Konvensi Kampus IV dan Temu Tahunan ke-10 Forum Rektor Indonesia
Oleh
Editor
BANDUNG, itb.ac.id - Konvensi Kampus IV dan Temu Tahunan ke-10 Forum Rektor Indonesia (FRI) akan dilaksanakan di Institut Teknologi Bandung pada tanggal 16-17 Juli 2007. Dalam acara Konvensi Kampus IV yang dijadwalkan pada hari Senin (16/7) dan dilanjutkan setengah hari pada hari pada Selasa (17/7), akan dibahas hasil kerja dan rekomendasi dari 7 Kelompok Kerja, dan juga akan dibahas mengenai Visi Bangsa yang digunakan untuk memandu perjalanan bangsa Indonesia supaya mampu menempatkan dirinya sejajar dengan bangsa-bangsa yang telah maju di dunia. Dalam acara Temu Tahunan ke-10 yang akan dilaksanakan dengan mengambil waktu setengah hari, yaitu pada Selasa (17/7) dijadwalkan kegiatan sebagai berikut: Pertanggungjawaban Pengurus FRI Periode 2006-2007, Serah Terima Jabatan dari Ketua FRI Periode 2006-2007 kepada Ketua FRI Periode 2007-2008, Pengesahan Dewan Pertimbangan FRI Periode 2007-2008, Program Kerja FRI Periode 2007-2008, Pemilihan Ketua FRI Periode 2008-2009, Pembacaan Deklarasi FRI, dan Konferensi Pers.
FRI sendiri dibentuk tahun 1998, dan setiap tahunnya FRI melakukan pergantian ketua sekaligus dilaksanakan Temu Tahunan. Periode 2006-2007 yang lalu Ketua FRI dipegang oleh Prof. Sofian Effendi mantan Rektor UGM.
“Pada saat FRI dibentuk, tujuannya adalah bagaimana kita bisa memberikan suatu pembaruan kepada Indonesia, namun ternyata sampai saat ini Indonesia belum banyak mengalami pembaruan. Ini pokok permasalahan yang kita hadapi, setelah melakukan diskusi, mungkin ini disebabkan oleh krisis multidimensi, akibatnya orang jadi banyak yg pesimis,” menurut Rektor ITB, Djoko Santoso, yang ditemui pada saat Konferensi Pers terkait dengan pelaksanaan FRI di Ruang Rapim A ITB, Jumat (13/7) lalu. “Sejak tiga tahun yang lalu FRI mengadakan 2 bentuk kegiatan, yaitu Konvensi Kampus dan Temu Tahunan. Oleh karena itu kita, FRI, mencoba membentuk suatu ‘gerakan baru’ bertema Dengan Optimisme Baru Merealisasikan Visi Bangsa,” tambah Djoko.
“Tolong dicatat, orang yang optimis opportunity-nya lebih banyak, kalo orang pesimis opportunity-nya lebih sedikit. Apa yang hilang dari kita yaitu kepercayaan, sekarang bagaimana kita bisa membangkitkan kepercayaan kita. Cara untuk menempuhnya kita harus mengembangkan apa yang disebut dengan modal sosial. Kita harus bisa kerja sama, kerja sama yang produktif. Kita juga harus bisa menggalang kesetiakawanan secara nasional. Modal sosial antara lain kepercayaan, saling pengertian, tata nilai (values), kebiasaan baik (smart habit). Ada 8 hal yg berperan menjaga modal sosial: ikatan sosial harus dirawat, menggerakkan modal social sehingga menjadi kinerja masyarakat, memacu kepedulian, kearifan lokal, kepekaan sosial, optimisme dan kejujuran, kewirausahaan, bagaimana kita menggerakkan dialog. Tanggung jawab social juga harus dikembangkan: ikhlas, gotong royong, saling menyayangi, kejujuran. Kita juga harus bentuk jaring kerja sama ekonomi, ini menjadi hal yang fundamental. Inilah berbagai hal yang akan dibahas dalam Konvensi Kampus IV dan Temu Tahunan ke-10. Pembicaraannya sendiri nanti akan mencakup Pembangunan Ekonomi dan Pendidikan, kemudian Aparatur Negara dan Konstitusi. Dari dua aspek itu, nanti akan ada beberapa sidang-sidang kelompok untuk mempertajam masalah,” tutur Rektor ITB yang akan menjabat sebagai Ketua FRI Periode 2007-2008.
Dalam FRI ini, mengapa pendidikan banyak dibahas? Rektor ITB menjelaskan, ” Pendidikan kita memang bermasalah, buktinya negara kita tidak maju. Biasanya negara yang sekolahnya sudah baik, lebih sempitnya lagi ketatapamongan dan proses sekolahnya sudah lebih baik, pemerintah dan negaranya pasti baik. Sekarang kalo kita masuk ke area perguruan tinggi, apa bisa bersaing secara global? Jawabannya ada secara kuantitatif. Kita punya sekitar 2800an perguruan tinggi, sementara yang tercatat masuk peringkat 500 dunia cuma 4, yaitu UI, ITB, UGM, UNDIP.” Lalu bagaimana? “Kita harus optimis, kita distribusikan mutu dengan baik. Sekolah itu susah, dan memang harus susah. Kalau gampang bukan sekolah namanya. Kalau mau gampang, saya kasih saja ijasah tapi cap jempol saya, bukan cap gajah duduk (ITB, red.),” kata Rektor ITB sambil berkelakar. “Untuk masuk kelas dunia ada standarnya. Nah, kalau tidak dibarengi dengan rasa optimis dan sadar akan mutu, itu semua susah dicapai.”
FRI sendiri dibentuk tahun 1998, dan setiap tahunnya FRI melakukan pergantian ketua sekaligus dilaksanakan Temu Tahunan. Periode 2006-2007 yang lalu Ketua FRI dipegang oleh Prof. Sofian Effendi mantan Rektor UGM.
“Pada saat FRI dibentuk, tujuannya adalah bagaimana kita bisa memberikan suatu pembaruan kepada Indonesia, namun ternyata sampai saat ini Indonesia belum banyak mengalami pembaruan. Ini pokok permasalahan yang kita hadapi, setelah melakukan diskusi, mungkin ini disebabkan oleh krisis multidimensi, akibatnya orang jadi banyak yg pesimis,” menurut Rektor ITB, Djoko Santoso, yang ditemui pada saat Konferensi Pers terkait dengan pelaksanaan FRI di Ruang Rapim A ITB, Jumat (13/7) lalu. “Sejak tiga tahun yang lalu FRI mengadakan 2 bentuk kegiatan, yaitu Konvensi Kampus dan Temu Tahunan. Oleh karena itu kita, FRI, mencoba membentuk suatu ‘gerakan baru’ bertema Dengan Optimisme Baru Merealisasikan Visi Bangsa,” tambah Djoko.
“Tolong dicatat, orang yang optimis opportunity-nya lebih banyak, kalo orang pesimis opportunity-nya lebih sedikit. Apa yang hilang dari kita yaitu kepercayaan, sekarang bagaimana kita bisa membangkitkan kepercayaan kita. Cara untuk menempuhnya kita harus mengembangkan apa yang disebut dengan modal sosial. Kita harus bisa kerja sama, kerja sama yang produktif. Kita juga harus bisa menggalang kesetiakawanan secara nasional. Modal sosial antara lain kepercayaan, saling pengertian, tata nilai (values), kebiasaan baik (smart habit). Ada 8 hal yg berperan menjaga modal sosial: ikatan sosial harus dirawat, menggerakkan modal social sehingga menjadi kinerja masyarakat, memacu kepedulian, kearifan lokal, kepekaan sosial, optimisme dan kejujuran, kewirausahaan, bagaimana kita menggerakkan dialog. Tanggung jawab social juga harus dikembangkan: ikhlas, gotong royong, saling menyayangi, kejujuran. Kita juga harus bentuk jaring kerja sama ekonomi, ini menjadi hal yang fundamental. Inilah berbagai hal yang akan dibahas dalam Konvensi Kampus IV dan Temu Tahunan ke-10. Pembicaraannya sendiri nanti akan mencakup Pembangunan Ekonomi dan Pendidikan, kemudian Aparatur Negara dan Konstitusi. Dari dua aspek itu, nanti akan ada beberapa sidang-sidang kelompok untuk mempertajam masalah,” tutur Rektor ITB yang akan menjabat sebagai Ketua FRI Periode 2007-2008.
Dalam FRI ini, mengapa pendidikan banyak dibahas? Rektor ITB menjelaskan, ” Pendidikan kita memang bermasalah, buktinya negara kita tidak maju. Biasanya negara yang sekolahnya sudah baik, lebih sempitnya lagi ketatapamongan dan proses sekolahnya sudah lebih baik, pemerintah dan negaranya pasti baik. Sekarang kalo kita masuk ke area perguruan tinggi, apa bisa bersaing secara global? Jawabannya ada secara kuantitatif. Kita punya sekitar 2800an perguruan tinggi, sementara yang tercatat masuk peringkat 500 dunia cuma 4, yaitu UI, ITB, UGM, UNDIP.” Lalu bagaimana? “Kita harus optimis, kita distribusikan mutu dengan baik. Sekolah itu susah, dan memang harus susah. Kalau gampang bukan sekolah namanya. Kalau mau gampang, saya kasih saja ijasah tapi cap jempol saya, bukan cap gajah duduk (ITB, red.),” kata Rektor ITB sambil berkelakar. “Untuk masuk kelas dunia ada standarnya. Nah, kalau tidak dibarengi dengan rasa optimis dan sadar akan mutu, itu semua susah dicapai.”