Ideology Digital Summit: Ajang Edukasi Startup Baru Indonesia

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id – Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB mengadakan Ideology Digital Summit pada Sabtu, 4 Juli 2020. Acara ini diselenggarakan secara daring dalam dua sesi. Enam CEO dan pendiri startup menjadi pembicara dalam acara ini.

Tujuan diadakannya acara ini adalah untuk mengedukasi dan menyediakan wadah bagi mahasiswa ITB yang berasal dari berbagai program studi yang berminat untuk mempelajari dunia wirausaha, terutama startup.

Sonny Rustiadi, SE., MBA., Ph.D., selaku Direktur Kemahasiswaan SBM ITB, membuka Ideology Digital Summit dengan presentasi singkat mengenai rangkaian kurikulum komersialisasi bisnis berbasis teknologi dalam mendukung aspirasi ITB sebagai tecnopreneur university. Dia berharap ITB dapat melahirkan lebih banyak unicorn dan decacorn yang dapat memberikan nilai tambah bagi Indonesia.

Sesi pertama diawali oleh Dayu Dara, CEO Pinhome dan juga mantan Vice President Gojek, sebagai pembicara. Dia menjelaskan pentingnya teknologi dalam mentransformasi suatu bisnis, salah satu contohnya adalah Gojek.

Alumni Teknik Industri ITB ini juga menerangkan berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan startup untuk mencapai profitabilitas. Seseorang yang ingin mendirikan suatu startup yang baik harus dapat menemukan solusi dari permasalahan yang dialami oleh jutaan orang. Selain itu, dia juga harus dapat membentuk tim yang memiliki kapabilitas untuk membangun produk yang bisa memecahkan masalah tersebut.

“Kalau kalian ingin membangun bisnis, jangan lupakan bahwa membangun bisnis itu tentang membangun organisasi. Organisasi yang bisa mencapai tujuan finansial dari organisasi kalian itu,” tambahnya.

Nazmi Ahmad, selaku dosen SBM ITB, mengungkapkan karakter utama yang perlu dimiliki oleh seorang wirausaha, yaitu presistensi. Seorang wirausaha harus mampu bertahan terus menerus dalam kondisi yang tidak pasti. Selain presisten, orang yang ingin mendirikan usaha juga harus mencontoh karakter wirausaha pada era sebelum 2000 yang terkenal keras kepala dan pekerja keras, seperti Eka Tjipta Widjaja, pendiri Sinar Mas Group.

Alumni Teknik Industri ITB 2001 ini juga memberikan suatu fakta yang mengejutkan bahwa rata-rata usia pendiri startup yang sukses adalah 45 tahun. Hal ini karena mereka telah memiliki ilmu yang cukup. Fakta lain yang mendukung pernyataan di atas adalah mayoritas perusahaan startup gagal karena eksekusi yang tidak tepat.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, dia menyarankan mahasiswa agar bekerja terlebih dahulu untuk membangun karakter dispilin mereka. Selain itu dengan bekerja, mahasiswa dapat belajar praktek, proses berpikir, dan mengumpulkan informasi yang jauh lebih banyak.

Indonesia termasuk ke dalam kategori emerging market sehingga masih banyak peluang untuk masuk ke dalam dunia startup. “Secara statistik dan ini dilakukan oleh Rockets Internet. Jika masih di emerging market dan kalau Anda membuat sebuah market, Anda lihatlah startup-startup lain yang sukses dan Anda tiru,” ungkap CEO kewirus.com ini.

Sebagai pembicara terakhir sesi pertama Ideology Digital Summit, Aaron Nio, selaku Direktur GK Plug and Play Indonesia, menekankan kepada seseorang untuk mengalami sendiri proses membangun suatu bisnis. “Guru terbaik pengetahuan adalah melakukan sesuatu dan mendapatkan pengetahuan. Memiliki banyak teori saat permulaan penting dan hanya membangun asumsi-asumsimu seperti dengan membaca paper. Tetapi untuk mengerti dengan baik adalah dengan melakukannya dahulu karena kamu akan belajar banyak sepanjang jalan dan tidak akan ada yang bisa menggantikannya,” katanya.

Sesi Kedua Ideology Digital Summit

Pada sesi kedua, Billy Mambrasar mengawali paparan. CEO @kitongbisa_id ini memberikan wawasan baru mengenai social entrepreneurship dengan Yayasan Kitong Bisa yang dapat membantu dan menginspirasi anak-anak Indonesia yang kesulitan secara finansial untuk dapat berkuliah.

Alumni Teknik Pertambangan ITB 2003 ini juga memberi tahu cara untuk dapat membantu masyarakat Indonesia yang berada di daerah 3T. Mahasiswa ITB harus mulai mengumpulkan ilmu sejak kuliah serta aktif mengikuti kegiatan wirausaha, organisasi, dan sosial untuk meningkatkan kemampuan dan kapabilitas.

Melengkapi pemateri sebelumnya, Hendra Kwik, selaku CEO Payfazz, juga memotivasi mahasiswa ITB untuk mendirikan startup dengan membawakan presentasi mengenai pekembangan bisnis di era teknologi. Dalam persentasi tersebut, dia membagikan kisah perjuanganya dalam mendirikan Payfazz, yang bermula hanya dari tiga orang hingga dapat menjadi seperti saat ini.

Dia mendorong mahasiswa ITB untuk dapat menangkap peluang-peluang bisnis di masa depan yang tercipta akibat perkembangan teknologi. Dia kembali mengingatkan mahasiswa ITB untuk tidak perlu khawatir dalam berinovasi karena akan ada angel investor atau akselerator yang dapat membantu mengembangkan inovasi tersebut hingga dapat menjadi sebesar Google.

Nothing is impposible. Kalau memang ide-ide itu rasanya menakutkan, kita akali dengan start tadi. Mulainya dari kecil aja dulu. Jadi kalau gagal pun, gak terlalu kenapa-kenapa juga,” ujar Alumni Teknik Kimia ITB 2008 ini.

Pembicara terakhir dalam acara Ideology Digital Summit adalah Sabda PS, selaku pendiri Zenius Education. Alumni Teknik Informatika ITB ini mengungkapkan kebanyakan orang yang memulai suatu usaha berfokus pada kecanggihan teknologi padahal mungkin hal itu belum tentu dapat memecahkan masalah yang ingin diselesaikan.

Ia mengungkapkan, berbisnis dengan teknologi bukan untuk memberikan suatu yang canggih tetapi untuk memecahkan masalah yang ada di masyarakat dengan teknologi yang tepat guna sehingga masyarakat dapat terbantu secara signifikan.

Dalam closing statement acara Ideology Digital Summit, Dina Dellyana, selaku Direktur LPIK/Greater Hub ITB, mengharapkan mahasiswa ITB dapat mulai membuat ide bisnis dan menerapkan ilmu yang telah didapatkannya dalam acara ini untuk menciptakan dan menjalankan startup sehingga dapat berkontribusi bagi masyarakat sekitar.

Reporter: Michael Widjaja (Teknik Pertambangan, 2016)