Dr. Sukandar, S.Si, M.T.: Efektivitas Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Indonesia Perlu Ditingkatkan

Oleh Akbar Syahid Rabbani

Editor Akbar Syahid Rabbani

BANDUNG, itb.ac.id - Dr. Sukandar, S.Si, M.T. yang sering disapa Sukandar lahir pada 1 November 1973. Saat ini Sukandar merupakan dosen program studi Teknik Lingkungan ITB sekaligus Kepala Laboratorium Buangan Padat dan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Sukandar menyelesaikan studi S1 di jurusan Kimia ITB, kemudian menempuh studi S2 di jurusan Teknik Lingkungan ITB dan akhirnya mendapatkan gelar doktor di Okayama University, Jepang. Latar belakang kimia yang sudah ditekuni, membuat Sukandar memiliki spesialisasi dalam Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Padat.

Menurut Sukandar, kasus pencemaran limbah B3 yang umum di Indonesia adalah kasus pencemaran hasil pembuangan limbah B3 ilegal. Seharusnya, sebuah perusahaan yang menghasilkan limbah B3 mengelola limbahnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik diolah sendiri atau menggunakan jasa perantara (transporter). Kasus pembuangan limbah B3 ilegal ini, berarti perusahaan tersebut tidak mengelola limbah B3 sesuai dengan peraturan sehingga bisa membahayakan lingkungan. "Sektor pertambangan dan migas juga turut menyumbang beberapa pencemaran oleh limbah B3 pada lingkungan. Contohnya adalah tumpahnya minyak di Laut Aru oleh perusahaan asing pada tahun 2007. Kasus limbah B3 merupakan kasus pidana yang harus dibuktikan secara teknis dan yuridis." kata Sukandar.

Selain itu, Sukandar mengatakan bahwa penanganan kasus B3 di Indonesia masih perlu disempurnakan. Kasus ekspor dan impor B3 di Indonesia banyak diakibatkan oleh ketidaktahuan dan peraturan yang tidak jelas, contohnya kasus impor besi baja bekas di Tanjung Priok yang dinyatakan sebagai limbah B3. Peraturan yang berlaku menyatakan segala sesuatu yang tercemar B3 termasuk limbah B3, namun belum menyebutkan seberapa banyak pencemar yang terkandung dalam suatu barang yang tercemar B3 sehingga barang tersebut dapat dikategorikan sebagai limbah B3. Hal ini menyebabkan masih banyaknya kasus abu-abu yang disebabkan peraturan yang belum jelas seperti ini.

Pengelolaan B3 untuk Bumi yang Lebih Baik
Limbah B3 tidak hanya berada di lokasi industri, migas dan pertambangan, limbah B3 juga sering digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Limbah B3 yang sering tidak disadari bahayanya di kehidupan sehari-hari contohnya limbah dari dokter gigi karena limbah tersebut termasuk limbah B3 yang kurang jelas penanganannya. Terkadang, limbah tersebut masuk ke dalam sampah domestik yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selain itu, limbah B3 lain yang biasa ditemui adalah baterai dan hairspray. Sebenarnya limbah B3 rumah tangga sudah pernah disertakan dalam UU No.18/2008 (UU Persampahan), namun sampai saat ini belum ada petunjuk teknis pengelolaan limbah B3 sehingga pada aplikasinya belum ada pengelolaan khusus yang signifikan.

Sebenarnya peraturan atau regulasi tentang limbah B3 di Indonesia sudah sangat ketat, tapi implementasi atau pengawasan dari peraturan tersebut masih kurang. Padahal, pengelolaan limbah B3 yang baik tidak bisa dilakukan hanya dengan pembuatan peraturan saja. "Ya, pengelolaan limbah B3 itu memerlukan sarana dan prasarana, sosialisasi atau pendekatan ke masyarakat, serta perbaikan sistem untuk pengawasan yang harus dikaji lebih lanjut sehingga aplikasi peraturan yang dibuat lebih efektif." kata Sukandar mengakhiri wawancara

Sumber berita: Enviro Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ITB edisi 11
Sumber foto: Dari berbagai sumber