Ewako 2014: Lestarikan Budaya Sulawesi Selatan

Oleh Bayu Rian Ardiyansyah

Editor Bayu Rian Ardiyansyah

BANDUNG, itb.ac.id - Beragam kebudayaan yang dimiliki Indonesia sudah selayaknya menjadi kebanggaan sekaligus tanggungjawab bersama untuk melestarikannya. Sebagai wujud kecintaan terhadap budaya daerah itulah, Unit Kesenian Sulawesi Selatan (UKSS) kembali menyelenggarakan Malam Budaya Ewako pada Sabtu (29/11/14) di Lapangan Campus Center Barat ITB. Ewako yang telah memasuki penyelenggaraan ke-3 ini juga dilengkapi dengan festival kuliner yang menghadirkan berbagai masakan khas Sulawesi Selatan. Sebelumnya, UKSS juga telah menyelenggarakan pre-event berupa berkeliling kampus ITB dengan mengenakan pakaian adat Sulawesi Selatan pada Jumat (07/11/14).

Acara dibuka dengan sambutan dari perwakilan Ikatan Alumni UKSS yang turut serta menyaksikan pagelaran ini. "Mahasiswa UKSS adalah duta kesenian Sulawesi Selatan yang ada di Jawa Barat, khususnya Bandung. Perlu diketahui bahwa di samping tugas utama mahasiswa dalam menuntut ilmu, ada tugas lain yaitu pengabdian masyarakat. Pagelaran semacam ini yang mengenalkan kesenian daerah adalah bagian dari pengabdian masyarakat," tutur Muhdar selaku perwakilan alumni UKSS.

Malam budaya Ewako menampilkan perpaduan berbagai kesenian Sulawesi Selatan, mulai dari pertunjukan musik, puisi, tarian, hingga drama teater dengan menggunakan pakaian adat Sulawesi Selatan. Pembacaan puisi berbahasa Toraja "Toma Parapa" dan lantunan lagu Ongkona Arumpone serta lagu Pakarena mengawali pagelaran ini. Lalu, tari Paduppa yang merupakan tarian penyambutan bangsawan atau tamu-tamu kehormatan menjadi pertunjukan pembuka yang sukses memukau penonton dengan koreografi yang menawan.

Sebagai puncak acara, UKSS mempersembahkan drama teater yang mengangkat cerita rakyat Suku Toraja berjudul "Batingna Lebonna". Cerita ini mengisahkan kisah cinta antara Paerengan dan Lebonna. Kecemburuan dan pengkhianatan seorang sahabat membawa cerita ini berakhir menyedihkan dengan kematian keduanya untuk menepati janji bersama sehidup semati. Meskipun dalam cerita aslinya menggunakan bahasa daerah, drama ini dibawakan dengan bahasa Indonesia agar lebih mudah dimengerti oleh penonton umum. Pementasan ini juga diselingi dengan beberapa tarian Sulawesi Selatan, seperti tari Pattenung, tari Marendeng Marampa, dan tari Empat Etnis. Alunan musik khas Sulawesi Selatan yang terus bergema sepanjang pementasan juga membuat penonton senantiasa tertarik mengikuti jalannya pagelaran.

Pagelaran ditutup dengan tari Gandrang Bulo yang menggambarkan keceriaan dan kelincahan anak-anak dalam bermain. Koreografi yang penuh semangat dan selingan parodi membuat tarian ini sukses mengakhiri pagelaran dengan kemeriahan yang menghibur penonton. Hal ini sejalan dengan harapan yang disampaikan oleh Alya Ghina Aqila (Sains dan Teknologi Farmasi 2012) selaku Ketua Panitia Ewako. "Ewako berarti semangat. Semoga acara ini bisa mengobati kerinduan terhadap daerah asal kami sekaligus mengenalkan budaya Sulawesi Selatan kepada masyarakat karena ini adalah wujud semangat dan apresiasi kami terhadap seni budaya Sulawesi Selatan," tutur Alya.
Â