ITB, Kampus Pusat Inkubasi Insan Kreatif
Oleh kristiono
Editor kristiono
Kompas, 3 Mei 2008 – Industri kreatif di banyak negara maju menjadi penggerak roda ekonomi. Di Inggris, industri kreatif menyumbang pendapatan 112,5 milliar poundsterling, jauh lebih besar dari sector lainnya. Indonesia kini merintis penciptaan insan kreatif di perguruan tinggi.
Institut Teknologi Bandung merupakan salah satu dari sedikit universitas di Indonesia yang berorientasi pada penciptaan insan kreatif ini. Di ITB terdapat hampir seluruh program studi yang berpotensi menjadi pusat inkubasi industri kreatif, seperti Program Studi (Prodi) Desain Komunikasi Visual, Studio Seni Kriya dan Lukis, Desain Produk, Teknik Elektro, Teknik Informatika, Teknik Arsitektur, hingga Sekolah Bisnis dan Manajemen.
Masing-masing prodi memiliki cara untuk menumbuhkan semangat kreativitas dan inovasi di kalangan mahasiswa yang menjadi kunci lahirnya insan kreatif. Kegiatan itu bisa berupa pameran, bazar, dan kompetisi mahasiswa. Desain Produk ITB merupakan salah satu prodi yang aktif mengadakan kegiatan ini. Salah satunya lewat Polygon Bike Competition. Dari kompetisi ini tercipta ide-ide segar mahasiswa tentang desain sepeda yang atraktif dan inovatif. Pemenangnya tidak hanya mendapatkan hadiah uang tunai, tetapi hak paten atas karyanya yang diproduksi Polygon.
Di Prodi Teknik Mesin, ada perhelatan rutin bernama National Inovation Contest. Peserta dituntut harus inovatif dan kreatif. Dari sana terlahir ide-ide cerdas, kadang liar, misalnya lampu lalu lintas bertenaga gaya tekan kendaraan, anjing penjaga dari robot, sampai kursi roda ergonomis berorientasi human centered design yang kini siap dipatenkan.
Karya Paten
Menurut Ketua Pusat Inovasi, Kewirausahaan, dan Kepemimpinan (CIEL) ITB Dwi Larso, ide-ide inovasi yang dilahirkan insane kreatif di universitas bisa diproduksi. Syaratnya, teknologi yang dikembangkan harus berdasarkan pasar (industri), bukan riset semata. Terbukti sudah banyak karya kreatif dan penelitian yang telah dipatenkan ITB. Dari 121 paten yang dihasilkan perguruan tinggi di Indonesia, ITB menyumbang 62 di antaranya, terbesar dari kampus ternama lainnya.
Salah satu paten terkemuka insan kreatif kampus ini adalah produk radio Magno berbahan dasar kayu karya alumnus ITB, Singgih S Kartono. Lewat pemberian nilai tambah, yaitu konsep radio sebagai personifikasi pemakainya, produk ini sukses menembus pasar internasional, termasuk Jepang. Ini salah satu hal yang jarang terjadi pada produk selain manufaktur dari Indonesia.
Tidak hanya alumni, mahasiswa juga telah bekerja secara paruh waktu di lembaga-lembaga kreatif. Wina Amelia (21), mahasiswi tingkat III Desain Komunikasi Visual ITB, misalnya, bekerja sebagai desainer lepas pada sebuah lembaga iklan di Bandung. Rekannya, Windi Apriani (20), menjadi konsultan desainer lepas di sebuah majalah mode terbitan Jakarta.
Dari Prodi Digital Media Pascasarjana Elektro ITB ada Arief HIdayat, mahasiswa, yang kini tengah mengembangkan perangkat lunak “Sultan Agung Hanyokrokusumo”, yaitu Game Real Time Strategy yang berbasis multiplayer, mirip Age of Empires atau Ragnarok. Dari Prodi ini pula dikembangkan wahana baru Augmanted Reality, yaitu sebuah konten multimedia masa depan yang berbasis visual tiga dimensi yang bisa digunakan sebagai alat simulasi bencana, maket, atau ensikolopedi. (Yulvianus Harjono)