Ekspedisi Wallacea ITB-Unpatti Kembali Telusuri Keragaman Pisang Endemik Maluku
Oleh Ahmad Fadil
Editor Ahmad Fadil
BANDUNG, itb.ac.id -- Tim dari ITB dan Universitas Pattimura (Unpatti) tergabung dalam Wallacea Expedition 2018: Biogeography and Biodiversity of Banana in Maluku Islands dalam rentang waktu 21-26 Juli 2018. Tim telah menyelesaikan ekspedisi ke Kepulauan Maluku, untuk melakukan pengamatan dan penelitian keragaman pisang, salah satunya pisang Tongka Langit dan pisang unik lainnya. Hasil dari ekspedisi ini diharapkan dapat melengkapi hasil ekspedisi sebelumnya di Maluku dan daerah lainnya di Indonesia.
Tim ini merupakan aliansi antara ITB bersama Unpatti, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian- Kementerian Pertanian didukung Center for Remote Sensing (CRS) ITB, Bali International Research Center for Banana (BIRCB), SITH-ITB, Kelompok Keahlian (KK) Inderaja dan SIG-FITB-ITB, UPI, Banana Group ITB, Universitas Udayana, Exsol, Esri Indonesia, Inovamap, Innovomics , INABIG dan Sewu Segar Nusantara.
Tim aliansi ini sudah terbentuk sejak 2015 dan ekspedisi ini merupakan ekspedisi lanjutan setelah sebelumnya pernah melakukan ekspedisi ke wilayah Bali dan Galunggung untuk meneliti tentang komoditas pisang. "Saat ekspedisi kedua yaitu ke Galunggung, di sana kita menemukan pisang yang unik yaitu pisang Ranggap. Lalu berdasarkan pengalaman tim yang pernah melakukan eksplorasi pisang di daerah lain, pisang tersebut awal tumbuhnya ditemukan di Maluku dan Papua yang bernama Tongka Langit.Tahun 2018 sudah kita rencanakan untuk melakukan ekspedisi atau penelusuran lanjutan ke pulau Ambon dan Seram yang kita namai Ekspedisi Wallacea,” kata Prof. Ketut Wikantika selaku anggota tim ekspedisi mewakili BIRCB dan CRS ITB.
Penelitian kali ini melibatkan banyak bidang keilmuan, mulai dari keilmuan penginderaan jauh, geografi bioteknologi molekuler, taksonomi, material, desain produk, teknologi pasca panen, etnobotani, nutrisi, penyakit tanaman, bahkan keilmuan antropologi untuk mengetahui sejarah tumbuhnya pisang khas asal Maluku itu. Dengan keilmuan yang beragam diharapkan akan didapatkan informasi, pengetahuan dan nilai-nilai yang mengandung makna sejarah, budaya, kebiasaan, potensi yang kemudian bisa kita elaborasi untuk mencari atau mengeksplorasi informasi lanjut terkait pisang itu sendiri.
Ekspedisi Wallacea ini merupakan bagian dari penelitian terintegrasi yang bertujuan mengungkap potensi Indonesia dalam hal karakteristik biogeografis yang unik dengan keanekaragaman hayati yang luar biasasehingga ke depan dapat dikelola dengan baik. Hasil penelitian yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh tim bisa dirasakan oleh masyarakat. Oleh karenanya, dalam penelitian ini terdapat sinergitas antara akademisi, bisnis, pemerintahan, dan komunitas.
Selain itu, sudah direncanakan akan dikembangkan beberapa smart village yang akan membudidayakan pisang-pisang unik Indonesia. Salah satu desa yang sudah bersedia adalah Desa Anturan, Singaraja, Bali yang akan diresmikan bersamaan dengan “The First Bali International Conference on Banana” di Mercure Hotel, Bali pada 12-13 September mendatang. Selain desa Anturan, berikutnya menyusul desa Padakembang di kaki gunung Galunggung dan desa di Ambon, Maluku.
Pisang Langka
Ketua Tim Ekspedisi dari SITH-ITB, Dr. Fenny M. Dwivany yang juga menjadi Wakil Ketua Penelitian, Pengembangan dan Inovasi BIRCB mengatakan, pisang Tongka Langit ini memiliki kandungan betakaroten yang sangat tinggi, bahkan itu sudah menjadi isu internasional. Oleh sebab itu, pemerintah harus segera mendaftarkan pisang Tongka Langit secara resmi menjadi varietas unggulan nasional sebelum diambil negara lain karena pisang ini memang langka bahkan sudah hampir punah.
"Pisang Tongka Langit ini bahkan sudah dilirik peneliti asing karena memiliki beta karotenyang sangat tinggidan diambil gen nya untuk menghasilkan pisang cavendish transgenik untuk program biofortifikasi. Sementara Indonesia adalah pusat penyebaran dan keragaman genetiknyajadi sudah seharusnya kita melestarikan dan menggali informasi yang lebih dalam secara ilmiah mengenai potensi pisang ini sebagai sumber pangan alternatif yang penting dan bernilai tinggi" ungkapnya.
Selama penelitian, tim SITH-ITB bersama tim aliansi lainnya fokus pada studi genetika, biologi molekular dan studi multi-omics untuk membuat database molekular pisang. Selain itu, menurutnya “Teknologi pasca panen juga dikembangkan dari mulai cara memperpanjang umur pisang sampai dengan membuat produk turunan pangan fungsional dari pisang Tongka Langit. Saat ini, beberapa fakultas di ITB seperti FMIPA, FSRD dan FTI bersama universitas lainnya sudah memulai kerjasama” terangnya
Dr. Adriana dari Unpatti menambahkan bahwa pisang ini dipercaya oleh masyarakat sekitar bisa menjadi obat diabetes, hepatitis dan malaria. "Itu yang akan kami dukung dengan studi ilmiah terkait bersama rekan-rekan yang bergerak di studi biomedis dari ITB, Udayana dan Unand menggunakan hewan model seperti zebra fish dan mencit sebelum studi dilakukan padamanusia”. Anggota tim peneliti lain dari Unpatti adalah Dr. Ferad Puturuhu fokus pada kajian mikro-klimat lahan tumbuh pisang Tongka Langit, untuk dibandingkan dengan lahan tumbuh pisang yang sama di desa Padakembang, Gunung Galunggung.
Temukan 19 Jenis Pisang
Ahli taksonomi, Dr. Agus Sutanto dari Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbangtan-Kementerian Pertanian RI) mengatakan, pada Ekspedisi Wallacea ini, pihaknya telah berhasil menemukan kembali setidaknya 19 jenis pisang termasuk Tongka Langit dan beberapa pisang unik lainnya seperti pisang liaryang tumbuh secara liar di hutan bahkan di pinggir jalan di Maluku, Jarum, Mulubebe, Masakbodo, dan Jawaka atau Kepok Besar yang tumbuh di kebun masyarakat. "Dengan ditemukan sedikitnya dua jenis pisang Tongka Langit di Maluku, dan informasi penyebaranpisang ini mulai dari Indonesia bagian timur sampai Pasific maka dapat disimpulkan bahwa memang benar pisang Tongka Langit merupakan pisang endemik daerah Maluku," katanya.
Para peneliti, diterangkan Dr. Agus, juga menemukan beberapa penyakit yang menyerang tanaman pisang seperti penyakit darah dan layu fusarium. Masyarakat pun diberi arahan cara pencegahan dan penanganannya.
Tim ini bakal terus melanjutkan ekspedisi tersebut karena melihat potensi yang sangat luar biasa, bukan hanya skala nasional melainkan global. Saat ini saja dari 1000 jenis pisang di dunia yang diketahui, 200 lebih sudah ditemukan di Indonesia. Ekspedisi berikutnya tim akan bekerjasama dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) melakukan penelitian ke Pulau Sebatik yakni perbatasan antara Malaysia dan Indonesia pada tahun 2019 mendatang.
Reporter: Jonatan Kevin Daniel