Façade 2017 : Pelajari Arsitektur Tradisional dan Modern Lewat Kuliah Lapangan
Oleh Fauziah Maulani
Editor Fauziah Maulani
BANDUNG,itb.ac.id – Kuliah lapangan (kulap) dilakukan dalam rangka mengaplikasikan ilmu teoritis ke dalam praktik nyata di lingkungan. Bagi mahasiswa arsitektur, kulap menjadi hal yang sangat penting karena dapat memberikan pengalaman dalam mengenal arsitektur secara lebih nyata. Oleh karena itu, untuk menunjukkan karya dari hasil pengalaman yang diperoleh, Mahasiswa Teknik Arsitektur ITB 2015 menyelenggarakan Façade 2017 yaitu, Pameran Kulap Arsitektur ITB angkatan 2015 yang diselenggarakan pada Kamis – Sabtu (15/11/2017) di Labtek IX B kampus ITB Ganesha.
Aplikasikan Mata Kuliah
Kuliah lapangan yang diselenggarakan pada Minggu–Rabu (30-02/07-08/2017) merupakan Kuliah Lapangan Teknik Arsitektur ITB pada tahun kedua. Atas arahan dari Ketua Program Studi, para mahasiswa ini mengusung tema mengenai arsitektur tradisional dan modern pada suatu daerah. Arsitektur tradisional di Lombok yang menarik menjadikan alasan Lombok sebagai tempat kuliah lapangan tahun ini diselenggarakan.
“Karena tahun kemarin sudah ke Bali, oleh karena itu untuk tahun ini dipilihlah ke Nusa Tenggara Barat yaitu Lombok,” ungkap Nikolas Fiansa Buddhisuharto (Teknik Aristektur 2015) selaku ketua panitia kuliah lapangan. Sebelum berangkat, ada pembekalan dan pelatihan yang diberikan para dosen termasuk mata kuliah yang menunjang. Mata kuliah tersebut ialah Sejarah dan Tradisi Arsitektur di Indonesia, Studio Perancangan Arsitektur, serta Teori Desain dan Arsitektur.
Pembekalan dan pelatihan yang diberikan menjadikan mahasiswa dapat mengaplikasikan keilmuan dengan baik. Oleh karena itu sebagai pertanggungjawaban dari ilmu yang diperoleh selama kuliah lapangan dibuatlah lengkap berupa denah, siteplan, tampak, dan potongan untuk setiap desa. Terdapat pula narasi hasil wawancara dengan penduduk lokal, foto secara arsitektural dan sketsa. Pada bagian modern, penelusuran arsitektur dilakukan dari back of the house atau ruang service dan secara garis besar yaitu melihat bangunan dan unsur yang digunakan.
Arsitektur di Lombok
Desa yang dipilih ialah Desa Sade, Desa Sembalun, dan Desa Seneru. Hal yang diteliti ada tiga yaitu berugaq (tempat berkumpul), rumah, dan lumbung (tempat penyimpanan padi). Ketiga desa tersebut memiliki arsitektur yang berbeda-beda. Desa Sembalun yang terletak di kaki gunung dan beberapa jalan belum diaspal menjadikan arsitekturnya masih sangat adat dan tradisional, sedangkan Desa Sade sudah menjadi Desa Wisata sehingga sudah tidak terlalu tradisional karena banyak renovasi.
Pengamatan arsitekur modern dilakukan pada 1 restoran dan 5 hotel atau resort. Peninjauan dilakukan dengan melihat apakah pengaruh adat atau budaya Lombok masih ada pada bangunan modern dan ternyata atap serta materialnya sebagian masih menggunakan budaya arsitektur Lombok. “Dalam penentuan desa pilihan ini lewat pustaka dan dosen, kemudian memastikan lewat agensi travel sehingga kami rasa pemilihan desa ini sudah cukup mewakilkan. Kita menemukan Indonesia sangat kaya karena arsitekturnya sangat beragam tapi sebenarnya ada kesamaan seperti di jawa ada soko guru yaitu 4 kolom atau tiang penopang struktur utama dan ternyata di Lombok juga ada kemiripan,” ungkap Nikolas.
Pameran Kuliah Lapangan
Sebagai hasil dan pertanggungjawaban dari kuliah lapangan yang telah dilaksanakan, diadakanlah pameran kuliah lapangan. Konsep pameran ialah ingin menonjolkan materi sehingga agar sederhana tidak digunakan banyak ornamen dan dekorasi. “Target pengunjung 500 orang dan pengunjung yang hadir lebih dari 500 pengunjung sehingga dapat disimpulkan pameran kita memenuhi target,” tutur Nikolas.
Pameran menggunakan konsep unfinished construction yaitu proses kontruksi yang belum selesai dengan menggunakan banyak material kayu karena kayu dianggap ramah lingkungan dan hijau dan tektonik yaitu tidak banyak hiasan. Tahun ini ada branding kuliah lapangan pertama kali dengan nama façade yang diharapkan dapat terus digunakan selanjutnya. “Ini merupakan pengalaman berharga bagi kita semua peserta kulap. Banyak hal yang sudah dialami dari mulai persiapan sejak November 2016 dan akhirnya berangkat, mengadakan pameran, dan setelah ini akan dibuat buku. Semoga ilmu yang banyak kita dapatkan selama disana dapat diterima serta bermanfaat bagi para pegunjung pameran,” tutup Nikolas.