Konsepkan Perumahan Fungsional, Tim ITB Raih Prestasi di UGM

Oleh Fatimah Larassati

Editor Fatimah Larassati

BANDUNG, itb.ac.id - Kolaborasi berbagai fokus ilmu pengetahuan tentu akan memunculkan ide-ide yang saling melengkapi berbagai kekurangan di dalamnya sehingga melahirkan suatu karya yang ideal terhadap tujuan awal dari penciptaannya. Kolaborasi ini diterapkan oleh tim dari ITB saat berpartisipasi dalam lomba Ecohouse Design Competition VI pada Minggu (23/05/15) di Universitas Gadjah Mada (UGM), DI Yogyakarta. Lomba desain perumahan sehat, layak, produktif secara mandiri, dan berkelanjutan (green living) yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (HMTS) UGM tahun ini mengangkat tema perumahan nelayan. Tim utusan ITB yang beranggotakan Aulia Syaffitri (Arsitektur 2012), Setianingtyas Permatasari (Arsitektur 2012), Mario Hartanto (Teknik Sipil 2012) dan Suyudi Akbari Habibi (Teknik Sipil 2012) berhasil meraih juara pertama pada kompetisi tersebut dan sekaligus membuktikan bahwa kolaborasi fokus keilmuan amatlah penting aplikasinya dalam kehidupan.

Integrated Modular Housing: Konsep Perumahan yang Fleksibel


Layaknya suatu kebutuhan pokok, kebutuhan papan atau kebutuhan tempat tinggal perlu mendapatkan perhatian khusus, baik dari segi fungsional tempat tinggal maupun dari segi kemampuan finansial dari pemilik rumah untuk membeli dan merawat rumah tinggalnya. Berangkat dari ide tersebut, tim ITB mengangkat sebuah konsep utama Integrated Modular Housing yang akan dikembangkan di Teluk Labuan, Banten. Konsep perumahan modular adalah suatu konsep yang menerapkan sistem blok sehingga jika kawasan perumahan ingin diperluas karena hanya perlu ditambah modul-modul baru kapanpun.

Model rumah yang dirancang adalah sejenis rumah panggung dua tingkat, yang lantai satunya berbahan bata dan beton, sedangkan lantai dua berbahan kayu. Penggunaan bahan kayu pada lantai dua bertujuan agar menekan harga unit rumah dan memudahkan pemilik rumah jika ingin meng-upgrade rumahnya secara gradual dalam kurun waktu lima belas tahun. ''Unit ini hanya rancangan rumah awal yang belum diapa-apain demi harga per unit yang terjangkau buat para nelayan yaitu sekitar empat puluh tiga juta serta fungsi rumah yang dapat terpenuhi. Kalau si pemilik rumah ingin mendesain rumah idamannya sendiri, nah bisa direhab tambahan dalam lima belas tahun kedepannya,'' ungkap Aulia, salah satu anggota dari tim tersebut.


Kawasan 4G (Green Water, Green Waste, Green Energy, dan Green Housing)

Ketika mengusung sebuah kawasan pemukiman terintegrasi, diperlukan lingkungan penunjang kawasan tersebut. Adanya lingkungan yang mendukung diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi investor, pengembang, ataupun nelayan sebagai pembeli. Skema lingkungan yang ditawarkan pada konsep perumahan ini adalah Green Water, Green Waste, Green Energy, dan Green Housing. ''Tujuan utama dari konsep kawasan 4G adalah terbentuknya permukiman yang dapat mendukung produktivitas nelayan,'' jelas Aulia.

Sesuai dengan namanya, konsep Green Water mengatur pengairan secara umum pada kawasan perumahan tersebut. Konsep ini terdiri dari komponen-komponen seperti bioretensi untuk menangkap air hujan, sumur akuifer injeksi untuk mengatasi kesulitan air bersih serta penerapan teknologi kembangan ITB yang dapat mengkonversi air kotor menjadi air bersih layak minum. Adapun konsep Green Waste diusung untuk mengatasi permasalahan sampah pada kawasan perumahan. Konsep ini ditunjang dengan fitur-fitur seperti septic-tank komunal yang mampu mengubah limbah rumah menjadi biogas serta bank sampah yang secara tidak langsung dapat menjadi sumber penghasilan tambahan bagi masyarakat sekitar. Kemudian ada konsep Green Energy yang mengaplikasikan energi alternatif seperti pemasangan sel surya dan turbin angin sebagai sumber pembangkit listrik. Terakhir adalah Green Housing yang memiliki fitur-fitur seperti penghawaan alami, pemanfaatan material lokal, dan desain rumah panggung sedemikian rupa sehingga mampu menampung air hujan.


Suka Duka dalam Keberjalanan Lomba

Bak kesuksesan yang acapkali diawali dengan hambatan, demikian juga kemenangan yang diperoleh oleh Aulia dan kawan-kawan. "Proses seleksi awal kita agak terhambat karena berbeda jurusan sehingga jadwalnya sering tidak cocok," tutur Aulia. Namun hambatan tersebut tidak menyurutkan semangat kelompok, justru menjadi pendorong untuk bekerja lebih efisien dan memanfaatkan waktu saat kumpul sebaik mungkin. Aulia juga tak menampik bahwa kemudahan demi kemudahan yang didapatkan oleh timnya membawa pada kemenangan yang tak terduga.

Aulia mengakui bahwa kemenangan yang diperoleh tak lepas dari perbedaan yang dibuat oleh tim utusan ITB. Perbedaan tersebut adalah seperti diversitas fokus keilmuan dalam komposisi kelompok dan konsep realistis yang ditawarkan. "Kita mengedepankan fungsional dan keterjangkauan harga dari rumahnya, ditambah komposisi kelompok yang saling melengkapi," tutup Aulia.

 

Sumber dokumentasi: Aulia Syaffitri (Arsitektur 2012).