Mahasiswa Teknik Geologi ITB Lakukan Geohumanism

Oleh Nur Huda Arif

Editor Nur Huda Arif

BANDUNG, itb.ac.id - Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi (GEA) ITB mengadakan kegiatanGeohumanism dengan tagline #SaveCitarum. Kegiatan yang dilakukan di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung (11-12/08/15) ini merupakan rangkaian darimasterplan kegiatan pengabdian masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi ITB selama tiga tahun terakhir. Pengabdian masyarakat ini berupaya mengatasi masalah banjir di hilir sungai Citarum yang kerap disebabkan rusaknya lingkungan di bagian hulu sungai tersebut.. Kegiatan ini juga memiliki tujuan untuk menerapkan ilmu yang didapatkan di bangku kuliah dalam memecahkan permasalahan tersebut, salah satunya adalah hidrogeologi dan mitigasi bencana geologi.
Pada tahun ketiga pelaksanaan Geohumanism ini, terdapat dua kegiatan besar yaitu pengembangan sistem pengolahan sampah di sekitaran desa dan survei kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Kegiatan survei DAS Citarum sendiri terdiri dari aktivitas pengujian kualitas dan kuantitas aliran sungai dan menganalisa faktor pencemar Sungai Citarum, yang mungkin disebabkan oleh proses sedimentasi (pendangkalan) atau ulah manusia (sampah atau limbah). Hasil survei ini menghasilkan data yang nantinya akan diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Bandung yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk langkah selanjutnya dalam mengurangi permasalah di hulu Sungai Citarum. Mengingat kompleksnya permasalahan ini, langkah yang komprehensif dari penyelesaian masalah ini membutuhkan dana yang tidak sedikit dan waktu yang lama.
Sampah yang dibuang ke lingkungan pastinya akan minumbulkan masalah, mulai dari lingkungan menjadi kotor, timbulnya sumber penyakit, termasuk menjadi penyebab terjadinya banjir jika dibuang begitu saja ke sungai. Hal tersebut terjadi di daerah hulu Sungai Citarum dimana masih banyak warga yang membuang sampah sembarangan. Terlebih fasilitas penampungan dan pengolahan sampah di hulu Sungai Citarum khususnya Desa Tarumajaya masih sangat minim. Berangkat dari masalah tersebut, GEA membangun sistem pemilahan dan pengolahan sampah dengan harapan dapat mengurangi masalah lingkungan  yang disebabkan sampah yang tidak dikelola dengan baik. Untuk progam pemilahan dan pengolahan sampah ini, GEA menggandeng Ikatan Remaja Masjid (Irmas) daerah setempat sebagai pihak pengelola sistem pemilahan dan pengolahan sampah di Desa Tarumajaya ini sehingga peran warga juga dilibatkan dalam pembangunan sistem ini.
Sampah dalam sistem ini dipisahkan menjadi tiga golongan, yaitu sampah pertanian (tomat, kentang, atau hasil pertanian lainnya yang telah membusuk), sampah non-organik yang tidak laku dijual (contohnya plastik), dan sampah non-organik yang laku dijual (botol, kaca, logam, dan sebagainya). Irmas sebelumnya sudah mendapatkan pembekalan untuk mengurusi keberjalaan sistem ini. Nantinya akan diambil sampah yang telah dipilah warga, karung warna hijau untuk sampah pertanian, karung warna merah untuk sampah non-organik yang tidak laku dijual, dan karung warna biru untuk sampah non organik yang laku dijual. Karung-karung ini diletakan di setiap rumah warga yang berjumlah 2500-an KK (kepala keluarga) dan satu tempat penampung sampah besar diletakkan di tepi lahan pertanian. Irmas yang terdiri dari 20 orang ini nantinya akan mendapatkan penghasilan dari iuran bulanan warga sebesar Rp. 3.000,00/KK dan hasil penjualan sampah yang laku dijual, sehingga diharapkan dapat membuka sedikit lapangan pekerjaan baru.
Sampah pertanian (organik) nantinya akan dijual ke Satdalang yang merupakan pasar penerima sampah daur ulang. Untuk sampah non-organik, seperti besi dan kaca yang laku dijual akan dipasarkan ke tengkulak yang sudah ada, sedangkan sampah non-organik yang tidak laku dijual dikumpulkan dan diangkut oleh truk sampah pemerintah. Mahasiswa-mahasiswi teknik geologi yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini berjumlah 60 orang dan mereka tinggal di rumah penduduk agar dapat mengetahui kondisi aktual yang terjadi di masyarkat secara langsung. Firdaus Abdullah Rosyid selaku Ketua Pelaksana Geohumanism 2015 mengatakan, "Besar harapan dari kami supaya sistem yang telah dibangun dapat diteruskan oleh warga dan menjadikan contoh untuk daerah lainnya, mengingat progam ini baru dilakukan pada satu dusun. Selain itu, adanya peran pemerintah dan lembaga terkait semoga bisa mendukung dan memberikan bantuan fasilitas karena sistem ini memerlukan penggembangan dan dukungan agar tetap bisa berlanjut. Geohumanism, We Care for Society".