ITB Talks Halalbihalal Perkuat Silaturahmi pada Momen Idulfitri 1444 H
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id –Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar acara Halalbihalal Idulfitri 1444 H pada Jumat (28/4/2023). Acara yang diselenggarakan di Aula Barat ITB ini menghadirkan K.H. Zulfa Mustofa, Wakil Ketua Umum PBNU sebagai penceramah. Halalbihalal tahun ini mengangkat tema “Kembali kepada Fitrah dan Perbedaan sebagai Rahmat”.
Kegiatan dibuka oleh pembacaan Surat Al-Hujurat Ayat 11-13 oleh Galuh Dipa Bharata, Mahasiswa (II’19). Selanjutnya, acara dibuka oleh Sekretaris Institut, Prof. Dr.-Ing. Ir. Widjaja Martokusumo.
“Acara halalbihalal sebagai momentum yang sangat baik untuk mempererat tali silaturahim dan untuk meningkatkan rasa kebersamaan antarsesama dosen, tendik, para pimpinan, dan semuanya,” tutur Prof. Widjaja. Tak lupa, Prof. Widjaja juga mengucapkan selamat Idulfitri 1444 H sekaligus memohon maaf atas segala kekurangan selama ini.
Dalam ceramahnya, K.H. Zulfa Mustofa menjelaskan terkait pengertian rukun atau sakinah yang menjadi fondasi dari hubungan yang baik antar sesama. Menurutnya, masyarakat yang sakinah dapat dicapai jika rumah tangga dari sebuah keluarga juga sakinah. “Jika rumah tangga sakinah, maka masyarakat kita pasti sakinah,” tuturnya.
Agar kehidupan menjadi sakinah, setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan menurutnya. Beberapa hal tersebut seperti komunikasi, sikap respect antarpasangan, hingga saling memahami satu sama lain. “Baik suami, maupun istri harus saling memahami bahwa mereka sama-sama manusia, punya kekurangan, dan kelebihan,” ujarnya. Dengan adanya rasa saling memahami tersebut, akan timbul rasa saling memaklumi satu sama lain.
Mengutip ungkapan sufi, beliau mengatakan bahwa barangsiapa yang mengenal dirinya sebagai manusia, maka sesungguhnya dia mengenal Tuhannya sebagai Khalik. “Maka kita tahu diri kita manusia, kita banyak salah, akhirnya kita meminta maaf dan saling memaafkan,” pungkasnya.
Ternyata, jika dikaitkan dengan konteks bernegara dan beragama, rasa saling memahami dan menghargai sangat penting esensinya. Beliau menuturkan bahwa perbedaan pendapat seringkali menimbulkan kegaduhan diantara masyarakat. “Misalkan seperti wudhu, terdapat perbedaan Mazhab Syafi’i dan Mazhab Maliki,” ujarnya.
Merangkum segala ceramahnya, ia menegaskan bahwa perbedaan adalah hal yang wajar. “Allah menciptakan adanya perbedaan pendapat dengan mayoritas Quran Hadits multitafsir yang disebabkan cabang cabang fikih. Adanya perbedaan ini adalah dalam rangka memberikan keluasan pilihan pada umat-Nya,” ujar Waketum PBNU tersebut.
“Inilah pentingnya orang paham bahwa perbedaan itu sunnatullah, kalau dibikin rileks ya rileks, kalau spaneng ya pasti spaneng, “ ujar K.H Zulfa Mustofa mengakhiri ceramahnya.
Reporter: Kevin Agriva Ginting, GD’20