Pameran yang dibuka pada Kamis (4/9/2025) ini menjadi ruang temu lintas budaya, menampilkan bagaimana tradisi rupa Indonesia dapat diterjemahkan ulang dalam konteks kekinian.

Sejumlah dosen-seniman FSRD ITB mempresentasikan karya berbasis penelitian dan pengabdian masyarakat, antara lain:

-Banung Grahita mengeksplorasi Wayang Beber sebagai cikal bakal tradisi gambar bergerak di Nusantara.

-Hendy Hertiasa menafsirkan kembali relief Karmawibhangga Borobudur melalui animasi dan kecerdasan buatan generatif.

-Riama Maslan Sihombing menghadirkan media inklusif berupa buku taktil dan multisensori untuk anak dengan hambatan penglihatan.

-Alvanov Z. Mansoor & Lies N. Budiarti mengembangkan permainan interaktif Sultan Spice, sebuah kartu permainan edukatif berbasis rempah dan kuliner Nusantara.

Karya-karya tersebut memperlihatkan kekayaan bahasa visual Indonesia yang terus hidup, sekaligus menunjukkan komitmen FSRD ITB untuk menjembatani tradisi dan inovasi. “Bahasa rupa Nusantara tidak berhenti pada relief, wayang, atau batik. Ia harus dibaca ulang agar tetap relevan dengan zaman,” ungkap kurator Andar Manik dalam sesi pembukaan.

Partisipasi FSRD ITB ini merupakan bagian dari program riset dan pengabdian masyarakat KK KVMM ITB melalui skema PPMI KK tahun 2025. Keikutsertaan mereka mempertegas peran perguruan tinggi seni rupa Indonesia di kancah global, serta memperluas jembatan pertukaran budaya dengan Jepang.

Pameran Jejak Rempah Gunung di Rumah Gotemba berlangsung hingga 1 November 2025, menampilkan rangkaian kegiatan lain seperti Jejak Rupa: Batik Cirebon, Jejak Rupa: Bottle Smoker, Jejak Rasa dan Aroma: Komunitas Rempah, serta Narasi Komunitas: Sembilan Matahari.