Mewujudkan Konsep Sustainability dalam Industri Tekstil
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Program studi Kriya ITB bekerja sama dengan PT. Asia Pacific Rayon (APR) mengadakan talkshow bertemakan Sustainability dalam Industri Tekstil (Kriya dan Desain) pada Selasa (10/12/19). Talkshow yang diadakan di Aula Barat ITB tersebut mengundang tiga orang pembicara, yaitu Dr.Ir. Retno Gumilang Dewi M.Env.Eng.Sc. dari Teknik Kimia ITB, Dr.Ing. Marisa Handajani ST,MT dari Teknik Lingkungan ITB, dan Cherie Tan dari PT Asia Pacific Rayon.
Industri tekstil merupakan salah satu industri yang sering erat kaitannya dengan pencemaran air. Hal ini dikarenakan penggunaan zat pewarna dalam membuat tekstil. Berdasarkan data yang diperoleh dari Australian Industry Group (2019), untuk melakukan proses wet finishing diperlukan setidaknya 200 liter air per kilogram fiber.
Namun tak hanya terbatas pada potensi pencemaran air, industri yang memiliki nilai kontribusi sekitar 8,17% terhadap nilai ekspor nasional ini juga memiliki potensi pencemaran udara dan tanah yang tinggi terutama dari sampah fiber dan hasil pembakaran energi untuk proses manufaktur. Oleh sebab itu, konsep sustainability dalam industri tekstil menjadi krusial untuk dikaji.
Dengan maraknya environmental issue dalam era kini, bisnis pun mengalami pergeseran paradigma dalam fondasinya. Tak hanya lagi berorintasi pada pencapaian keuntungan yang maksimal, sebuah bisnis kini dapat dikatakan sukses apabila memenuhi tiga aspek sustain, yaitu economically successful, socially acceptable, dan environmentally friendly.
Konsep sustainability merupakan suatu konsep holistik yang harus diterapkan dari proses hulu hingga hilir industri. Dalam konteks industri tekstil, hal ini membawa implikasi bahwa dari awal proses desain, perencanaan plant, proses manufaktur, hingga proses pemeliharaan produk, pihak perusahaan harus mempertimbangkan bagaimana penggunaan energi dapat dialokasikan seefisien mungkin guna mengurangi dampak buruk yang dihasilkan ke lingkungan. Oleh karena itu, dalam bahasan talkshow Ecoweek ini, dikupas bagaimana konsep sustainability dapat diterapkan di industri tekstil.
Sustain dalam Penggunaan Bahan Baku
Menurut Cherie Tan, penggunaaan bahan baku tekstil yang dapat memenuhi kriteria natural, renewable, biodegradable, dan comfortable seperti viscose rayon harus dipertimbangkan oleh desainer. Mengapa demikian? Karena pemilihan bahan baku yang sustain dapat menciptakan terciptanya rantai sustainability dari supplier hingga ke konsumen.
Pemilihan bahan baku akan menuntun perusahaan dalam pemilihan supplier potensial. Pemilihan supplier yang menjunjung tinggi prinsip no deforestation dan menggunakan proses manufaktur yang ramah lingkungan harus diprioritaskan. Dengan pemilihan bahan baku dan supplier yang sustain, perusahaan telah menunjukkan komitmen yang tinggi untuk mengedukasi sustain lifestyle kepada konsumen sebagai bagian dari value produk.
Sustain dalam Proses Desain dan Proses Manufaktur
Konsep sustain dapat diterapkan bahkan dari awal proses desain produk tekstil menurut Marisa Handajani. “Tak hanya proses produksi, sustainainability juga dapat diterapkan pada desain dan sifat produk yang akan dihasilkan,” tuturnya. Sebagai contoh, dengan membuat desain baju yang perawatannya mudah sehingga proses pencucian tidak perlu menggunakan banyak air atau proses penyetrikaan baju tidak lagi diperlukan lama, desainer sudah turut berkontribusi dalam penghematan energi.
Dalam proses manufakturnya sendiri, perusahaan harus memastikan keamanan bahan kimia, proses produksi, hingga pengelolaan limbah. Selain itu, perusahaan juga harus memastikan tidak adanya risiko kesehatan dan efek samping dari proses produksi bagi pekerja maupun masyarakat sekitar. Tidak adanya kerusakan habitat atau pencemaran bagi hewan dan tanaman sekitar juga termasuk bagian implementasi konsep sustain.
Sustain dalam Desain Plant
Salah satu bentuk penciptaan iklim perindustrian yang eco-friendly yaitu dengan menciptakan apa yang dikenal sebagai eco-industrial park. Eco-industrial park merupakan salah satu bentuk industrial symbiosis di mana beberapa bisnis berada dalam satu kawasan dan berbagi sumber daya. Sebagai contoh dalam satu eco-industrial park, gypsum board plant dapat memanfaatkan waste yang dihasilkan dari refinery treatment plant.
Tujuan jangka panjang dari eco-industrial park yaitu eco-city. “Eco-city merupakan suatu kota yang terdapat industri di dalamnya tetapi tetap bisa berdampingan dengan kehidupan masyarakat tanpa harus merusak lingkungan ataupun mengurangi kualitas udara, air, maupun tanah. Dengan adanya simbiosis, kebutuhan energi semuanya juga dapat saling terintegrasi,” tutur Retno Gumilang Dewi.
Selain seminar, pada acara Ecoweek 2019 juga menampilkan karya-karya mahasiswa Program Studi Kriya, FSRD ITB yang bertemakan “sustainability dan lingkungan”. Karya-karya tersebut adalah hasil UAS mahasiswa Kriya ITB dari berbagai mata kuliah, yaitu Serat Alam, Manajemen Kriya, Wirausaha Kriya, Fashion Research, dan Reka Struktur selama semester 1, tahun akademik 2019/2020.
Reporter: Karimatukhoirin (Teknik Industri, 2016)