Karya Inspiratif Alumni ITB, Singgih Susilo dalam Memajukan Potensi Kayu dan Bambu

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id–Mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di ITB adalah hal yang patut disyukuri. Bentuk rasa syukur bisa berupa belajar bersungguh-sungguh dalam rangka bekal untuk berkontribusi nyata bagi lingkungan sekitar.

Itulah gambaran yang dilakukan Singgih Susilo, alumni Desain Produk ITB (’86) yang telah banyak melahirkan karya yang inspiratif. Ia adalah mahasiswa pertama yang berkuliah di ITB dari desanya di Tumanggung.

Ia mempunyai keyakinan, bahwa masyarakat sekitarnya yang harus menjadi penerima manfaat atas ilmu yang telah didapat selama di ITB. Setidaknya ada tiga karya ia yang inovatif di antaranya Magno, Spedagi, dan Pasar Papringan. Semua karyanya berbasis memanfaatkan semua sumber daya yang bisa dimanfaatkan dari sekelilingnya.

Magno

Magno sebenarnya adalah bentuk tugas akhirnya selama menjadi mahasiswa yang tidak disangka sekarang mendunia. Magno ini berawal dari produk radio kayu. Magno berarti ‘membesar’, mengacu pada kaca pembesar. Ia memanfaatkan sumber daya dan manusia langsung dari daerahnya.

Dalam proses produksinya memang banyak lika-liku. Ia baru bisa merealisasi desainnya pada 2005 karena kendala vendor elektronik kit radio. Hingga pada akhirnya berkat kerja keras Singgih, salah satu purwarupa radio Magno berhasil dilirik Panasonic Gobel Group sampai menarik minat Presiden Joko Widodo. Kabarnya saat ini pasarnya berhasil merambah internasional dengan dimulainya pubikasi seorang profesor di Jepang yang terkagum-kagum dengan desain yang “eye-catching” ini.

Magno dibuat dengan tangan yang sangat cermat serta menggabungkan unsur keindahan dari bahan-bahan kualitas tinggi. Magno ini bukan sekadar radio belaka, ada filosofi yang terkandung di baliknya. Magno merepresentasikan bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Pasalnya sejak 2008, Singgih mendistribusikan 1.000 pohon setiap tahun untuk warga desa untuk meningkatkan populasi pohon sampai 15 hektar hutan. Sedangkan kebutuhan produksi hanya kurang dari 0,5 hektar hutan saja sejak beroperasi.

Desain dan pesan yang dibawa berhasil menyabet Magno dalam berbagai penghargaan. Penghargaan yang dikantongi seperti Japan Good Design Award G-Mark 2008, London Design Museum’s Brit Insurance Design Awards 2009, dll.

Spedagi

Spedagi merupakan produk sepeda yang kerangkanya terbuat dari bambu. Bambu dipilih karena materialnya yang ringan sekaligus kuat. Kekuatannya telah diuji laboratorium di Jepang serta uji jarak jauh dari Aceh ke Denpasar. Bambu juga dipilih karena umurnya panjang, supaya orang memiliki tanggung jawab moral untuk merawat, dan supaya bisa merasakan kedekatan dengan alam.

Spedagi juga hasil dari apa yang ia manfaatkan dari desa. Mulai dari bambu yang melimpah hingga orang-orang di baliknya. Spedagi membuktikan bahwa lokalitas mampu menghasilkan originalitas. Spedagi bak sebuah magnet yang menarik mata banyak orang untuk datang langsung ke tempat produksinya. Uniknya spedagi ini tidak ia ekspor sebagai bentuk ketidakterlibatan dalam sumbangsih emisi gas dari pesawat.

Presiden Joko Widodo pernah menggunakan produk tersebut saat menyambut Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, dengan berkeliling Kebun Raya Bogor pada beberapa bulan yang lalu. Pada kancah internasional Spedagi memperoleh predikat Gold Award pada Good Design Award 2018 di Tokyo. Penghargaan ini sebagai bentuk pengakuan sebagai salah satu desain yang paling berpengaruh di dunia.

Pasar Papringan

Karya yang satu ini memang berbentuk nonbenda berupa pasar tradisioinal ekonomi kreatif yang dikelilingi oleh sederet pohon bambu. Kata papringan berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang berarti bambu. Awal terbentuknya pasar ini berasal dari keprihatinan Singgih ketika bersepeda melewati suatu lokasi yang bertumpuk sampah di bawah rindangnya pepohonan bambu.

Sumber: Instagram Pasar Papringan

Kemudian Singgih mengawali penggarapan bersama dengan rekan-rekan setempat dengan melakukan pemetaan sosial dari pintu ke pintu. Tujuannya adalah bagaimana caranya supaya masyarakat memiliki rasa menjadikan Pasar Papringan ini menjadi sesuatu yang berharga. Keterlibatan warga ini turut berkontribusi dalam segala potensi yang dimiliki untuk dijual di pasar ini seperti kuliner, hasil pertanian, hingga kerajinan tradisional.

Berkat keterlibatan berbagai pihak, Pasar Papringan mencapai popularitasnya dalam lingkup nasional. Memang pada awalnya cukup pesimis karena pasar ini jaraknya jauh dari keramaian. Walaupun begitu, berkat kemajuan media sosial, lagi-lagi karya inisiatifnya ini menarik perhatian berbagai pihak yang tertarik untuk berkunjung.
Keunikan dari pasar ini yaitu alat transaksinya tidak menggunakan uang, melainkan keping bambu kecil yang disebut pring. Pring ini menjadi satu-satunya alat tukar sehingga untuk mendapatkannya harus mengonversinya dulu dari uang menjadi pring. Tiap keping pring memiliki nilai Rp2.000 yang bisa ditukarkan untuk membeli berbagai barang di Pasar Papringan.

Semua Berawal dari Desa

Karya-karya yang ia ciptakan terbukti mampu menorehkan prestasi yang nyata. Singgih mengangkat potensi kayu dan bambu dari desanya menjadi hal yang bermakna besar. Ia mampu membuktikan bahwa memajukan daerah sendiri adalah hal yang tidak kalah membanggakan dari profesi lainnya. Sikap ingin memajukan daerah seperti inilah yang ia harapkan dimiliki oleh mahasiswa-mahasiswa saat ini.

Reporter: Lukman Ali (Teknik Mesin/FTMD, 2020)