Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim: Pengelolaan Wilayah Udara itu Penting
Oleh Ahmad Fadil
Editor Ahmad Fadil
BANDUNG, itb.ac.id - Hari Rabu (21/02/2018), Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim memberikan kuliah umum di kampus ITB. Ini merupakan kuliah umum yang kelima kalinya yang pernah disampaikan olehnya. Chappy merupakan seorang tokoh militer Angkatan Udara di Indonesia dengan segudang karya dan prestasi. Pada kesempatan kali ini, Chappy memberikan kuliah umum bertema “Menjaga dan Mengelola Wilayah Udara Kedaulatan NKRI”. Chappy menekankan pentingnya menjaga dan mengelola wilayah udara karena berkaitan erat dengan pertahanan Indonesia.
“Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di antara dua benua dan dua samudera, namun masyarakatnya masih belum sadar bahwa Indonesia membutuhkan pertahanan yang kuat terutama di daerah perbatasan,” buka Chappy. Menurutnya, menentukan perbatasan di darat dan laut lebih mudah ketimbang menentukan perbatasan di udara. Padahal, daerah perbatasan di udara adalah daerah yang cukup rentan untuk diserang.
Chappy memberikan contoh kasus peristiwa pengeboman Hiroshima dan Nagasaki di Jepang. Menurutnya, peristiwa tersebut terjadi karena angkatan udara Jepang saat itu sedang lemah dan lengah. Namun, setelah kejadian itu, Jepang bangkit dan bahkan bisa menjadi negara maju karena masyarakat Jepang telah memperkuat militer mereka baik di darat, air, dan udara setelah mereka menyadari pentingnya menjaga wilayah udara negaranya. “Setiap individu di Indonesia memiliki tanggung jawab untuk memajukan negara, jadi saya berharap adik-adik dapat menyadari pentingnya pengelolaan wilayah udara,” kata Chappy.
Pasalnya, wilayah Indonesia terdiri dari sepertiga daratan, dua pertiga lautan, dan tiga pertiga udara. Namun justru di wilayah udara inilah pengelolaannya masih kurang. “Jika yang menjadi masalah adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM), teknologi, dan dana, tentulah bisa diatasi. SDM bisa didatangkan, teknologi sekarang semakin maju. Tapi keinginannya mana?” tukas Chappy. Sayangnya, pengelolaan udara bahkan tidak disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Jika kita melihat pasal 33 ayat 3, pasal tersebut berbunyi “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Hal tersebut dapat menjadi masalah, contohnya status wilayah udara di Selat Malaka. Semenjak tahun 1946 sampai saat ini, otoritas atas pengelolaan udara di wilayah Selat Malaka berada pada Singapura. Bahkan untuk menyalakan mesin pesawat saja, Indonesia harus meminta izin dulu kepada Singapura. Padahal, wilayah perbatasan seharusnya dikelola secara bilateral, baik itu darat, laut, atau udara. “Jadi, ayo, jangan anggap enteng masalah air boundary ini,” ajak Chappy kepada para mahasiswa ITB peserta kuliah umum.
Cheppy Hakim menjadi salah satu dari orang-orang yang memperjuangkan dan senantiasa mengingatkan khalayak betapa pentingnya pengelolaan wilayah udara. Di akhir perkuliahan, Chappy memberikan kenang-kenangan untuk ITB berupa tiga buah buku yang ditulisnya, salah satu judul bukunya pun menjadi kata-kata mutiara yang beliau persembahkan kepada para mahasiswa ITB di penghujung acara: jagalah Ibu Pertiwi, dan juga Bapak Angkasa!
Reporter : Vera Citra Utami