Laporan Satgas ITB Peduli TPA Leuwigajah dan Sampah Bandung Raya (2)

Oleh Krisna Murti

Editor Krisna Murti

PROGRAM 4: Usulan outline teknis rehabilitasi dan reklamasi ex-TPA. Walau tidak difungsikan lagi, TPA tetap memiliki potensi menghasilkan dampak negatif. Karenanya, perlu ada upaya rehabilitasi, reklamasi, dan pemantauan terhadap kemungkinan buruk tersebut. Kemudian Satgas mengusulkan pembagian TPA menjadi tiga, yaitu area rekreasi, area pemrosesan daur-ulang sampah, dan area pengurugan/penimbunan sampah. Sebagai area rekreasi, area ini juga akan ditanami pepohonan, sehingga menjadi buffer zone. Diusulkan pula dibuat kolam pengolahan air lindi (air sampah). Area selanjutnya akan menjadi pusat kegiatan pemanfaatan longsoran sampah sebagai sumber kompos siap panen dan pengomposan sampah-sampah yang masih baru. Selain itu, sampah non hayati juga akan didaur ulang disini. Area ketiga masih dimanfaatkan sebagai TPA namun dengan kapasitas minimum serta menggunakan sistem sanitary landfill. PROGRAM 5: Sumbang saran pemikiran ke depan dalam pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan di Bandung raya. Kasus TPA Leuwigajah membuat banyak pihak menjadi sadar bahwa pengelolaan sampah tidak seharusnya dipandang sebelah mata. Utamanya untuk kawasan Bandung raya, diperlukan pengelolaan sampah yang efisien dan efektif. Untuk itu, perlu adanya perubahan sudut padnang, baik dari sisi kebijakan, strategi, maupun operasional pelaksanaannya. Satgas kemudian mengkaji konsep pengelolaan sampah untuk Bandung Raya. Selanjutnya, disusun strategi serta outline mengenai manajemen dan kebijakan pengelolaan sampah yang baik. Outline ini disusun dalam bentuk diagram alir pengelolaan sampah dan melibatkan berbagai proses, mulai dari pengumpulan dan pemilahan, sampai sistem komposting, landfilling, dan insinerasi. Keseluruhan program terakhir ini mengkerucut pada satu kesimpulan akhir, yaitu pengelolaan sampah terpadu bagi Bandung Raya. Kodya Bandung dan DPRD Provinsi Minim Respon Dua minggu setelah pelaporan, Satgas diundang rapat koordinasi dengan Pemda Kotamadya Cimahi. Pertemuan ini berujung pada presentasi Satgas berdasarkan bidang keahlian masing-masing mengenai rekomendasi Satgas terhadap TPA Leuwigajah. “Kami memang menawarkan diri ke berbagai pihak untuk melakukan presentasi dan konsultasi,” tutur Imam “Kotamadya Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kotamadya Cimahi.” Tiga pemerintahan daerah tersebut adalah pemegang kepentingan dalam bencana TPA. Secara geografis, TPA berada di wilayah Kotamadya Cimahi –persis di perbatasan. Namun, longsoran sampah TPA masuk hingga ke perkampungan di Kabupaten Bandung, mengakibatkan Kabupaten Bandung memiliki korban jiwa dan menderita kerugian finansial terbesar. Di sisi lain, hak pengelolaan TPA terbesar berada di tangan Kotamadya Bandung. Tiga hari setelah Rakor Pemda Kotamadya Cimahi, giliran Kabupaten Bandung melayangkan undangan. “Anehnya, sepertinya Kotamadya Bandung tidak tertarik atau tidak peduli. Saya tidak tahu. Yang jelas, mereka tidak pernah menghubungi Satgas.” Imam menambahkan bahwa pihaknya juga pernah dihubungi oleh seorang anggota DPRD Provinsi Jawa Barat yang menyatakan bahwa mungkin akan diadakan presentasi Satgas di hadapan para wakil rakyat ini. “Sampai sekarang saya gak pernah dihubungi lagi tuh.” Penelitian dan hasil laporan tim Satgas kemudian banyak dipakai oleh Tim Teknis yang berada di bawah wewenang Gubernur Jawa Barat langsung. Satgas menolak saat ditawari melebur dalam tim tersebut. “Kami mau berperan konsultatif saja,” ungkap Imam. Sukses Tapi Gak Ada yang Nyantol Saat ditanya mengenai keberhasilan Satgas, Imam menyatakan bahwa tugas Satgas rampung dengan baik. “Dulu kami targetkan tiga bulan selesai, tapi laporan akhir ini bahkan selesai dalam waktu 2,5 bulan,” kata Imam, “Selain itu, sudah 16 kopi laporan ini dikirimkan ke berbagai pihak yang berkepentingan.” Memang Imam mengakui bahwa Satgas hanya berperan sebagai guidelines teknis saja. “Kami hanya menjadi pointers dan terbatas pada masalah teknis.” Hanya saja, rasanya tidak ada tindak lanjut yang lebih jauh setelah kesuksesan ini. “Dari obrolan, muncul guyonan ‘Kok gak ada yang nyantol ya?” tutur Imam. Yang dimaksud dengan nyantol sebenarnya adalah ‘paket’ proyek yang ditawarkan kepada ITB. “Tapi tidak apa-apa. Keinginan mendapatkan proyek itu hanya sampingan.” “Mungkin orang masih takut berinvestasi di bidang persampahan,” kata Imam “Atau ada permasalahan di bidang birokrasi; mengingat ada tiga pemda sekaligus yang berkepentingan dalam bencana ini. Pokoknya, sampai sekarang ya belum ada yang menghubungi untuk tindak lanjut.” Wajar memang LPPM sedikit berharap adanya paket yang bisa dikerjakan oleh ITB karena hasilnya akan digunakan untuk mendanai kegiatan akademik ITB yang kini sudah menyandang sebutan Badan Hukum Milik Negara. “Tapi, bahwa ITB sudah menunjukkan kepeduliannya pada bencana ini dan bertindak, sudah merupakan kebanggaan bagi saya,” ungkap Imam.