Himpunan Mahasiswa ITB bantu Relokasi Desa Margakawit, Pangalengan

Oleh prita

Editor prita

PANGALENGAN, itb.ac.id - Gempa berkekuatan 7,3 skala richter yang melanda Jawa Barat pada 2009 lalu masih menyisakan persoalan pemukiman warga. Sejumlah himpunan mahasiswa ITB dibantu dengan LSM, telah mengupayakan relokasi pemukiman warga yang terkena bencana. Berikut penuturan salah seorang relawan dari Ikatan Mahasiswa Arsitektur Gunadharma (IMA-G) ITB, salah satu himpunan yang ikut memperjuangkan relokasi pemukiman warga desa Margakawit, Pangalengan.
Pasca gempa yang melanda Pangalengan tahun 2009 yang lalu hingga saat ini, penduduk desa Margakawit yang berjumlah 322 kepala keluarga tengah mengungsi di sebuah lahan perkebunan yang digarap oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN, red.). Karena lahan pemukiman sebelumnya berada di lerengan dan sudah tidak layak untuk dibangun kembali, maka lapangan luas yang dipenuhi tenda-tenda pengungsian itu kemudian diinginkan oleh warga untuk dijadikan tanah baru permukiman mereka. Istilah lainnya, tempat untuk relokasi desa mereka.

Namun ada istilah no pain, no gain. Demikian pula dengan proses relokasi desa ini. Untuk mendapatkan lahan luas yang relatif datar ini sebagai desa baru mereka, warga Margakawit yang dibantu oleh sejumlah LSM seperti AGRA (Aliansi Gerakan Reformasi Agraria, red.), Inisiatif, serta gabungan antara IMA-G, Himpunan Mahasiswa Planologi(HMP) ITB, dan HImpunan Mahasiswa TEknik Lingkungan (HMTL) ITB, harus melakukan perjuangan terhadap pihak lain yang terkait seperti Pemerintah Daerah dan PTPN. Proses perjuangan ini terdiri dari tahapan advokasi (mengusahakan agar lahan yang diinginkan warga disetujui pemerintah sebagai tempat relokasi) dan participatory desain (merancang desa baru dengan melibatkan partisipasi warga di dalamnya). Warga bekerjasama dengan AGRA dan Inisiatif, sedang melakukan proses advokasi tersebut. Sementara itu, apa yang tengah dilakukan tim gabungan IMA-G, HMP, dan HMTL adalah melakukan participatory planning, sesuai dengan latar belakangnya sebagai akademisi.

Pada akhirnya bisa saja rancangan yang dihasilkan dari kerjasama tim mahasiswa dan warga ini digunakan untuk membantu memperlancar proses advokasi lahan. Namun dengan kapasitas sebagai mahasiswa, tim ini memperjelas posisinya sebagai pihak yang bertugas merancang desa baru Margakawit, bukan sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam melakukan advokasi.

Proses relokasi Desa Margakawit ini baru bisa dieksekusi setelah lahan dan desain berhadil diperoleh. Hingga saat ini, yang sudah dilakukan oleh tim gabungan IMA-G, HMP, dan HMTL adalah membuat proposal rancangan berisi laporan analisis kebutuhan pemukiman, site plan, desain tipe rumah, serta laporan mengenai gambaran kondisi lingkungan pada tapak yang dimaksud. Proposal ini sempat juga diikutkan dalam ajang CDC ITB Fair 2010 kemarin, walaupun tidak sampai menjadi juara. Selain itu, tim ini juga telah menjalin hubungan dengan beberapa LSM lain, salah satunya UNDP, dan berkonsolidasi dengan dosen-dosen yang berpengalaman.

Selanjutnya yang harus dilakukan adalah terus berkonsultasi dengan para dosen dan melanjutkan tahap desain hingga sampai ke partisipatory desain. Untuk itu perlu adanya keterlibatan penuh dan komitmen, serta dukungan nyata dari massa G sekalian, agar tim dapat membawa proyek relokasi Desa Margakawit ini menjadi karya yang nyata.

Mungkin, ketika melihat apa yang dilakukan oleh Pengmas (Pengabdian Masyarakat, red.) IMA-G tahun ini, ada yang bertanya-tanya, untuk apa sih repot-repot memperjuangkan keinginan sekelompok orang yang bahkan tidak kita kenal sama sekali? Memang aneh, tapi itulah cara kerja hati nurani. Meskipun bukan keluarga, teman, guru, tetangga, ataupun kenalan kita; kalau memang kita ingin membantu, ya bantu saja. Tanpa kita sadari, saat membantu orang lain sebenarnya kita malah menolong diri kita sendiri.

Kontributor: Nadiya Rahmah (Arsitektur'07)