Guru Besar Sekolah Farmasi ITB Ajak Masyarakat Lebih Teliti Pilih Obat Herbal Alam Indonesia

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

BANDUNG, itb.ac.id — Guru Besar Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. apt. Muhamad Insanu, S.Si., M.Si., dari Kelompok Keahlian Biologi Farmasi, menjadi narasumber dalam sesi Healthy Life dari Radio KLCBS yang mengudara pada saluran 100.4 FM. Sesi tersebut diisi dengan dialog interaktif antara Prof. Insanu dengan penyiar KLCBS, Yanti Rangkuti, yang membahas tentang obat bahan alam Indonesia, Rabu (21/2/2024).

Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi ketiga di dunia, Indonesia dikaruniai berbagai macam tumbuhan yang sejak dulu dimanfaatkan masyarakat sebagai obat herbal secara turun-temurun.

Prof. Insanu mengatakan, obat bahan alam sejatinya adalah sediaan farmasi yang dapat berasal dari tanaman, hewan, mineral, jasad renik, dan lain-lain. Namun, dalam perkembangannya, obat bahan alam sering dikonotasikan dengan obat yang berasal dari tanaman, mengingat jenis ini yang paling banyak ditemui.

Obat bahan alam sendiri terdiri atas empat golongan, yaitu jamu, obat herbal terstandar, fitofarmaka, dan obat herbal lainnya.

Beliau mengatakan, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang menggunakan obat bahan alam berdasarkan kepercayaan turun-temurun tanpa dasar empiris yang jelas. Hal itu kemudian menjadi pekerjaan rumah bagi institusi pendidikan dan penelitian seperti ITB untuk memberikan pembuktian saintifik terhadap klaim-klaim manfaat obat bahan alam yang ada di masyarakat.

Secara prosedural, obat-obat tersebut perlu melewati serangkaian tahap pengujian sebelum benar-benar dipastikan aman dan efektif untuk digunakan. Pengujian semacam ini memiliki rangkaian yang panjang dan rumit sehingga akan memakan proses dan biaya yang tidak sedikit.

“Proses pengujian obat itu sangat lama. Ini mungkin juga yang menjadi salah satu hambatan kenapa obat-obat bahan alam tidak banyak yang terbukti secara klinis,” ujarnya.

Terkait kandungan obat bahan alam, Prof. Insanu menjelaskan bahwa satu jenis tanaman obat biasanya mengandung puluhan hingga ratusan kandungan senyawa. Namun, ada satu jenis senyawa yang disebut senyawa marker sebagai pemberi ciri kualitas kandungan dalam tanaman tersebut. Masing-masing tanaman biasanya memiliki senyawa marker yang berbeda sebagai penunjuk fungsi dan manfaatnya.

Beliau menilai bahwa literasi obat bahan alam untuk masyarakat sangat penting demi menginformasikan kandungan, efektivitas, efek samping, dan indikasinya. Beliau menyarakan agar masyarakat memperkaya literasi secara mandiri, salah satunya melalui situs BPOM. Dengan memasukkan kata kunci obat yang dimaksud, seluruh informasi tentang obat tersebut dapat diketahui masyarakat.

“Dengan mengecek situs milik BPOM, kita bisa melihat obat apa saja yang sudah terdaftar di BPOM. Hal ini setidaknya bisa memberikan jaminan kepada kita terkait dengan persyaratan obat bahan alam,” tuturnya.

Obat bahan alam berkualitas harus memenuhi tiga syarat utama, yaitu efektif, aman, dan bermutu. Semua obat yang telah mendapat izin BPOM dipastikan telah memenuhi tiga syarat ini sebagai jaminan persyaratan obat.

Meski begitu, beliau tetap mengimbau masyarakat untuk tidak sembarangan mengonsumsi obat bahan alam. Konsultasi dengan dokter tetap diperlukan apalagi jika pemakaiannya dikombinasikan dengan obat konvensional.

“Obat itu ibarat bermata dua. Dia bisa berfungsi sebagai obat atau berfungsi sebagai racun, yang membedakan hanya dosisnya. Ketika dosisnya tepat, dia akan berfungsi sebagai obat. Namun, ketika dosisnya berlebihan, dia akan berfungsi sebagai racun,” ujarnya.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)