Kaitkan Alam dan Industri, HMRH ITB Selenggarakan Seminar
Oleh Nida Nurul Huda
Editor Nida Nurul Huda
BANDUNG, itb.ac.id - Himpunan Mahasiswa Rekayasa Hayati ITB (HMRH ITB) mengadakan acara Ekternal Day yang berupa seminar dengan mengangkat tema "Harmony between Nature and Industry". Acara tersebut dilaksanakan di Ruang Seminar Gedung Rektorat ITB Jatinangor pada Sabtu (15/02/2014). Dalam seminar tersebut dibahas bagaimana alam sebagai sumber dapat menjalin suatu harmoni dengan industri sebagai mesin kehidupan manusia.
Rekayasa Hayati sebagai salah satu program studi (prodi) ITB yang bergerak dalam bidang bioindustri, menjadi penting untuk melihat harmonisasi antara alam dan industri. Alam dan industri merupupakan dua bagian penting bagi prodi Rekayasa Hayati. Dimana industri lah yang akan mengolah sumber daya alam untuk kepentingan umat manusia. "Dalam acara ini kita akan mengkaji bioindustri dan dampaknya terhadap lingkungan maupun masyarakat," ujar M. Rifqy Ghiffary (Rekayasa Hayati 2011) selaku ketua acara.
Acara tersebut dibuka oleh Dekan Sekolah Imu dan Teknologi Hayati (SITH ITB), Prof. Tati Suryati, yang menjelaskan bahwa ilmu hayati akan menjadi kunci industri di kemudian hari. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya sektor saat ini yang melibatkan kehayatian, pangan, hutan, bioproduk, kesehatan, dan lain-lain. Seminar tersebut juga menampilkan beberapa narasumber, yaitu Yani Septiani, Msc. (International Tropical Timber Organization Project Coordinator Kemenhut RI), Ivan Winangun (Bio-entrepreneur), Rifina Affandi, S.si Apt (Research and Development PT. Paragon, Wardah Cosmetic), Putranto Andi Nugroho (Google Student Ambassador 2012), Agus Widiarto (Vice-CTA for Clime-GFA), Nina (Jerman, Strategic Area Manager Green Economy, For Clime-GIZ), Sofia (Brazil, peserta AISEC).
Kesuksesan bioindustri dalam memberdayakan masyarakat dan meningkatkan produktivitas nasional terbukti melalui presentasi yang dibawakan Ivan Winangun dalam seminar tersebut. Pemuda 21 tahun ini berhasil mengembangkan teknologi Budidaya Jenuh Air (BJA) pada tanaman kedelai di lahan pasang surut, Palembang. Rata-rata produksi nasional kedelai yang tadinya hanya 1,3 ton/ha berhasil ia naikkan di lahannya seluas 1000 ha dengan rata-rata 4 ton/ha. Ia bergerak dalam bidang ini karena melihat impor Indonesia yang sangat tinggi untuk kedelai. Hal tersebut tentu menjadi masalah bagi petani-petani lokal, untuk itu ia menciptakan teknologi BJA.
Ilmu kehayatian juga membuka peluang yang luas bagi praktisi ilmu hayati sekaligus menjawab tantangan dunia seperti bioproduk. Hal tersebut disampaikan oleh Rifina Affandi di bidang kecantikan atau kosmetik. Tren dunia yang beralih ke produk berbahan alami dan organik membuat permintaan akan bioproduk sangat tinggi. Kosmetik Natural sekarang menjadi Global Trends Cosmetic. Disinilah tantangan para praktisi ilmu hayati untuk menemukan bahan apa yang cocok dan bagaimana prosesnya untuk kesejahteraan manusia.