar non-timber seperti bambu, rotan, dan eceng gondok. Hal inilah yang mendorong dipilihnya Andar sebagai principal investigator dari proyek riset biola bambu yang diinisiasi pada tahun 2012 silam.

Biola berbahan dasar bambu ini merupakan hasil dari joint research yang diadakan oleh Program Studi Desain Produk FSRD ITB dan Komunitas Bambu Indonesia, yang merupakan salah satu mitra penelitian Pusat Penelitian Produk dan Budaya Lingkungan ITB. Riset ini didasari oleh peran strategis Kota Bandung sebagai kota industri kreatif yang seringkali menjadi pusat perhatian tanah air dan diharapkan dapat menjadi trigger bagi perkembangan musik di nusantara.

Media Kolaborasi dengan Keilmuan Lain

Dalam proses pengembangan biola bambu ini, tahap awal yang dilakukan adalah mempelajari desain dari biola biasa. Salah satu hal utama yang tidak boleh dihilangkan dari desain biola adalah dinding tegak di bagian sisi biola. Komponen inilah yang memastikan bahwa figur biola dapat tetap kokoh saat bagian lainnya beresonansi untuk menghasilkan suara.

"Desain biola kayu itu sudah teruji selama ratusan tahun, sedangkan desain saya kan belum sampai 5 tahun. Hal ini yang menyebabkan desain harus secara terus-menerus diuji dan diperbaiki," papar Andar. Ada 3 hal yang merupakan basis utama dari desain biola, yaitu ruang akustik, chin rest, shoulder rest, dan gap untuk bow stroke. Ketiga hal itu wajib ada di biola, sedangkan desain dapat dikreasikan menurut konsep desainernya. Dalam penelitiannya, Andar sudah menemukan teknik pengolahan bambu yang dapat menghasilkan biola dengan suara yang sesuai.

Sebagai sebuah alat musik, biola harusdapat menghasilkan suara yang baik. Hal ini dicapai dengan bantuan peneliti dari jurusan Fisika Teknik untuk mengecek nada yang dihasilkan, dan pihak dari jurusan Teknik Elektro untuk mengembangkan teknologi amplifikasi suara biola. Hal ini merupakan sebuah bukti bahwa untuk melakukan inovasi, dibutuhkan kemampuan untuk mengintegrasikan keilmuan dari berbagai cabang pengetahuan.

Dari Prototype hingga Produksi Massal

Prototype dari biola bambu dikerjakan oleh mahasiswa D4 Kriya & Furnitur ITB. Bentukan cetak biru tersebut kemudian dilanjutkan dengan tindak lanjut ke mitra untuk diproduksi secara massal. Pembuatan prototype ini dilakukan karena dikhawatirkan, apabila hanya gambar saja yang diberikan maka biola hasil produksi mitra tidak dapat memenuhi spesifikasi dan harapan desainer.

Pembuatan biola bambu ini menghabiskan waktu 2 minggu, dilanjutkan dengan kalibrasi teknis selama 3-4 hari. Salah satu hal unik dari instrumen ini adalah biola ini harus selalu dimainkan karena walaupun setelah senar biola terkalibrasi, senar kembali mengendur sampai ia mencapai titik stabil karena sudah terbiasa dengan kegiatan mekanistik yang berulang-ulang ketika dimainkan. Andar mengakui bahwa hal ini masih dicari solusinya. "Mengganti material sama dengan mengganti treatment-nya. Tapi karena tidak ada referensi, treatment-nya masih meraba-raba."

Menurut Andar, tidak ada kendala berarti dalam proses riset ini. Kendala utama yang dirasakan oleh Andar adalah waktu, karena selain mengajar beberapa mata kuliah, Andar merupakan Kepala Prodi Desain Produk FSRD ITB. Tidak hanya aktif di ITB, Andar juga berperan sebagai Design Director di PIRNas (Pusat Inovasi Rotan Nasional) yang berkantor pusat di Palu, Sulawesi Tengah, dan desainer furnitur rotan di Sagalakrap, sebuah brand furnitur yang diinisiasi oleh kelompok desainer yang melakukan riset desain di FSRD ITB.

"Harapan saya untuk kedepannya adalah masyarakat menyadari dan menghargai bahwa HAKI itu penting, adanya semangat untuk mengembangkan produk kreasi anak bangsa, dan bahwa tujuan utama mempelajari produk orang adalah untuk menerapkan ilmunya dalam mengembangkan produk sendiri," tutup Andar.


Yasmin Aruni
Teknik Industri 2012
ITB Journalist Apprentice 2015


scan for download