Kelamin Sistem Ekonomi Indonesia Tidak Jelas!

Oleh kristiono

Editor kristiono

BANDUNG, itb.ac.id - Demikian menurut ekonom Hendri Saparini dihadapan peserta seminar Toward Better Indonesia: ’Mencari Sistem Ekonomi Solutif’ di Gedung Aula barat ITB, Senin (11/02).
Ekonom Econit ini bertutur kemandirian bangsa Indonesia dalam menyusun strategi juga telah terenggut. Hal ini terlihat dari pilihan kebijakan yang sering diambil pemerintah sebagian besar seputar disiplin anggaran, privatisasi, pencabutan subsidi dan liberalisasi. Kebijakan-kebijakan ini memicu pengalihan kepemilikan pemerintah atas sektor-sektor vital seperti institusi keuangan, telekomunikasi, dan energi ketangan pihak asing.
Kemandirian ekonomi Indonesia semakin terlucuti dengan disahkannya Undang-undang Migas dan Undang-undang Penanaman Modal. Lahirnya dua regulasi yang sarat dengan kepentingan asing tersebut menurut Hendri, merupakan bukti nyata bahwa saat ini Indonesia tengah disandera kekuatan multilateral.

Hendri berpendapat, hilangnya kemandirian ekonomi Indonesia juga tidak lepas dari inkonsistensi para penyusun kebijakan akibat pengaruh agen-agen kepentingan asing. Oleh sebab itu, salah satu persoalan fundamental yang perlu diperbaiki adalah menentukan dulu sistem ekonomi indonesia agar lebih jelas.
Sementara itu, pengamat ekonomi Faisal Basri berpendapat sistem ekonomi Indonesia menganut ideologi yang tidak fit. Faisal menyebutkan sistem ekonomi Indonesia di desain untuk menghargai hak-hak individu sekaligus menerapkan sosialisme pasar dengan memperhatikan pemerataan. Namun dalam implementasi, pasar yang tercipta tidak memiliki rasa keadilan (sense of justice).

Dosen FE-UI ini mendefinisikan kata “mandiri” sebagai kemampuan mengelola sumber daya secara efisien. Adapun pasar, merupakan cerminan budaya dan masyarakat. Merujuk pada tema seminar, Faisal Basri sepakat bahwa Indonesia sebagai bangsa telah kehilangan kemandiriaannya.

Faisal menyoroti pentingnya kegiatan riset sebagai salah satu pilar menumbuhkan kemandirian ekonomi suatu bangsa. Faisal menyesalkan kecilnya alokasi anggaran riset menyebabkan kegiatan riset terus-terusan memble. Dirinya lalu mencontohkan anggaran riset negara jiran mencapai USD 1,5 Milyar setahun, China menggelontorkan dana hingga USD 72 Milyar setahun. Jauh diatas anggaran riset Indonesia yang berkutat dikisaran jutaan dolar amerika.

Namun demikian, Faisal Basri optimis Indonesia masih memiliki kesempatan untuk bangkit membangun ekonomi. Salah satu kesempatan yang ada adalah melejitnya harga komoditas di pasaran dunia. Faisal mencatat kondisi ini merupakan berkah komoditas yang harus dikelola secara benar sebagai landasan membangun kemandirian ekonomi Indonesia.

Seminar hasil inisiasi Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB) ini merupakan bagian dari serangkaian dialektika persoalan bangsa yang diselenggarakan rutin. Turut berbicara dalam seminar ini diantaranya aktivis Agus Priyono, dan Pengamat Ekonomi Islam Muhammad Ismail Yusanto.