LKM VIII ITB: Pemimpin yang Berjiwa Sosial Tinggi Harus Memiliki Empati

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG,itb.ac.id – Direktorat Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan Latihan Kepemimpinan Mahasiswa (LKM) VIII ITB 2021. Webinar yang mengusung tema “Membentuk Karakter Pemimpin yang Berjiwa Sosial Tinggi” ini diisi oleh Irfan Amali, Co-founder & Executive Director Peace Generation Indonesia.

Irfan memulai penjelasannya dengan memberikan mentimeter ke peserta LKM dan membahas sejarah tentang Bung Hatta yang memimpikan sepatu Bally. Bung Hatta tidak meminta ataupun membeli ke toko meskipun dia orang hebat, tetapi menggunting koran yang menampilkan sepatu tersebut dan memasukkannya ke dalam saku.

Dia berkisah beberapa cerita bapak-bapak bangsa seperti Soekarno, Buya Hamka, Ki Bagus Hadikusumo, dan terakhir kisah M. Nasir. Dari cerita ini menggambarkan bahwa bapak-bapak bangsa ini tidak hanya memiliki kualitas kepemimpinan tetapi juga memiliki jiwa sosial.

Kemudian Irfan memulai pemaparannya mengenai definisi jiwa sosial yang ia definisikan menjadi tiga hal, yaitu kolaborasi, berpikir kritis, dan empati. Dua di antaranya masuk ke dalam empat kemampuan yang paling dibutuhkan di abad ke-21 yaitu kolaborasi dan berpikir kritis.

Beliau menjelaskan bahwa di abad ke-21 ini kolaborasi adalah kompetisi yang baru. “Kita sudah dijejali jiwa kompetisi sejak lama,” tutur beliau. Hal ini sudah terbukti dengan pendapatan suatu perusahaan startup yang bergerak di bidang transportasi lebih besar dari maskapai penerbangan Indonesia. “Dalam kolaborasi ini kita tidak melihat mine dan yours, tapi kita melihat ours,” ujar peraih penghargaan Top 6 of ASEAN Social Impact Award dari Ashoka Singapore pada 2018 lalu.

Setelah itu Irfan membahas tentang berpikir kritis. Banyak negara-negara maju di dunia yang masih memiliki masalah dalam hal berpikir kritis sehingga membuat mereka menjadi konservatif. Tanpa berpikir kritis, seseorang akan berpikiran sempit dan keputusan yang dibuat menjadi tidak relevan dan tidak adil. Penting untuk melihat suatu hal dari berbagai sisi.
Selanjutnya beliau membahas tentang empati. Empati ada dua jenis yaitu empati afektif untuk merasakan emosi orang lain dan empati kognitif untuk mengetahui apa yang orang lain pikirkan dan yakini.

Di saat pandemi ini banyak sekali media yang mengumumkan kekayaan bukan mengumumkan sisi baiknya. Pengumuman tersebut seperti 10 orang dengan donasi terbanyak di dunia saat pandemi dan lain-lain. Hal ini tentu seharusnya tidak perlu dilakukan. “Tidak perlu menjadi pemimpin untuk melakukan empati, orang biasa juga bisa melakukan empati,” tutur beliau. Oleh karena itu, katanya, menjadi pemimpin yang berjiwa sosial tinggi harus memiliki rasa empati.

Reporter : Kevin Agriva Ginting, Teknik Geodesi dan Geomatika 2020