Kampanye HMTL: Relita Pengolahan Sampah Kampus ITB

Oleh

Editor

Bandung, itb.ac.id - Belum hilang dari ingatan kita, beberapa lalu sampah menumpuk di jalan-jalan protokol di Kota bandung, menyusul longsornya TPA Leuwigajah. Julukan baru diberikan untuk Bandung yang sebelumnya dikenal sebagai Paris van Java: Lautan Sampah. ITB sebagai institusi pendidikan tidak mau tinggal diam. Berangkat dari konsep pengolahan sampah yang ideal yaitu sedekat mungkin dengan sumbernya, Laboratorium Buangan Padat dan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) Teknik Lingkungan ITB memrakarsai dibangunnya PPS (Pusat Pengolahan Sampah) ITB. Lokasinya di pojok barat daya Sasana Budaya Ganesha (Sabuga). Dengan demikian, ITB dapat melakukan pengolahan sampahnya secara mandiri dan tidak tergantung lagi pada Dinas Kebersihan. Pengolahan sampah di PPS ITB dilakukan melalui jenisnya. Sampah organik, yaitu sisa makanan dari kantin-kantin dan daun-daun dikomposkan dengan sistem windrow tradisional dan windrow dipercepat. Sistem windrow merupakan teknologi yang paling sederhana dalam pengomposan. Caranya adalah menumpuk sampah organik dalam suatu wadah yang dilengkapi saluran udara, sehingga oksigen bisa masuk ke dalamnya. Materi organik dibiarkan terdekomposisi secara alami oleh aktivitas mikroorganisme. Kompos jadi dalam waktu sekitar 3 minggu. Sedangkan windrow dipercepat menggunakan reaktor dengan pasokan oksigen dan air untuk menjamin kondisi tetap aerob. Hasilnya adalah Kompos Ganesha yang dijual untuk memenuhi biaya operasional PPS. Sedangkan sampah anorganik yang masih memiliki nilai jual seperti plastik kemasan air minum, kaleng dan botol dipisahkan dan dijual ke lapak untuk kemudian didaur ulang. Sisanya, sampah anorganik yang sudah tidak memiliki nilai jual dibakar dengan insinerator untuk mereduksi massa dan volumenya. Proses insinerasi dilakukan dalam suhu yang sangat tinggi, di atas 800º C. Uap air dan abu sisa proses insinerasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk proses pengomposan. Untuk keberhasilan sistem pengolahan sampah ini, ITB telah menyediakan sarana pendukung berupa tong sampah di kampus ITB yang dibedakan berdasarkan jenisnya: tong warna putih untuk sampah tidak membusuk, sedangkan tong warna hitam untuk sampah membusuk. Truk sampah yang di tengah baknya diberi sekat untuk memisahkan sampah yang membusuk dan tidak membusuk pun telah disediakan. Kenyataannya, sampai sekarang kedua tong sampah tersebut isinya tidak berbeda. Sampah organik dan anorganik tercampur jadi satu. Alhasil, petugas PPS harus melakukan pemilahan sampah lebih dulu sebelum mengolahnya. Padahal jumlah mereka hanya 7 orang. Dapat dibayangkan volume sampah yang dihasilkan setiap hari di ITB apabila truk sampah dapat melakukan 3 rit (rute bolak balik mengangkut sampah) per harinya. Apalagi jika ada sampah B3 yang tercampur. Pernah ada kejadian seorang petugas PPS terluka tangannya karena ada pecahan kaca yang tercampur dalam sampah organik. Juga pernah ada bahan kimia berbahaya yang masuk ke dalam insinerator, akibatnya alat meledak dan petugas terkena luka bakar di sekujur tubuhnya. Apa yang akan terjadi bila sampah tidak dipilah? Keberadaan materi anorganik yang sulit terurai dalam bahan yang akan dikomposkan akan menghambat kinerja mikroorganisme pengurai. Kualitas kompos yang dihasilkan pun akan buruk. Sedangkan apabila sampah organik yang mengandung kadar air tinggi tercampur dengan sampah anorganik dan ikut dibakar dengan insinerator, energi yang dibutuhkan untuk pembakaran akan menjadi lebih besar. Artinya konsumsi bahan bakar akan lebih banyak dan waktu yang dibutuhkan pun akan lebih lama. Kadar air yang sangat tinggi juga dapat menyebabkan pembakaran tidak sempurna pada insinerator, sehingga uapnya akan berbahaya apabila terhirup manusia. Selain itu, nilai jual sampah anorganik juga dapat berkurang apabila tercampur dengan sampah organik yang membusuk sehingga tidak bisa disaur ulang. Untuk membantu menyukseskan sistem pengolahan sampah di ITB, Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) ITB melakukan Kampanye Pemilahan Sampah pada bulan November 2007. Rangkaian acara terdiri dari roadshow ke himpunan-himpunan lain, pembagian merchandise berupa stiker, kalender, dan CD yang semuanya berisi materi pemilahan sampah, dan acara puncak diadakan di Campus Center ITB pada tanggal 9 November 2007. Pada acara puncak ini, digelar talkshow yang menghadirkan narasumber dari dosen Teknik Lingkungan ITB, petugas PPS, pegawai Sarana Prasarana ITB dan LSM untuk menjelaskan pentingnya pemilahan sampah dari sumber. Acara ini juga diramaikan oleh bazaar aneka kerajinan dari barang bekas atau barang daur ulang, untuk menunjukkan bahwa sampah akan memiliki nilai lebih apabila dipilah. Suksesnya pengolahan sampah di ITB membutuhkan kerjasama dari seluruh elemen ITB. Siapa yang bertanggung jawab melakukan pemilahan sampah? Tentu saja sumber sampah atau penghasil sampah. Di ITB, penghasil sampah terbesar adalah mahasiswa. Alangkah baiknya jika pemilahan sampah dilakukan sejak di sumbernya, sehingga PPS ITB dapat menjadi percontohan bagi Kota Bandung.