KMPA ITB Bantu Konservasi Badak Jawa di Ujung Kulon
Oleh Aldy Kurnia Ramadhan
Editor Aldy Kurnia Ramadhan
UKM Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam ITB memang selalu mengagendakan beberapa perjalanan ilmiah setiap tahunnya. Selain untuk menyalurkan kegemaran para anggotanya untuk menjelajah alam, kegiatan tersebut juga harus mempunyai misi ilmiah yang dibawa sebagai mahasiswa. Perjalanan ke Ujung Kulon dimaksudkan untuk melanjutkan pengambilan data-data badak jawa setelah pada tahun lalu KMPA melakukan perjalanan ke Taman Nasional Way Kambas Lampung dan mengambil data-data beruang, tapir, harimau, dan gajah.
Keempat orang mahasiswa tersebut berangkat menuju Ujung Kulon pada 21 Juli 2016. Awalnya, mereka melakukan perjalanan menuju Taman Jaya yang merupakan pintu gerbang masuk ke Taman Nasional Ujung Kulon. Dari Taman Jaya, mereka bergerak menuju ke Cidaon, Cibunar, Citadahan, dan kembali lagi ke Cidaon. Perjalanan berkeliling Taman Nasional Ujung Kulon tersebut memakan waktu 10 hari. Dalam perjalanannya, mereka dibantu petugas Rhino Monitoring Unit (RMU) melakukan penelitian mencetak jejak kaki badak yang tertinggal di tanah menggunakan gipsum. Teknik mencetak jejak menggunakan gipsum ini disebut dengan teknik plaster cast. Teknik tersebut dapat dipergunakan untuk memperkirakan umur serta ukuran badak yang jejaknya dicetak. Selain itu, keempat mahasiswa tersebut juga membantu memperoleh data kotoran badak yang mereka temukan di sepanjang perjalanan. Data tersebut berupa dimensi kotoran badak serta sampel kotoran yang selanjutnya dapat diteliti dan dianalisa untuk mengetahui kondisi kesehatan badak. Data tersebut kemudian dikirimkan ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor untuk selanjutnya dianalisa oleh LIPI.
Membantu Tugas Rhino Monitoring Unit
Selain melakukan pengambilan data cetakan jejak badak dan sampel kotoran badak, keempat mahasiswa yang tergabung dalam Divisi Gunung Hutan KMPA tersebut juga membantu unit pengawasan badak untuk mengambil data dari kamera-kamera yang terpasang di beberapa titik yang tersebar di area Taman Nasional Ujung Kulon. Teknik pengawasan badak dengan menggunakan kamera disebut teknik camera trap. Kamera-kamera tersebut hanya hidup dan merekam video jika terdapat pergerakan yang terdeteksi kamera. Pergerakan-pergerakan tersebut dapat berupa pergerakan badak, hewan lain, maupun objek bergerak lainnya. Unit pengawasan badak bertugas melakukan patroli selama 10 hari per bulan untuk mengecek kondisi dan posisi kamera serta memastikan kamera-kamera tersebut berfungsi dengan sempurna. Mereka juga melakukan penggantian baterai kamera dan perbaikan bila diperlukan.
Terdapat beberapa kendala yang dialami Semeru, Haidar, Fawwaz, dan Irna selama melakukan perjalanan ke Ujung Kulon. Kendala-kendala tersebut antara lain medan Ujung Kulon yang sangat berat ditambah lagi cuaca yang kurang bersahabat sehingga mereka kerap menemui banjir maupun terjebak lumpur. Selain itu cetakan kaki badak yang terbuat dari gipsum juga rawan pecah ketika dibawa, sehingga mereka harus sangat berhati-hati untuk membawanya.
Jumlah Badak Semakin Berkurang
Menurut Haidar, kondisi Taman Nasional Ujung Kulon saat ini sudah lumayan baik. Pihak Taman Nasional sudah berupaya semaksimal mungkin untuk melindungi badak-badak yang tersisa di Taman Nasiona Ujung Kulon. Perhitungan jumlah badak terkahir yang dilakukan pada tahun 2015 menunjukkan jumlah Badak Jawa yang ada di Ujung Kulon saat ini hanya tersisa sekitar 63 ekor. Terdapat beberapa kendala yang membuat jumlah badak kian hari kian menurun. Kendala tersebut antara lain sifat badak yang hidup secara individual (soliter), suka bertarung antar sesamanya, serta kondisi badak yang rawan terkena penyakit.
Haidar dan kawan-kawan juga menyampaikan terima kasih kepada Lembaga Kemahasiswaan ITB, Taman Nasional Ujung Kulon, serta pihak-pihak lain yang membantu terlaksananya perjalanan tersebut. "Saya mengajak teman-teman mahasiswa untuk lebih peka terhadap kondisi lingkungan hidup. Jangan merusak dan mengotori alam, karena banyak hewan yang mati akibat memakan sampah-sampah yang kita buang sembarangan. Saya juga mengajak teman-teman selaku mahasiswa ITB untuk memanfaatkan ilmu dan pengetahuan yang kita miliki untuk membantu melestarikan hewan-hewan langka endemik Indonesia," tutup Haidar.
Sumber foto: Dokumentasi KMPA ITB