Gempa Bumi Lombok, Banyak Masyarakat di Pengungsian Kesulitan Air Bersih
Oleh Fivien Nur Savitri, ST, MT
Editor Fivien Nur Savitri, ST, MT
LOMBOK, itb.ac.id -- Minimnya air bersih dan sarana mandi cuci kakus (MCK) menjadi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat terdampak bencana gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sehingga masyarakat yang rumahnya sudah hancur dan tinggal di tenda-tenda darurat harus mencari air ke lokasi yang jauh.
Ditambah lagi, kondisi kekeringan kini tengah terjadi seperti di Kabupaten Lombok Utara dan Barat bagian utara yang mayoritas berada di pegunungan. Sumur-sumur menjadi dangkal karena getaran gempa ini menyebabkan sumurnya runtuh sehingga tertutupi pasir, hal ini mengakibatkan volume airnya sangat jauh berkurang.
Setidaknya, persoalan itulah yang dianggap krusial dan harus segera dibenahi menurut Dr. Eng. Bagus Endar Bachtiar Nurhandoko dari Kelompok Keahlian Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, FMIPA ITB saat melakukan survei lapangan kondisi pasca gempa di Lombok. Dr. Bagus merupakan salah satu anggota tim satgas ITB peduli bencana Lombok yang terlibat dalam upaya rehabilitasi pasca gempa.
Dalam survei tersebut, Dr. Bagus melakukan kajian lapangan ke beberapa wilayah terdapat gempa yang cukup parah yaitu di Kecamatan Pemenang, Tanjung dan Bayan di Kabupaten Lombok Utara. Wilayah tersebut sangat dekat dengan pusat gempa beberapa waktu lalu.
Adapun kajian yang dilakukan meliputi, pengukuran water table untuk mengetahui ketinggian permukaan air tanah sehingga jika akan dilakukan pengeboran sumur mudah diketahui berapa dalam sumur bisa dibuat. Selain itu juga dilakukan pengukuran ketinggian kolom air, pengambilan sampel batuan mengukur distribusi butiran, dan pengukuran tingkat keasaman air sumur (PH) untuk mengetahui layak atau tidaknya air sumur tersebut dipakai.
"Hasil survey kami tadi ada air baku yang demikian tercemar karena di tempat yang sama dipakai untuk kakus sekalian. Namun ada sumber air baik baku yang baik kualitasnya, PH-nya yang bagus, akan tetapi sayangnya sumurnya menjadi dangkal karena tertutup pasir," katanya kepada Humas ITB di Lombok, Selasa (15/8/2018).
Menurut Dr. Bagus, kebutuhan air bersih dan MCK yang baik sangat mendesak. Jika tidak itu bisa menjadi sumber penyakit bagi masyarakat. Dampaknya pun bisa massal karena banyak masyarakat yang mengungsi sampai lebih dari 2-3 minggu. "Ini harus dipikirkan bersama air bersih mereka darimana pasokannya, disamping di daerah pengungsian pasokan listrik juga terbatas," ungkapnya.
Selain meneliti soal air, Dr. Bagus dibantu asisten penelitinya juga mengambil beberapa sampel bebetuan dan tanah di beberapa lokasi gempa yang dilewati. Sebab di lapangan ia menemukan ada daerah yang parah kerusakan tapi juga ada yang tidak banyak kerusakannya. "Sampel batuan dan tanah itu akan kita ukur dan analisis di laboratorium untuk menentukan bagaimana pengaruh kondisi lapisan tanah ini mempengaruhi getaran yang bisa meruntuhkan rumah dan sumur akibat gempa kemarin," ujarnya.
"Untuk penyediaan air bersih harus segera dipikirkan, soalnya nanti bisa menyebabkan merebaknya diare, gatal-gatal, sakit akibat buruknya sanitasi dan seterusnya, itu sangat berbahaya. Ini harus diselesaikan dengan cepat. Kita akan coba tentukan nanti apakah sumurnya itu didalamkan, atau di bor ulang. Data yang kita dapatkan akan kita detailkan kembali, kemudian kita akan mengajak banyak pihak supaya bersama sama membuat sumur-sumur air bersih. Hal ini harus dikerjasamakan dengan banyak pihak sebab masyarakat pengungsi perlu ribuan sumur air bersih," pungkasnya.
Sebelumnya terkait masalah air, tim satgas ITB untuk bencana gempa bumi di Lombok, telah menyerahkan empat unit alat penjernih air kepada Universitas Mataram (Unram). Dengan alat tersebut diharapkan bisa membantu masyarakat yang terdampak gempa bisa memperoleh air bersih dengan mudah.
Reporter : Adi Permana