Hasil Penelitian CIEL SBM-ITB tentang Daya Saing Jabar
Oleh
Editor
Seandainya Provinsi Jawa Barat dianggap sebagai negara tersendiri, kemudian diukur daya saingnya berdasarkan instrumen versi World Economic Forum (WEF), maka hasilnya mencengangkan.
Berdasarkan pengukuran daya saing Jawa Barat yang dilakukan oleh Centre for Innovation, Entrepreneurship, & Leadership School of Business & Management (CIEL) SBM-Institut Teknologi Bandung (ITB), bekerja sama dengan Dinas Perindag Jabar dan Senada-USAID 2006, ternyata peringkat daya saing Provinsi Jabar (bila menjadi sebuah negara tersendiri) berada di urutan ke-85 dari 118 negara.
Indonesia saja yang dirasa tingkat korupsinya masih tinggi, daya saingnya berdasarkan WEF ada di urutan ke-50 dari 125 negara. Bila melihat 'negara' Provinsi Jawa Barat yang berada di urutan 85, maka betapa tidak kompetitifnya iklim usaha di Jabar.
Dwi Larso, Wakil Ketua Forum Peningkatan Daya Saing Jabar dan juga Kepala CIEL-SBM ITB, bersama timnya melakukan penelitian daya saing Jawa Barat pada 2006 dengan dukungan sejumlah pihak.
Penelitian ini memang tidak mungkin membandingkan pengukuran WEF pada suatu negara dengan suatu provinsi, meski pemotretan daya saing pada satu provinsi memakai metodologi dan instrumen WEF juga memungkinkan.
"Jadi penelitian ITB ini jangan dibandingkan sebagai apple-to-apple, dengan penelitan WEF pada negara-negara yang disurvei, tetapi penelitian ini berupaya memotret daya saing Provinsi Jabar dengan memakai instrumen dan metodologi WEF yang selama ini dipakai untuk memotret sebuah negara," ungkapnya.
Selain itu, tujuan dari studi ini bukanlah untuk membandingkannya dengan provinsi lain di Indonesia, karena memang belum ada data dari provinsi lain. Tetapi studi ini dirancang untuk mengambil foto atas kondisi daya saing Jabar.
Dari hasil penelitian yang mengikuti metodologi WEF dengan pendekatan baru pengukuran daya saing menggunakan Global Competitiveness Index (CGI) di mana angka CGI dihasilkan dari pengolahan atas sembilan variabel yang disebut pilar.
Kesembilan pilar itu yaitu institusi, infrastruktur, makroekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar, pelatihan dan pendidikan lanjut, efisiensi pasar, kesiapan teknologi, kecanggihan bisnis, serta inovasi.
Perusahaan yang disurvei mewakili berbagai sektor industri, yaitu 36% milik UKM, 35% swasta nasional, 17% milik PMA atau multinasional, dan 12% adalah BUMN atau BUMD.
Korupsi dan infrastruktur
Dari hasil penelitian, menurut Dwi, bila disandingkan dengan peringkat negara-negara yang disurvei WEF dalam laporan 2005-2006, maka Jawa Barat, bila dianggap sebagai sebuah negara, akan menempati ranking ke-85 dari 118 'negara'.
Pilar paling rendah dari skor yang disurvei, yaitu masalah institusi dan infrastruktur yang menempati peringkat terendah. 'Negara' Jawa Barat kalau soal infrastruktur ranking-nya ke-89 dari 118 negara, kemudian institusi ranking ke-92.
"Ada dua masalah yang membuat ranking 'negara' Jabar ini terpuruk, yaitu masalah birokrasi yang tidak efisien dan korupsi, serta minimnya infrastruktur. Sama masalahnya dengan negara Indonesia, namun ranking-nya 'negara' Jabar lebih buruk dari Indonesia versi WEF," ungkapnya.
Dia menyarankan berdasarkan hasil penelitiannya, ada tiga pilar yang harus segera dibenahi yaitu masalah institusi pemerintahan, infrastruktur, serta kesehatan dan pendidikan dasar.
Khusus untuk infrastruktur, kata dia, kualitas secara keseluruhan infrastruktur di Jabar ranking-nya ke-75 dari 118 'negara', jalan raya ranking ke-64, kualitas infrastruktur pelabuhan ke-95, kualitas infrastruktur transportasi udara rangking 112, listrik 101, dan sambungan telepon ranking ke-93.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Ade Sudrajat mengatakan iklim usaha di Jawa Barat sudah jauh tertinggal dengan provinsi lain di Indonesia.
"Misalnya dengan wilayah Batam, dari segi infrastruktur hingga iklim usaha lainnya, Jabar sudah sulit mengejarnya. Maka tidak heran kalau daya saing provinsi ini tergolong rendah," ujarnya.
Sekarang mau tanya, kata Ade, Jabar punya apa? Pelabuhan tidak punya, bandara internasional tidak ada, belum yang lain sehingga indeksnya secara total infrastruktur, Jabar minim sekali.
Lantas apa yang harus dilakukan. Banyak saran yang sudah masuk ke pemerintah Provinsi Jabar untuk memperbaiki kinerja birokrasi sampai pencabutan peraturan yang menghambat daya saing.
Wakil Gubernur Jawa Barat Nu'man Abdul Hakim menegaskan keinginan memperbaiki iklim usaha dari perspektif birokrasi sudah tinggi, namun kendalanya keinginan tersebut tidak selalu sama dengan sikap pemerintah daerah.
Sementara itu, menurut Ilyas Saad, dari Senada-USAID peningkatan daya saing harus terfokus pada pencapaian kinerja atau nilai bisnis yang lebih baik.
"Kemudian pentingnya kemampuan suatu bangsa dalam menciptakan dan mempertahakan lingkungan usaha yang dapat membuat dunia usaha lebih produktif."
Kemudian daya saing semakin bergantung pada kualitas, kecepatan, superioritas teknologi dan diferensiasi produk ketimbang hanya pada keunggulan dalam biaya produksi murah.