ITB Kembali Gandeng MIT Bahas Perencanaan Dinamis Terkait Perumahan dan Mobilitas Masyarakat pada IKN Indonesia
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB) kembali menggelar focus group discussion bersama Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang dilaksanakan pada Senin (29/11). Seri diskusi ini diselenggarakan dalam rangka kerja sama riset antara ITB dan MIT untuk mengkaji perencanaan dan pengembangan ibu kota negara baru (IKN) Indonesia.
Dengan turut menghadirkan praktisi dari Urban+ Institute dan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), bahasan mengenai perencanaan lahan dinamis terkait perumahan dan mobilitas masyarakat diangkat melalui tema “Smart City Prospects in the New Capital City: Potentials and Challenges in Land Use, Mobility, and Housing Development”.
Acara ini dibuka dengan sambutan oleh Dekan Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan ITB Dr. Sri Maryati, S.T., M.I.P., yang kemudian dilanjutkan oleh Dr. Adiwan F. Aritenang, Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, selaku moderator.
Berikutnya, Guru Besar Perencanaan Wilayah dan Kota ITB Prof. Haryo Winarso selaku pembicara pertama menyampaikan pemaparan mengenai perencanaan dinamis dalam pengembangan perumahan pada IKN Indonesia.
Dalam mengkaji mengenai penyediaan perumahan, Prof. Haryo Winarso mengatakan perlunya mengetahui terlebih dahulu hunian yang disediakan untuk siapa, seberapa banyak, di mana lokasinya, kapan akan dibangun, siapa yang akan membangun, dan dari mana asal pendanaannya. Dua skema yang digunakan dalam penyediaan perumahan pada IKN, yaitu PPP/PPPP (Public Private Partnership/Public Private People Partnership) dan sektor privat.
Prof. Haryo Winarso kemudian membahas mengenai perencanaan dinamis, untuk merespons fleksibilitas pembangunan yang akan terjadi pada IKN. Perencanaan spasial urban yang dinamis merupakan perencanaan yang dapat secara dinamis mengakomodasi kemungkinan perubahan rencana di masa mendatang.
“Perencanaan dinamis diperlukan karena penyediaan perumahan pada area yang berkembang secara cepat berbeda dengan menyediakan perumahan pada kota yang ‘sudah jadi’. Penyediaan perumahan IKN secara dinamis akan disesuaikan berdasarkan periode pembangunannya disebabkan karena adanya perubahan kebutuhan dan permintaan tipe perumahan yang berbeda pada tiap periode pembangunan,” ujar Prof. Haryo.
Untuk mendukung perencanaan dinamis tersebut, terdapat teknologi yang bernama digital twin. Digital twin merupakan model tiga dimensi yang dapat membantu perencana dalam proses pengambilan keputusan terutama dalam merencanakan area perumahan sebelum diimplementasikan.
Konsep 10-minute City
Profesor Urban Science and Planning Massachusetts Institute of Technology Andres Sevtsuk kemudian membedah mengenai konsep 10-minute city yang rencananya akan diterapkan pada IKN Indonesia dan telah direfleksikan oleh setidaknya 6 dari 24 KPI (key-performance index) rencana pembangunan IKN.
Andres menegaskan terdapat beberapa poin utama yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan konsep 10-minute city. Salah satu di antaranya terkait dengan kesalahan dalam menempatkan lokasi perumahan dan pekerjaan pada lokasi yang berdekatan. Praktik ini dinilai tidak memberikan solusi dalam mempermudah mobilisasi masyarakat karena nyatanya penduduk kota memilih pekerjaan bukan berdasarkan kedekatan dengan lokasi kerjanya, tetapi karena banyak faktor non-spasial lainnya.
Data survei Amerika Serikat tahun 2009 bahkan menunjukkan proporsi perjalanan menuju tempat kerja sebenarnya hanya 25 persen dari keseluruhan perjalanan yang dilakukan masyarakat. Sehingga, perencanaan seharusnya lebih fokus pada bagaimana meningkatkan aksesibilitas untuk menempuh perjalanan selain menuju tempat kerja, misalnya rekreasi dan berbelanja.
Akses transportasi tidak bermotor seharusnya juga diperluas untuk menjangkau antara area perumahan satu dengan area perumahan yang lain. Pemenuhan kebutuhan tidak seharusnya terbatas pada area perumahan tertentu, sehingga orang yang ingin bepergian juga dapat terakomodasi dengan akses transportasi publik yang memadai.
Reporter: Achmad Lutfi Harjanto (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)