ITB Disebut QS Higher Education sebagai Contoh Universitas yang Konsisten Meningkatkan Peringkatnya

Oleh Adi Permana

Editor Vera Citra Utami


BANDUNG, itb.ac.id –Institut Teknologi Bandung (ITB) disebut sebagai contoh universitas yang konsisten dalam meningkatkan peringkatnya di webinar kolaborasi SEAMEO dan QS Higher Education pada Minggu (14/10/2021). ITB dinilai sebagai contoh institusi yang terus meningkat peringkatnya beberapa tahun akhir ini.

Webinar SEAMEO-QS Higher Education (HE) Forum: Using Performance Insight to Build WCU in SEA, itu diselenggarakan oleh The Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO). Suatu organisasi yang mempromosikan kerja sama regional di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya sejak tahun 1965.

QS Higher Education adalah penyedia informasi, analitik, dan layanan untuk sektor pendidikan tinggi di dunia. Misi dari QS Higher Education untuk memotivasi semua orang di dunia untuk memenuhi potensi terbaik mereka dengan membina mobilitas internasional, prestasi pendidikan, dan pengembangan karier. QS telah memenuhi misi tersebut selama 30 tahun dan bekerja sama dengan lebih dari 1500 institusi. Semua orang di seluruh dunia telah berseluncur di internet mengenai QS Higher Education dan menyentuh angka 79.000 pencarian.

Di webinar tersebut disebutkan bahwa institusi atau universitas biasanya mengalami kesulitan dalam menjaga peringkatnya karena mereka lebih menerima peringkat daripada berusaha untuk meraih peringkat. Dibutuhkan institusi yang memiliki fokus jangka panjang, objektif strategis, dan biasanya mereka yang melampaui objektif strategis tersebut dengan cara yang bukan dengan tujuan menaikkan peringkatnya semata-mata, melainkan fokus dalam menunjukkan identitas khas dan misi mereka. Kisah sukses yang disebutkan adalah Institut Teknologi Bandung.

Menurut Ben Sowter, Senior Vice President QS Quacquarelli Symonds, ITB meningkatkan performanya secara konsisten dari tahun ke tahun. ITB berada di peringkat 461-470 pada tahun 2014 dan sekarang telah mencapai peringkat 303. Cara ITB terus meningkatkan performanya adalah dengan memfokuskan pada indikator ITB yang paling kuat yaitu indikator reputasi akademis. Indikator ini dipenuhi dengan survei selama 5 tahun dengan respons yang mencapai 130.000.

Reputasi akademik ini meliputi banyak variabel seperti kejelasan dari brand, kekhasan dari identitas institusi, bagaimana institusi memperlakukan tenaga pendidik dan mahasiswanya yang mengarah ke hal-hal positif, kesempatan dalam berkolaborasi, daya tarik kepada calon mahasiswa, dan tingkat kemampuan bekerja dari para alumninya. “Walaupun ini membahas mengenai reputasi akademik, kami tetap melihat hasil-hasil riset yang juga interdependen dengan performa institusional,” kata Sowter dalam webinar tersebut.

Terdapat beberapa poin penting yang disampaikan Ben Sowter mengenai pemilihan ITB sebagai contoh kisah keberhasilan universitas Asia Tenggara, yaitu: 1) Memilih fokus jangka panjang dan tujuan strategis yang nyata, 2) Tidak memandang pemeringkatan semata-mata sebagai peringkat saja, melainkan lebih ke investasi pada identitas mereka dan mengarahkan kemajuan institusinya sesuai ukuran-ukuran yang mereka tetapkan, 3) Tidak memfokuskan diri pada satu sisi dimensi pemeringkatan melainkan lebih pada mengambil pendekatan longitudinal strategis, dan 4) Memelihara keyakinan dan ketaatazasan terhadap jalan kemajuan yang telah dipilih sebagai langkah yang tepat untuk mereka.

Ia menyampaikan quotes dari Warren Buffet, “It takes 20 years to build reputation, but it takes 20 seconds to destroy one.” yang artinya, “Butuh 20 tahun untuk membuat reputasi tetapi butuh hanya 20 detik untuk merusaknya. Maka universitas atau institusi yang dapat mempertahankan reputasinya pasti dapat mempertahankan kepemimpinan yang efektif dan berkelanjutan, tata kelola yang baik, dan strategi yang konsisten,” ujarnya.

Menanggapi pandangan Ben Sowter, Rektor ITB Reini Wirahadikusumah berkomentar bahwa pencapaian ini kiranya dapat menjadi bahan introspeksi bersama bagi seluruh sivitas akademika ITB.

Penulis: Dheamyra Aysha Ihsanti (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)