Kolaborasi ABCG Diperlukan untuk Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Sebagai upaya menciptakan road map ekonomi kreatif yang berkelanjutan di Indonesia, ITB melalui Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) bersama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyelenggarakan Simposium Pengembangan Model Ekosistem Ekonomi Kreatif Nasional di Gedung SBM-ITB, Jl. Ganesha no. 10, Bandung, Senin (4/3/2019). Kegiatan ini merupakan ajang temu pengalaman dan gagasan antara academic, business, community, dan goverment (ABCG).


Seperti diketahui, kontribusi besar ekonomi kreatif bagi PDB Indonesia membuat pemerintah yakin bahwa ekonomi kreatif dapat menjadi pilar pembangunan ekonomi nasional, karenanya dalam menindaklanjuti kesadaran ini, Indonesia segera membentuk Bekraf sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk mewujudkan Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi kreatif dunia di tahun 2030. Salah satu upaya tersebut adalah membangun jejaring ekosistem Ekraf nasional melalui program PMK3I dengan produk jejaring kabupaten-kota kreatif Indonesia.

“Pengembangan ekonomi kreatif ke depan, bukan menjadi tanggung jawab dari pemerintah saja, akademisi saja, dan pelaku bisnis saja, tapi juga kerjasama di antara ABCG,” kata Dekan SBM-ITB Prof. Dr. Sudarso Kaderi Wiryono, DEA., saat membuka simpsoium tersebut.

Prof. Sudarso menyampaikan, pengembangan model ekosistem ekonomi kreatif menjadi sangat penting dilakukan di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Namun tidak lupa, harus sejalan dengan prinsip sustainability (berkelanjutan). “Mudah-mudahan simposium ini bisa memberikan manfaat yang besar, marilah kita saling bertukar pikiran, bertukar gagasan dan bertukar pengalaman, karena kita yakin ekonomi kreatif ke depan akan menjadi pendorong ekonomi nasional kita kedepan,” katanya.

Pada kesempatan tersebut, Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Santosa Sungkari juga memberikan keynote speaker mengenai upaya yang telah dilakukan Bekraf dalam menumbuhkan ekosistem ekonomi kreatif di Indonesia. Dia mengatakan, selama tiga tahun terakhir Bekraf telah meninjau 52 kabupaten/kota kreatif di Indonesia yang tujuannya bersama-sama dengan ABCG menentukan sub sektor yang menjadi unggulan. Misalnya di Kota Cimahi yang menjadi unggulan di bidang animasi, Kabupaten Bandung Barat dalam seni pertunjukkan, Kota Bandung dalam industri fashion.

Hari menambahkan, prinsip penting dalam membangun ekosistem ekonomi kreatif ialah teridentifikasi dan terbangunnya kolaborasi ABCG dan media. Juga tersambungnya rantai proses kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, dan konservasi.

“Kolaborasi ini juga saya mengharapkan terjalin antar daerah tetangga. Misalnya Bandung Barat punya seni pertunjukkan bisa ditampilkan di Bandung. Proses kreasi dan produksi di Garut, didistribusikan di Bandung, butuh animasi bisa dibantu di Cimahi. Jadi dalam membangun ekonomi kreatif, harus bisa melihat mana yang menjadi keunggulan daerah, tidak usah memaksakan ingin sama dengan daerah yang lain,” ujarnya.

Peserta simposium berasal dari perwakilan dari 18 kabupaten/kota dan dua provinsi serta beberapa pelaku ekonomi kreatif dari akademisi, bisnis, dan komunitas. Simposium tersebut dibagi dalam dua bagian yaitu pembahasan substansi searah tentang kondisi ekosistem ekraf di tingkat kabupaten dan regional dan bagian keduanya berupa workshop yang menghasilkan tiga output roadmap sebagaimana dijelaskan di depan. Diharapkan, melalui kegiatan ini dapat menghasilkan model yang akan ditindaklanjuti oleh para pelaku yang merasa membutuhkan dan mengolah sesuai dengan kebutuhan spesifik di kabupaten kota provinsi maupun sub sektor yang terkait.