Kuliah Tamu SITH ITB Angkat Isu Lanskap Pertanian Berkelanjutan

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

BANDUNG, itb.ac.id — Program Studi Rekayasa Pertanian, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan kuliah tamu BW3201 Pengelolaan Bentang Alam Terpadu secara daring, Selasa (5/3/2024). Pemateri dalam kesempatan tersebut ialah Prof. Hadi Susilo Arifin, Ph.D., yang merupakan Kepala Divisi Manajemen Lanskap di Departemen Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor (IPB). Prof. Hadi memberikan materi kuliah kepada mahasiswa dengan topik “Peran Lanskap Pertanian dalam Mendukung Sustainable Development Goals (SDGs)”.

Berbicara tentang pertanian, perkembangan teknologi dan keilmuan dalam beberapa dekade terakhir telah berhasil mengubah paradigma pertanian yang dulunya sering dipandang sebelah mata. Pergeseran ini kemudian juga mempengaruhi lanskap pertanian yang ada hingga sekarang. Menurut Prof. Hadi, lanskap pertanian tidak dapat dipisahkan dari konsepsi lanskap terpadu, yakni perencanaan, perancangan, dan pengelolaan kawasan berdasarkan ekologi lanskap memegang peranan penting. Dalam hal ini, seluruh komponen yang ada di dalam lanskap pertanian seperti air, topografi, iklim, geologi, dan lain-lain turut diarahkan untuk mendukung kehidupan makhluk hidup di dalamnya.

“Dalam mempelajari lanskap terpadu kita perlu memahami bentang alam dan melihat dari sisi struktur, fungsi, dan dinamika lanskap,” tuturnya.

Lebih lanjut, Prof. Hadi memperkenalkan konsep bioregion, terutama pada lanskap agroekosistem yang merupakan kesatuan wilayah berdasarkan kesamaan karakteristik lanskap pertanian. Dalam konsep ini, suatu wilayah dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan fitur alaminya, yaitu hulu (upstream), tengah (middle stream), dan hilir (downstream). Berbagai macam aset ekosistem tersebar di dalam lanskap dan dapat dimanfaatkan melalui skema jasa ekosistem.

   

“Konsep jasa ekosistem dalam bioregion terkait dengan bagaimana hulu hingga hilir memiliki hubungan yang harmonis dalam menjaga tata ruang, elemen air, dan elemen hutan. Misal untuk air bisa berkelanjutan, maka hutan di hulu dan pertanian di tengah ditata sedemikian rupa untuk memanfaatkan air dengan sebaik-baiknya,” ujar beliau.

Jasa ekosistem pada lanskap pertanian atau sering disebut agroecosystem services dapat memiliki empat fungsi, yaitu penyediaan (provisioning), pengaturan (regulating), dukungan (supporting), dan kebudayaan (cultural). Provisioning adalah jasa penyediaan sumber daya fisik yang dapat memberikan manfaat langsung bagi manusia. Regulating adalah jasa ekosistem yang dilakukan oleh lingkungan untuk mengatur proses alami yang terjadi. Sementara itu, supporting adalah jasa ekosistem yang tidak memberikan manfaat langsung bagi manusia, tapi mampu mendukung keberjalanan fungsi dan vitalitas lingkungan. Terakhir, cultural adalah jasa ekosistem yang terkait dengan aspek budaya dan spiritualitas manusia.

Dengan banyaknya manfaat yang diberikan oleh lanskap pertanian, maka sudah menjadi sebuah kewajiban bagi manusia untuk menjaga keberlanjutannya sebagai upaya timbal balik. Keberlanjutan lanskap pertanian dapat diwujudkan melalui cara-cara pertanian yang inovatif dan ramah lingkungan. Prof. Hadi menyebut bahwa pertanian organik dan pertanian vertikal dengan instalasi bertingkat merupakan contoh yang sudah banyak diimplementasikan mulai skala rumah tangga.

   

“Mulai dari pekarangan kita sudah bisa bergerak menuju lanskap pertanian berkelanjutan,” tambahnya.

Dalam skala yang lebih luas, pertanian berkelanjutan dapat diwujudkan dengan dukungan teknologi dan keilmuan terkini. Produktivitas lanskap pertanian sangat mungkin ditingkatkan melalui penerapan teknologi dan metode bertani modern seperti smart agriculture dan urban farming.

“Pertanian dapat dilakukan di perkotaan dengan bantuan smart agriculture yang semuanya berbasis Internet of Things (IoT). Sekarang juga sudah banyak pertanian yang dilakukan secara vertikal di high-rise building untuk mempertahankan lanskap pertanian di lahan yang terbatas,” ujar Prof. Hadi.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)