Lestarikan Warisan Musik Indonesia melalui Pagelaran Angklung ITB 2013
Oleh Medhira Handinidevi
Editor Medhira Handinidevi
"Pagelaran dilaksanakan bulan ini untuk memperingati diakuinya angklung oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia pada 18 November 2010 yang lalu," ujar Hilda Nur Azizah, ketua panitia pagelaran ini.Harus diakui, angklung yang notabene merupakan musik tradisional Indonesia memang kurang diapresiasi di negerinya sendiri. Padahal, angklung adalah ekspresi budaya Sunda asli yang menggambarkan semangat kebersamaan, berbeda dengan alat musik barat. Oleh karena itu, melalui pagelaran ini, KPA ITB ingin mengajak masyarakat umum dan mahasiswa ITB, khususnya, untuk lebih peduli dan mengapresiasi alat musik yang terbuat dari bambu ini.
Expo yang bertempat di lapangan Campus Centre Barat menampilkan bermacam-macam angklung dari masa ke masa. Mulai dari angklung buhun yang hanya dipakai dulu saat ritual panen, angklung toel yang dimainkan seperti piano, hingga angklung robot yang bisa bermain secara otomatis. Ada juga booth yang menunjukkan eksistensi angklung di luar negeri dalam bentuk komunitas - komunitas angklung. Pengunjung juga bisa belajar langsung bermain angklung di booth pelatihan dan conducting angklung. Tidak hanya itu, alunan angklung di panggung dari beberapa kelompok angklung juga turut menghibur pengunjung.
Sementara itu, acara talkshow di Auditorium Campus Centre Timur juga berlangsung menarik dengan mengangkat dua materi. Materi pertama, yaitu "Angklung dan Teknologi", disampaikan oleh Eko Mursito Budi, dosen Fisika Teknik ITB yang menciptakan angklung robot (Klungbot). Bersama Asep Suhada, arranger musik angklung, beliau membuat Klungbot ini untuk membantu aransemen lagu pada angklung serta sebagai promosi budaya angklung itu sendiri.
Maulana Syuhada mengisi materi talkshow kedua tentang "Angklung Mancanegara". Lulusan Teknik Industri ITB tahun 2001 ini menceritakan pengalamannya dalam mempopulerkan angklung saat berkuliah di luar negeri. Di Jerman dia mendirikan grup angklung kampus di Technische Universitaet Hamburg-Harburg. Isinya adalah mahasiswa-mahasiswa asing dari berbagai negara yang tertarik bermain angklung untuk pertunjukan di kampus. Lalu, Maulana melanjutkannya di Inggris dengan mengisi ekstrakurikuler angklung secara sukarela di sebuah high school di Lancaster.
Terakhir, diadakan workshop proses pembuatan angklung yang diisi oleh Handiman Diratmasasmita. Beliau adalah seorang pengrajin angklung di Bandung. Peserta dikenalkan tahapan membuat angklung dari bambu. Menariknya, angklung yang telah dibuat oleh peserta bisa dibawa pulang sebagai kenangan dari rangkaian acara ini.
Oleh : Bayu Rian Ardiyansyah