Kemitraan Riset Australia-Indonesia (PAIR) Ungkap Tujuh Cara Bangun Rantai Pasok Layanan Kesehatan ‘Pintar’ Hadapi Pandemi Covid-19

Oleh Adi Permana

Editor Vera Citra Utami

Foto: freepik

BANDUNG, itb.ac.id - Institut Teknologi Bandung (ITB) menerima laporan mengenai “Kesehatan digital: Tujuh cara untuk membangun rantai pasok layanan kesehatan 'pintar' di Indonesia” dari Australia-Indonesia Centre (AIC). Direktur Eksekutif AIC Dr. Eugeune Sebastian mengirim surat itu kepada Rektor ITB Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D. pada Senin (19/7/2021).

Laporan tersebut merupakan laporan kedua AIC kepada ITB. Sebelumnya, Dr. Eugeune Sebastian membagikan analisis Covid-19 pertama mereka tentang kesehatan dan keselamatan kerja di Indonesia dan bagaimana melindungi petugas kesehatan Indonesia. Laporan merupakan hasil penelitian yang didanai oleh Pemerintah Australia melalui Australia-Indonesia Centre di bawah program Kemitraan Riset Australia-Indonesia (PAIR). Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB (SBM-ITB) turut terlibat dalam penyusunan buku tersebut, yaitu Prof. Wawan Dhewanto dan Dr. Mursyid Hasan Basri.

Dalam laporan terbaru, AIC meneropong masalah waktu tunggu yang lama untuk mendapatkan persediaan perlengkapan kesehatan, kenaikan harga, manajemen persediaan, masalah kualitas dan keamanan. Saat situasi memburuk, sistem kesehatan Indonesia menghadapi kesulitan untuk mendapatkan pasokan medis yang dibutuhkan.

Untuk memahami rantai pasok layanan kesehatan, AIC lantas mengumpulkan praktisi, pembuat kebijakan, dan akademisi dari Indonesia dan Australia untuk berbagi keahlian dan menyusun rekomendasi. Laporan ini membahas tiga hal: keadaan pengadaan dan praktik rantai pasok saat ini; penggunaan teknologi digital yang ada dan kegunaannya; dan peluang bagi Australia untuk berkolaborasi dengan Indonesia untuk membangun rantai pasok layanan kesehatan yang cerdas.

“Kami merasa analisis semacam ini penting. Ini menyediakan akses tepat waktu akan bukti terbaik yang tersedia untuk pemerhati kebijakan,” ujar Dr. Eugeune dalam surat elektroniknya kepada Prof. Reini. “Ini menanggapi strategi Kemitraan untuk Pemulihan pemerintah Australia. Dan itu membantu organisasi mempertimbangkan cara untuk mendukung pekerja medis dan kesehatan kita yang telah bekerja keras.”

Melalui laporan kedua mereka, AIC mengajukan tujuh rekomendasi utama mengenai prioritas pemerintah untuk membantu membangun sistem rantai pasok pelayanan kesehatan yang tangguh dan responsif.

Rekomendasi pertama yaitu mengembangkan platform digital ujung-ke-ujung (end-to-end) yang memberikan gambaran terpusat mulai dari pasokan hingga pengadaan. Rekomendasi kedua yaitu menciptakan solusi logistik yang lebih menyeluruh sehingga memungkinkan rumah sakit bekerja sama untuk mengatasi masalah pasokan. Sementara rekomendasi ketiga meningkatkan fleksibilitas e-catalog untuk memberi lebih banyak pilihan dan mengurangi birokrasi.

Rekomendasi keempat yaitu memastikan fungsi pemantauan kualitas dan keamanan yang efektif dalam sistem platform tunggal. Rekomendasi kelima yaitu mendorong standardisasi dan interoperabilitas di seluruh aplikasi digital.

Lebih lanjut, laporan ini merekomendasikan untuk memastikan terbangunnya transparansi dan keterlacakan ke dalam semua solusi rantai pasok digital. Lalu, mengembangkan kemampuan analitik data yang dapat menunjukkan penawaran dan permintaan secara waktu nyata (real-time).

Laporan kedua ini menyimpulkan bahwa pengadaan dan manajemen rantai pasok dalam pelayanan kesehatan di Indonesia belum sempurna. Hal itu menambah tantangan pandemi. Untungnya, ketika Indonesia berada pada tahap awal dalam adopsi teknologi digital, para praktisi rantai pasok pelayanan kesehatan Indonesia menyambut baik dukungan Australia.