Kepala BNPT Ajak Mahasiswa Merawat Keutuhan Bangsa

Oleh Ahmad Fadil

Editor Ahmad Fadil

BANDUNG, itb.ac.id – Penghayatan dan penerapan adat budaya luhur yang telah diajarkan secara turun temurun pada tiap pribadi akan menjadi benih dari kebiasaan baik, yang menjalar pada banyak sendi kehidupan dan tak jarang menular pada pribadi-pribadi lain. Lambat laun, nilai-nilai kebaikan pun akan tumbuh subur di tengah masyakat dan membentuk saringan kuat terhadap budaya luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang telah dipegang. Hanya saja bukan pekerjaan mudah membentuk saringan yang mengakar dan membumi seperti itu. Banyak tantangan dan hambatan mengiringi langkah pelestarian budaya luhur, menyebabkan gesekan, perpecahan, hingga kerusakan di dalam masyarakat. Tidak hanya ide, kerusakan tersebut bahkan sudah menyentuh fisik.


Masalah ini menjadi perhatian serius Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H. saat menyampaikan kuliah berjudul “Resonansi Kebangsaan dan Bahaya serta Pencegahan Radikalisme” di Sasana Budaya Ganesa (Sabuga) pada Sabtu (11/02/18). Kuliah dibuka dengan sambutan dari Rektor ITB, Prof. Kadarsah Suryadi yang mencontohkah sikap hormat pada orang tua sebagai bentuk sederhana dari nilai-nilai baik yang patut dijadikan contoh oleh para mahasiswa. Setelah Dr. Miming Miharja yang bertindak sebagai moderator memberi pengantar tentang profil beliau, Suhardi Alius memulai pemaparannya.

Idealisme sebagai Pangkal dan Penangkal
“Ketika kalian nanti diberikan amanah, jangan ubah idealisme itu. Bangsa ini dibangun karena idealisme.” Buka Suhardi Alius, menyampaikan pentingnya setiap mahasiswa memiliki idealisme. Perubahan zaman yang semakin dinamis karena pengaruh globalisasi yang terjadi menempatkan idealisme pada posisi penting sebagai unsur pendiri dan peneguh bangsa. Beliau mencontohkan bagaimana Indonesia digagas dari idelisme para pemuda yang berkumpul untuk mendeklarasikan negara, bangsa, dan bahasa mereka yang beragam pada tahun 1928, yang kini dikenal dan diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober. Idealisme yang membangun dan memelihara bangsa harus terus dibangun dan dijaga dari gangguan-gangguan yang dapat menggerusnya.

Ini sangat beralasan. Dari segi sosial-budaya, telah banyak pergeseran yang terjadi di Indonesia. Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang ramah-tamah mulai berubah wajah dengan munculnya gesekan-gesekan di masyarakat yang justru disebabkan keberagaman yang telah ada di Indonesia sejak dulu. Padahal sesuai sejarahnya, keragaman lah yang telah membangun Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Kini seolah Indonesia telah kehilangan jati dirinya dan lupa pada sejarahnya sendiri.

Media juga memiliki peranan besar terhadap keutuhan bangsa dengan menjadi senjata signifikan pada pembentukan opini. Informasi yang jumlahnya tak terhitung berlalu-lalang di dekat masyarakat dan dapat diakses dengan mudah di gawai seperti telepon seluler pintar. Pihak-pihak yang hanya peduli pada keuntungan pribadi memanfaatkan kemudahan akses tersebut untuk mengarahkan masyarakat pada informasi yang salah. Akibatnya, sesama bangsa Indonesia sendiri di berbagai tempat saling mencela. Hate speech atau pesan kebencian bertebaran dan mengganggu kedamaian yang sekuat tenaga diciptakan.

Belum selesai masalah yang terjadi secara lokal di Indonesia, kini tantangan menjadi semakin besar karena spektrum yang dihadapi sudah mencapai tahap global. Ini berarti apa yang terjadi di suatu belahan dunia akan berimplikasi pada Indonesia. Paham-paham dari luar tidak semuanya baik untuk diadopsi oleh bangsa Indonesia. Suhardi Alius mencontohkan bagaimana Jepang mampu menahan gempuran budaya buruk dari luar dengan pola pendidikan mereka yang mementingkan manners sebagai dasar. Indonesia perlu menjadikan jati diri bangsa sebagai dasar dari pendidikan karena dasar itulah yang akan menjadi saringan terbesar dan terkuat yang dapat dikerahkan.

Mahasiswa Sebagai Penjaga Keutuhan Bangsa
Sebagai calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang, mahasiswa diharapkan menjadi agen perubahan dan agen penjaga keutuhan bangsa. Mahasiswa perlu memiliki ‘Sense of Crisis’ yang tanggap terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Kemampuan dalam menganalisa masalah perlu dibarengi kemampuan merespon yang meminimalisasi kisruh sehingga opini negatif yang berkembang dapat diklarifikasi. Mahasiswa pun perlu menyampaikan aspirasi mereka sebagai andil mengingatkan penyelenggara pemerintah dalam menjalankan fungsinya, tentunya dalam hal yang konstruktif. Ditambah dengan kemampuan dalam networking atau membuat jaringan dengan para stakeholder sehingga harmoni secara luas dapat dihasilkan.