IATL Proyeksikan ITB Jadi Etalase Publik yang Eco-Friendly

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id - Berbagai isu global terkait lingkungan kini sudah semakin berpengaruh ke kehidupan kita. Mulai lagi perubahan iklim, pencemaran air dan udara, berkurangnya lahan hijau, serta permasalahan mengenai sampah.

Apabila masalah sampah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik, tentunya bisa menimbulkan berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kualitas hidup manusia.

Maka dari itu, Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai pelopor perguruan tinggi negeri berkomitmen untuk mewujudkan lingkungan kampus yang ramah lingkungan. Termasuk menjadi agent of change untuk menciptakan tempat lebih yang nyaman, sehat, dan memiliki pengelolaan sampah yang baik.

Guna mewujudkan hal ini, dilaksanakan kick off meeting tim pengelolaan sampah ITB yang diselenggarakan Rabu (5/7/2023) di Ruang Rapat Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan (WRURK) ITB, Gedung CCAR Jalan Tamansari, Bandung.

Salah satu yang menjadi narasumber dari agenda ini adalah Ketua Umum Ikatan Alumni Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (IATL ITB), Chitra Retna. IATL sendiri sejak lama telah concern terhadap isu-isu lingkungan hidup, termasuk soal penanganan dan pengelolaan sampah.

Chitra menilai kesadaran akan tidak membuang sampah sembarangan, kini sudah mulai terlihat di masyarakat. "Misalnya saat di kawasan publik, oranng-orang sudah memiliki kesadaran untuk tidak buang sampah sembarangan. Kawasan publik memang menjadi sebuah indikator penting untuk masyarakat lebih aware terhadap lingkungan," katanya.

Menurutnya, ITB pun bukan hanya sebagai kawasan pendidikan namun juga dapat menjadi kawasan publik yang ramah lingkungan dan bebas sampah. "Diharapkan ITB juga menjadi sebuah etalase kawasan publik dengan pengelolaan sampah yang baik," ucapnya.

Guna semakin mewujudkan ITB sebagai eco-campus yang berkelanjutan, Chitra juga menekankan soal membangun behaviour yang sadar akan lingkungan. Hal ini terlihat dari perilaku mahasiswa, dosen, serta stakeholder kampus yang mulai mengurangi penggunaan kertas dalam kegiatan perkuliahaan.

Tindakan nyata lainnya dalam mengurangi produksi sampah adalah semakin banyaknya orang yang lebih memilih menggunakan tumbler (tempat minum) dibandingkan dengan minuman kemasan.

Untuk meningkatkan behaviour tersebut di lingkungan kampus, lanjutnya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Sebut saja dengan mengadakan kompetisi antar fakultas atau unit tentang penanganan sampah.

"Misalnya kita bisa mengusulkan kompetisi tiap fakultas, unit atau gedung. Jadi tiap gedung itu bisa berlomba-lomba untuk mengurangi dan menangani sampahnya. Hasilnya bisa di-announce setiap tahun untuk feedback-nya bagaimana," tuturnya.

Meskipun kesadaran akan lingkungan ini sudah semakin meningkat, namun beliau menilai masih terdapat hambatan dalam pengaplikasiannya. Salah satunya soal penegakan hukum atau law enforcement bagi mereka yang masih membuang sampah sembarangan.

"Salah satu yang paling harus kita pahami adalah law enforcement. Tanpa edukasi, hukum juga tidak akan berjalan. Adanya law enforcement ini untuk meningkatkan kesadaran dan behaviornya. Jadi apa saja nanti aturan-aturan yang perlu ditegakkan, khususnya soal lingkungan," paparnya.

Kendati demikian, beliau mengapresiasi para mahasiswa yang kini sudah semakin banyak mengubah gaya hidup menjadi eco-friendly dan ramah lingkungan. Dia menilai, para anak muda kini lebih mudah teredukasi untuk menerapkan konsep go-green.

"Sebenarnya saya berharap banyak dari mahasiswa, karena saya lihat mahasiswa sekarang untuk kesadarannya lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya untuk kesadaran soal lingkungan. Sekarang tinggal men-scale-up saja supaya behaviour mereka ini jadi lebih militan," pungkasnya.

Reporter: Anggun Nindita Kenanga Putri