Forum Guru Besar ITB Beri Masukan kepada Capres RI 2024-2029 di Bidang Teknologi dan Kewirausahaan
Oleh M. Naufal Hafizh
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id - Pemilu 2024 menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia. Terkait hal itu, Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (FGB ITB) kembali menyelenggarakan Webinar Kontribusi ITB untuk Bangsa Seri Kedua sebagai bentuk sumbangsih dan masukan pikiran ITB untuk Calon Presiden Republik Indonesia 2024-2029. Acara diselenggarakan secara luring di Balai Pertemuan Ilmiah serta daring melalui Zoom Meeting dan YouTube, Rabu (24/01/2024).
Webinar FGB ITB tersebut dipandu Prof. Ir. Benyamin Sapiie, Ph.D. dan menghadirkan lima narasumber, yakni Prof. Dr. Ir. Tati Latifah Erawati Rajab, Dr. Ir. Sigit Puji Santosa, MSME., Sc.D., Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, D.E.A., dan Prof. Ir. Ade Sjafruddin, M.Sc., Ph.D. Acara dihadiri dosen, mahasiswa, dan tim pemenangan ketiga Calon Presiden RI 2024-2029 secara daring.
Ketua FGB ITB, Prof. Edy Tri Baskoro, M.Sc., Ph.D., membuka acara webinar dengan bahasan yang berbeda. Di seri kedua, diskusi bertemakan “Tantangan dan Peluang Menuju Indonesia Emas 2045” yang dibagi menjadi sejumlah bahasan, yakni teknologi kesehatan, kewirausahaan, teknologi transportasi, dan sistem transportasi publik. Hasil diskusi akan menjadi masukan kepada tiga Calon Presiden RI 2024-2029 melalui tim pemenangan masing-masing untuk dapat dijadikan pertimbangan dalam menyusun program kerja ketiga capres RI 2024-2029.
Dalam rangka menuju Indonesia Emas 2045, dibutuhkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas baik dari segi jasmani dan rohani. Kesehatan masyarakat menjadi faktor penting penunjang produktivitas masyarakat. Negara bertanggung jawab penuh terhadap layanan kesehatan masyarakat sesuai dengan UUD 1945 pasal 34 ayat 3.
Prof. Dr. Ir. Tati Latifah Erawati Rajab mengungkapkan bahwa Indonesia termasuk negara dengan layanan dan fasiltas kesehatan yang rendah. Berdasarkan data BPS 2023, Indonesia hanya memiliki layanan kesehatan rumah sakit berjumlah 3.000 dan puskesmas berjumlah 10.000. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI 2023, jumlah dokter per seribu penduduk hanya 0,7 dengan jumlah dokter spesialis kurang dari 0,03. Sementara itu, angka pengidap penyakit utama setiap tahunnya semakin meningkat. Hal itu dilihat dari klaim BPJS yang mencapai Rp 34 triliun pada 2023 (meningkat 44,4 % dari tahun 2022).
“Indonesia perlu membentuk program realistis, solid, dan integrasi yang berdampak luas dan mendongkrak seluruh sistem,” ujarnya.
Prof. Tati merekomendasikan peningkatkan fasilitas dan layanan kesehatan dengan memberikan tanggung jawab kepada pihak puskesmas untuk dapat melakukan medical check up. Dengan jumlah puskesmas yang banyak, harapannya medical check up dapat memonitor kesehatan masyarakat di 38 provinsi. Layanan ini dapat dijalankan dengan pemenuhan fasilitas yang dapat dilakukan bertahap, misalnya program lima tahunan menuju Indonesia Emas 2045. Pemenuhan fasilitas juga dapat memanfaatkan produk inovasi dari perguruan tinggi negeri seperti halnya ITB yang telah membuat produk biomedika seperti perangkat EKG, NIVA, Elisa, M-Health, CPM, dan masih banyak lagi.
Di bidang transportasi, masyarakat Indonesia cenderung memilih angkutan pribadi daripada angkutan umum sehingga kemacetan di kota-kota besar masih menjadi isu yang belum bisa berangsur baik. Prof. Ir. Ade Sjafruddin, M.Sc. menjelaskan masyarakat lebih memilih angkutan pribadi dibandingkan angkutan umum karena terdapat keluhan di beberapa kota Indonesia terkait pelayanan, sarana dan prasarana, kinerja jaringan, tingkat keamanan, dan daya angkut.
“Diperlukan upaya untuk meningkatkan daya tarik angkutan umum di masyarakat,” tutur Prof. Ade.
Demi menuju Indonesia Emas 2024 diperlukan upaya perubahan paradigma penyelenggaran transportasi di Indonesia. Sistem transportasi berkelanjutan menjadi salah satu faktor penting. Oleh karena itu, dibutuhkan pembangunan wilayah dan transportasi secara terintegrasi dengan memperhatikan kapasitas lingkungan. Selain itu, mesti adanya peningkatan peran angkutan umum dan angkutan tak bermotor (akses sepeda dan pejalan kaki) serta menjadikan sistem transportasi massal berbasis rel menjadi tulang punggung jaringan.
Sementara itu, Dr. Ir. Sigit Puji Santosa, MSME., Sc.D. menambahkan bahwa terdapat tiga visi Indonesia Emas 2045. Pertama, konektivitas darat diwujudkan dengan penyelesaian ruas utama jalan di seluruh pulau berbasis digital. Kedua, transportasi perkotaan berbasis rel dan kereta cepat untuk antisipasi megaurban dan urbanisasi di Jawa. Ketiga, sistem transportasi antarpulau melalui transportasi laut dan udara diarahkan untuk mendukung mobilitas penduduk dan distribusi barang antar wilayah.
Guna mencapai tiga visi Indonesia Emas 2045 di bidang transportasi, diperlukan pembentukan Badan Transportasi Nasional yang mengatur regulasi/kebijakan implementasi teknologi mobilitas masa depan. Saat ini, Indonesia masih melibatkan gabungan beberapa lembaga dan kementerian untuk mengurus transportasi negeri. Dengan pembentukan lembaga khusus di bidang transportasi, Indonesia dapat fokus mengembangkan Connected and Automated Vehicle (CAV) dan integrated transport system dimulai dari bandara, pelabuhan, stasiun, dan kendaraan listrik otonom.
Inovasi di bidang teknologi kesehatan dan transportasi menuju Indonesia Emas 2045 membutuhkan kerja sama multi-stakeholder. Saat ini, tren perusahaan rintisan (startup) dapat menjadi solusi dalam hal inovasi teknologi. Kedua hal ini berbanding terbalik dengan kondisi Indonesia saat ini. Kebutuhan akan inovasi di bidang teknologi yang semakin tinggi tidak ditunjang dari ketersediaan aspek penyedia inovasi.
Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, D.E.A. menjelaskan bahwa angka kewirausahaan masyarakat Indonesia sangat rendah. Berdasarkan data pada tahun 2019, hanya 8,2 juta penduduk Indonesia yang berwirausaha (3,3%). Angka ini tertinggal dibandingkan negara tetangga. Hal tersebut menyebabkan Indonesia berada di peringkat 75 dari 137 negara berdasarkan kemampuan menghadirkan kewirausahaan.
Rendahnya angka kewirausahaan di Indonesia juga ditunjang faktor penyediaan pusat pelatihan kewirausahaan. Akibatnya masih sedikit masyarakat Indonesia yang memanfaatkan teknologi untuk berwirausaha.
“Kewirausahaan merupakan salah satu skill yang harus dimiliki untuk menciptakan kehidupan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan angka kewirausahaan Indonesia yakni dengan penyediaan pusat pelatihan kewirausahaan kepada masyarakat berbasis sains dan teknologi sehingga akan semakin banyak startup berbasis digital. Dengan hadirnya startup, pemerintah juga dapat kooperatif dengan memberikan kemudahan akses dan penyediaan dana, keringanan pajak, serta insentif untuk berwirausaha. Selain itu, dengan meningkatkan kerja sama antara peneliti dan sektor industri melalui penyediaan Science and Techno Park sehingga akan semakin banyak inovasi yang lahir untuk pembangunan negeri.
Reporter: Pravito Septadenova Dwi Ananta (Teknik Geologi, 2019)