Hasil Kajian Satgas ITB: Konsep Pembangunan Pentahelix untuk Penanganan Banjir di DKI Jakarta dan Sekitarnya

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

*Banjir di Jakarta. (Sumber: Tempo.co)

BANDUNG, itb.ac.id – Institut Teknologi Bandung telah membentuk Satgas Kajian Penanggulangan Banjir DKI Jakarta dan Sekitarnya pada tanggal 8 Januari 2020. Tim tersebut melakukan kajian yang berisi masukan, usulan, dan saran mengenai penanganan banjir secara holistik yang menyangkut pada beberapa aspek. Tim Satgas tersebut dibentuk untuk merespons bencana banjir di DKI Jakarta dan sekitarnya pada awal tahun 2020.


Ketua Tim Satgas Penanggulangan Banjir DKI Jakarta, Ir. Cahyono, Ph.D., mengatakan bahwa penanganan banjir di Jakarta menyangkut dua aspek yaitu struktural dan nonstruktural. Aspek struktural terdiri dari pembangunan grey infrastructure seperti bendungan, sodetan, perluasan bantaran sungai dan pembangunan green infrastructure seperti bioretensi, restorasi sungai, polder, dan lain-lain.

Selain grey infrastructure dan green infrastructure, salah satu kunci penanganan banjir adalah upaya nonstruktural yakni terjalinnya koordinasi antar-stakeholder yang terkait, pemberdayaan masyarakat, serta penegakan regulasi yang berkaitan dengan konstruksi dan lingkungan.

Prof. Krishna Pribadi, salah satu anggota Tim Satgas Kajian Banjir DKI Jakarta menuturkan, masalah penanggulangan bencana sudah diatur dalam undang-undang dan turunannya. Ia melanjutkan, kesiapan terhadap bencana banjir memerlukan beberapa hal yaitu pemeliharaan infrastruktur pengendali banjir, pembangunan sistem peringatan dini dari hulu ke hilir, membangun kemampuan respons dari semua pihak (masyarakat lokal, pemerintah, praktisi, industri dan dunia usaha, serta akademisi), dan meningkatkan kemampuan aparat pemerintah dalam melakukan persiapan dan pelaksanaan tanggap darurat bencana dan pemulihan. “Kesiapan terhadap banjir ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sebelum banjir, saat terjadi banjir, dan setelah banjir,” ungkapnya.

Tim Satgas Kajian Banjir DKI Jakarta membuat strategi perancangan dan implementasi konsep Pentahelix dalam penanganan banjir Jakarta secara nonstruktural. Konsep pembangunan Pentahelix adalah konsep pelibatan secara aktif lima stakeholder yang terkait dalam pembangunan, meliputi masyarakat, pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan media.

Dijelaskan Prof. Krishna, masyarakat berperan sebagai pelaku pengembangan green infrastructure di lingkungannya masing-masing. Pihak pemerintah berperan sebagai pembina masyarakat dan regulator.  Pelaku usaha beperan sebagai kontributor dana pengembangan green infrastructure, misalnya melalui skema Corporate Social Responsibility (CSR). Akademisi berperan sebagai pendamping perencanaan dan implementasi di lapangan. Dan pihak media berperan sebagai pemberi informasi kepada publik.

“Pemanfaatan CSR oleh sektor swasta perlu didorong lebih kuat untuk mengamankan investasi swasta itu sendiri dari ancaman bencana. Penyusunan BCP (Business Continuity Plan) oleh para pengusaha dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait bertujuan agar kegiatan operasional usaha mereka dapat segera pulih kembali secepatnya setelah terdampak bencana banjir,” tutur Krishna.

Menurut anggota Tim Satgas Ir. Arief Sudradjat, M.I.S., Ph.D., edukasi masyarakat tentang menjaga kesehatan lingkungan bersama juga sangat penting. Salah satunya ajakan untuk membuang sampah pada tempatnya. “Terdapat 8,32 ton sampah plastik perhari yang bermuara di Teluk Jakarta. Sampah yang tidak tertangani tersebut akan mengganggu sistem pengelolaan banjir yang ada. Masyarakat harus mulai membiasakan untuk mengelola sampah supaya sampah tersebut dapat dimanfaatkan kembali,” ungkapnya.

Perlu Proses

Sementara menurut Cahyono, untuk membentuk sistem penanganan banjir yang komprehensif diperlukan koordinasi antar-stakeholder, edukasi, dan pemeliharaan sistem yang baik. Agenda penanganan banjir harus berkelanjutan walaupun pemimpin daerahnya mengalami pergantian.

Prof. Krishna menambahkan, bahwa pengontrolan aliran air dari hulu dan hilir juga sangat penting. “Saat ini daerah aliran sungai yang bermuara ke Jakarta menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Pelibatan masyarakat sekitar dan pemerintah daerah harus diupayakan supaya pengontrolan banjir menjadi tanggung jawab bersama,” ungkapnya.

Selain itu menurut Dr. Agung Wiyono H.S., anggota tim lainnya, mengungkapkan bahwa komitmen serta integritas seluruh stakeholder menentukan masa depan Jakarta. “Para stakeholder harus berkomitmen dan konsisten untuk menangani banjir. Selain itu, integritas juga sangat diperlukan dalam menangani banjir karena proses penanggulangan banjir merupakan proses yang panjang dan penuh pengorbanan,” tuturnya.

Reporter: Billy Akbar Prabowo (Teknik Metalurgi, 2016)