KK P2-PK Kembangkan Model Studi Perencanaan Melalui RPG Simulasi Musyawarah Desa

Oleh Bayu Rian Ardiyansyah

Editor Bayu Rian Ardiyansyah

BANDUNG,itb.ac.id-Menyambut Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan Perencanaan  Kebijakan (KK P2-PK) dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota SAPPK ITB menyelenggarakan role playing game (RPG) berupa simulasi musyawarah desa pembangunan tahunan. Hasil yang diharapkan dari simulasi ini adalah penetapan sebuah Rencana Kerja Pembangunan (RKP) desa untuk satu tahun ke depan. Simulasi ini diselenggarakan pada Jumat (18/04/14) di Ruang Seminar Gedung Planologi ITB dengan diikuti sebanyak sepuluh mahasiswa dari berbagai latar belakang pendidikan yang berbeda-beda.

Undang-undang yang baru disahkan ini memberikan kewenangan yang lebih besar bagi desa untuk bisa berkembang melalui alokasi pemberian dana pembangunan yang langsung dari Kementerian Keuangan. Melalui peraturan baru tersebut, lahirlah lembaga baru yang bernama musyawarah desa. Lembaga ini mengolaborasikan tiga komponen desa, yaitu Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan warga. Dalam musyawarah desa ketiga komponen tersebut bersama-sama merencanakan pembangunan desa untuk satu tahun ke depan. Kesepakatan dalam musyawarah inilah yang akan dituangkan ke dalam RKP.

Mengingat dana yang terbatas, penyusunan RKP juga harus mempertimbangkan RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa), sumber dana yang tersedia, dan ketercapaian visi desa yang bersangkutan. "Melalui metode ini, kami ingin lebih memahami psikologi dari tiap peserta perencanaan. Tujuannya, kami ingin mencoba memasukkan unsur empati ke dalam model pembelajaran studi perencanaan partisipatif ke depan, sehingga kami memasukkan kepentingan pribadi di setiap peran," tegas Tizar Bijaksana (Alumni Planologi ITB 2007), pelaksana simulasi ini.

Melalui metode RPG, simulasi musyawarah desa ini dirancang menyerupai keadaan yang sebenarnya dengan segala informasi tentang gambaran umum desa yang diambil dari keadaan desa yang nyata. Proses musyawarahnya pun mengikuti proses yang biasa dilakukan di desa. Pertama, setiap peserta mengidentifikasi peran, keadaan desa, hingga skema pendanaan dan RPJMDes yang ada pada sejumlah media informasi yang telah disediakan. Lalu, masing-masing peserta mulai untuk menformulasikan strategi dan proposal yang akan diajukan dalam group process di tahap selanjutnya. Setelah tiap peserta mempresentasikan usulannya, mulailah sesi diskusi untuk menentukan prioritas masalah dan solusi. Terakhir, peserta yang berperan sebagai BPD mengarahkan ke penetapan dan pengesahan  RKP yang telah disusun dengan menyesuaikan perhitungan jumlah dan alokasi anggaran yang ada.

Uniknya, di simulasi ini setiap peserta mendapat pembagian peran sesuai ketiga komponen desa yang ada, yaitu kepala desa, BPD, dan perwakilan tokoh warga. Setiap peran mempunyai  latar belakang, karakter, dan kepentingan pribadi yang berbeda-beda. Sehingga, selain musyawarah ini harus dapat merumuskan RKP sesuai visi desa, setiap peserta juga harus mencapai kepentingan pribadinya sesuai peran yang diberikan. Artinya, pada musyawarah ini bisa timbul konflik antara kepentingan bersama dan kepentingan pribadi masing-masing peserta yang memang kerapkali terjadi di kehidupan nyata. Nantinya, setiap program yang telah disepakati akan dinilai untuk melihat ketercapaian visi desa dan menentukan peserta terbaik.