Inu Kencana Mampir ke ITB

Oleh Muhammad Arif

Editor Muhammad Arif

Bandung, itb.ac.id-Seorang selebritis hadir di ITB lagi, tapi ia bukan pejabat atau artis sinetron. Ia hanyalah seorang dosen, yang namanya belakangan ini mencuat di berbagai media massa. Pak Inu Kencana, begitulah ia dikenal. Keberaniannya mengungkapkan kasus kekerasan di Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN) telah menjadikannya seorang selebritis dan diundang dalam sebuah diskusi dalam mata kuliah Komunikasi Pembangunan, salah satu MKDU dari Fakultas Seni Rupa dan Desain. Mata kuliah ini diajarkan oleh Chairil Siregar, salah satu staf pengajar MKDU yang juga mengajar mata kuliah Sosiologi Industri.
Diskusi yang dipresentasikan oleh sekelompok mahasiswa tersebut bertajuk “Kekesaran dalam Pendidikan Sipil”pada hari Selasa (1/5). Dalam diskusi ini Pak Inu mengatakan bahwa kekerasan dalam pendidikan digunakan untuk mengarahkan hal-hal yang negatif menjadi positif. “Masalahnya, jumlah praja IPDN itu sekarang kira-kira 4500 orang, karena para pemikir-pemikir di atas itu materialistik dan memasukkan sangat banyak siswa lewat korupsi. Sehingga, Wahyu (praja IPDN yang meninggal akibat pemukulan-red) bisa sampai mati karena tubuhnya menerima pukulan yang akumulatif,” tutur Pak Inu. Menurut beliau, permasalahan kekerasan itu bukan berasal dari praja IPDN sendiri tapi karena kebijakan sekolah yang timpang. “Dulu pemukulan terjadi untuk memperingatkan siswa. Tapi sekarang, karena siswa yang masuk lewat korupsi, mereka memukul tanpa berpikir,” imbuh Pak Inu. Dalam diskusi ini, Pak Inu juga bercerita mengenai ancaman-ancaman yang diterimanya selama pengungkapan korupsi yang ada di IPDN. Walaupun materi yang dibawa serius, gaya kocak Pak Inul membuat para peserta kuliah antusias mendengarkan beliau.
Tidak hanya Pak Inu yang hadir sebagai pembicara, beberapa pembicara lain juga hadir. Medi Mahendra, seorang lulusan STPDN yang telah menjadi camat berkata,”Pola pendidikan dengan kekerasan terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap lulusan STPDN, yang jago mukul belum tentu akan jadi camat yang baik.” Seorang psikolog UNPAD, Nurikhsan pun hadir dalam diskusi dan mengajukan metode pendidikan baru bagi mahasiswa yaitu dengan pelatihan dan konseling. Pak Nanang sebagai wakil dari ITB menyatkan bahwa tidak ada kekerasan dalam sistem pendidikan ITB. “Kekerasan yang terjadi di sini kan disebabkan oleh os, orientasi mahasiswa. Di ITB, ospek bukanlah termasuk dalam sistem pendidikan ITB.”
Tak hanya itu, presiden KM ITB juga ikut angkat bicara dalam sebuah petikan video wawancara. Zulkaida Akbar atau Ijul menganggap bahwa kekerasan dalam pendidikan tidak sinkron dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri. “Pendidikan itu tujuannya kan pembinaan,” ujarnya.