ITB dan National Museum of Japanese History Jalin MoU di Bidang Digital Humanities

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

*Rektor ITB Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D., menandatangani nota kesepahaman dengan NMJH secara terpisah.

BANDUNG, itb.ac.id-- Institut Teknologi Bandung (ITB) menjalin Nota Kesepahaman dengan National Museum of Japanese History (NMJH). Nota kesepahaman kerja sama selama tiga tahun tersebut ditandatangani oleh Rektor ITB, Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D., dan Director General of Museum, Prof. Masaru Nishitani secara terpisah pada 18 Agustus 2020.

Kerja sama ini bertujuan untuk membangun hubungan antara kedua institusi dan membuka berbagai kesempatan bagi para sivitas akademika ITB. Adapun, bentuk kerja sama tersebut di antaranya:

  1. Pertukaran riset bagi mahasiswa, anggota fakultas, dan jajaran staf;
  2. Kolaborasi riset, konferensi, workshop, dan publikasi dalam ranah digital humanity, database, dan penerapan data digital pada praktik pendidikan;
  3. Partisipasi dalam seminar maupun pertemuan akademik;
  4. Pengembangan museum digital untuk artefak modern dan tradisional Indonesia;
  5. Pertukaran informasi dan publikasi Ilmiah.

Museum yang dikenal dengan nama Rekihaku, mengarsipkan 200.000 artefak penting terkait sejarah dan nilai budaya Jepang. Berlokasi di Sakura, Chiba, Jepang, museum ini didirikan pada 1981 sebagai konsorsium penelitian antaruniversitas, dan dibuka pada 1983. Koleksi museum berfokus pada sejarah, arkeologi, dan budaya rakyat Jepang.

*Penandatanganan oleh Director General of National Museum of Japanese History.

Kepala Laboratorium Etnografi Desain, KK Manusia dan Desain Produk Industri, Meirina Triharini, Ph.D., mengatakan, luaran utama kerja sama ini adalah untuk mengembangkan ruang lingkup baru terkait digital humanities melalui pengembangan basis data artefak budaya, termasuk di dalamnya data digital tiga dimensional, serta platform daring untuk diseminasi data.

“Lebih jauh, pengembangan data digital ini diproyeksikan untuk dapat dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan, seperti studi desain. Diharapkan pula dapat mengutamakan keterbukaan akses terhadap data artefak budaya oleh publik,” ujarnya.

*Sumber: Rilis KK Manusia dan Desain Produk Industri FSRD-ITB