Dr. (HC) Nyoman Nuarta: Seni sebagai Jalan Menuju Antusiasme Baru Hidup Manusia
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id -- Bertepatan dengan Peringatan 101 Tahun Pendidikan Teknik di Indonesia (PTTI), Institut Teknologi Bandung (ITB) menganugerahkan gelar Doktor Kehormatan kepada Nyoman Nuarta. Atas jasanya di bidang kesenirupaan, Nyoman Nuarta mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa (HC) sebagai cultureupreneur dalam Bidang Ilmu Seni Rupa (patung).
Gelar kehormatan tersebut diberikan oleh Rektor ITB Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D. pada acara Sidang Terbuka Peringatan 101 Tahun PPTI yang diselenggarakan di Aula Barat ITB pada Sabtu (3/7/2021).
Ketua Tim Promotor Prof. Dr. Setiawan Sabana menjelaskan, pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada Nyoman Nuarta didasarkan pada pertimbangan pemikiran, gagasan, hingga pengembangan konsep-konsep orisinal dan mendasar dari Nyoman Nuarta yang terbukti bermakna dan bermanfaat bagi masyarakat, perkembangan kebudayaan bangsa dan kemanusiaan, perkembangan iptek, dan seni.
Kiprah Nyoman Nuarta dalam mengimplementasikan konsep culturepreneur dan pendekatan dalam bahasa bentuk realis-figuratif pada pengembangan mahakarya Garuda Wisnu Kencana (GWK) Culture Park di Bali merupakan salah satu bukti kontribusi nyata beliau pada bidang kesenirupaan yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. “Kehadiran GWK telah menunjukkan bahwa Indonesia dapat melahirkan mahakarya untuk dunia,” ujar Prof. Dr. Setiawan Sabana.
Konsep culturepreneur sendiri terlahir dari kepeloporan Nyoman Nuarta dalam menginspirasi dan mendorong semangat entrepreneurship seni. Dengan memberdayakan intellectual capital kekayaan identitas seni budaya nasional, konsep culturepreneur diharapkan dapat menjadi langkah untuk mencapai kemandirian ekonomi Indonesia.
Dalam pengembangan patung GWK, Nyoman Nuarta juga menciptakan dua terobosan penting dalam teknik berkarya seni. Dua terobosan penting tersebut di antaranya adalah teknik membentuk patung wire mesh welding forming dan hak cipta teknik pembuatan patung organis dengan pembesaran skala dan pola segmentasi untuk pembuatan patung-patung skala besar.
Figur seniman yang telah menggelar puluhan pameran nasional hingga internasional ini mengakumulasikan berbagai aspek, seperti engineering, kemandirian, lingkungan sosial-budaya, dan kewirausahaan yang dikemas dalam sebuah ekosistem komprehensif berupa cultural park. “Dia berhasil merealisasikan gagasannya yang begitu visioner dan membuktikannya kepada dunia dengan upayanya sendiri,” sebut tim promotor.
Di samping itu, Nyoman Nuarta turut berkiprah dalam membangun tonggak baru yang menghilangkan pengotakan dan sikap elitis dalam kegiatan kesenirupaan, terutama pada pengembangan pendidikan dan pengajaran seni rupa di Indonesia.
“Berdasarkan berbagai pertimbangan yang komprehensif tersebut itu, Nyoman Nuarta sangat layak untuk mendapatkan gelar Doktor Kehormatan dari Institut Teknologi Bandung,” jelas Prof. Dr. Setiawan Sabana dalam Laporan Pertanggungjawaban Akademik Tim Promotor.
Adapun tim promotor pada pemberian Gelar Kehormatan kepada Nyoman Nuarta adalah sebagai berikut:
1. Prof. Dr. Widiadnyana Merati (FTSL - ITB)
2. Prof. Dr. Rochim Suratman (FTMD - ITB, wafat Kamis, 9 April tahun 2020)
3. Prof. Dr. Ir. Yahdi Zaim (FITB - ITB, Ketua Pansus Pemberian gelar Doktor kehormatan kepada Nyoman Nuarta)
4. Prof. Dr. Dermawan Wibisono (SBM - ITB)
5. Dr. Yannes Martinus Pasaribu, M.Sn. (FSRD - ITB)
6. Dr. Andriyanto Rikrik Kumara, S.Sn., M.Sn. (Dekan FSRD - ITB)
Sampaikan Orasi Ilmiah
Dalam orasinya yang berjudul “Seni sebagai Jalan Menuju Antusiasme Baru Hidup Manusia”, Nyoman Nuarta memaparkan tentang pergeseran era seni dan pentingnya pertimbangan sinergi dan integrasi multidisiplin ilmu bagi para seniman. “Seni tak boleh hadir sendiri di hadapan publik. Seniman haruslah mampu merangkul disiplin-disiplin ilmu yang lain agar ia memberi manfaat yang makin nyata,” kata Nyoman Nuarta.
Lebih lanjut lagi, tokoh seni rupa Indonesia ini menjelaskan bahwa kerja kebudayaan khususnya kesenian harus dilandasi dengan kajian dimensi teknologi, sosiokultural, serta dampak ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.
“GWK sudah memberi bukti, bahwa lahan bukit kapur yang sampai tahun 1980-an hanya bermanfaat sebagai lokasi tambang, kemudian berubah secara drastis menjadi pusat pariwisata tahun 1990-an. GWK telah mengubah wajah sangar bukit kapur yang gersang dan miskin menjadi wilayah yang memiliki nilai ekonomi tinggi,” lanjut Nyoman Nuarta dalam orasi ilmiahnya.
Nyoman Nuarta juga memperkenalkan istilah “arch sculpt” yang merupakan sebuah landasan pertemuan antara ilmu estetika dan ilmu arsitektur yang bersifat pragmatis. Beliau ingin menunjukkan bahwa teknologi dan sains, termasuk pertimbangan ekonomi, sudah waktunya menjadi bagian yang terintegrasi dalam proses kerja seorang seniman.
“Semoga apa yang sudah saya kerjakan memberi manfaat kepada negara dan bangsa. Semoga seni tak sekadar menampilkan keindahan, tetapi menjadi jalan baru menuju antusiasme hidup manusia di masa kini dan nanti,” tutup Nyoman Nuarta.
Reporter: Achmad Lutfi Harjanto (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)