Maen Gedhe: Maknai Perjuangan di Balik Lahirnya Kampus ITB

Oleh Bayu Rian Ardiyansyah

Editor Bayu Rian Ardiyansyah

BANDUNG, itb.ac.id - Ada banyak cara untuk menyampaikan kritikan dan pesan moral terhadap isu-isu tertentu dalam bentuk yang ringan dan mudah dicerna, salah satunya melalui pementasan seni drama dan tari. Hal itulah yang berusaha dilakukan oleh Paguyuban Seni Budaya Jawa Timuran atau lebih dikenal dengan nama Loedroek ITB melalui pementasan Maen Gedhe. Pementasan yang biasanya digelar tiap menjelang akhir semester ini, kali ini diselenggarakan di Aula Barat ITB pada Minggu (30/11/14) dengan mengangkat judul "Mbatang: Mbabad Tanah Ganesha".
Seperti pembukaan pertunjukan ludruk pada umumnya, setiap pementasan Maen Gedhe juga menampilkan tari Remo sebagai pembukaan. Tari yang berasal dari Jawa Timur ini pada jaman dahulu merupakan tarian penyambutan tamu-tamu kehormatan kerajaan. Kidungan atau seni berbalas pantun yang diiringi musik gamelan Jawa menjadi acara selanjutnya yang mulai menarik perhatian penonton melalui sindiran halus yang diselipkan ke dalam pantun-pantunnya. Setelah itu, giliran Dharma Wanita yang menampilkan kelucuan beberapa pemain pria yang berdandan wanita. Dengan tingkah lakunya di atas panggung, mereka sukses mengundang gelak tawa penonton dengan lagu gubahan mereka sendiri yang banyak menceritakan dunia kampus.

Barulah setelah itu tiba saatnya untuk pertunjukan utama Maen Gedhe yang telah ditunggu-tunggu ratusan penonton yang hadir. Pementasan kali ini mengisahkan tentang perjuangan pra kemerdekaan Indonesia yang bermula dari pergerakan seorang Abdul Muis. Keinginannya untuk mendirikan sebuah sekolah di Hindia Belanda menjadi cikal bakal lahirnya ITB. Akhirnya, Abdul Muis pun ditangkap oleh Belanda dan mewariskan perjuangannya kepada Soekarno untuk membawa Indonesia menuju gerbang kemerdekaan.

Hal yang selalu berhasil membuat Maen Gedhe menjadi salah satu hiburan favorit bagi mahasiswa adalah kecerdasan para pemainnya dalam memasukkan sindiran-sindiran halus ke dalam alur cerita yang dibangun. Isi  sindiran yang dilontarkan kebanyakan terkait isu-isu terkini di kampus, mulai dari budaya himpunan, peraturan kampus, kebiasaan mahasiswa, hingga yang berkaitan dengan instansi tertentu. Menariknya, di balik guyonan yang bertebaran di setiap adegan, selalu ada pesan moral mendalam yang ditujukan untuk mahasiswa di penghujung pementasan.

"Setiap orang mempunyai pilihan untuk dirinya sendiri. Ada yang asyik dengan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan yang lain. Aku tahu mereka semua pasti ingin sukses, namun bangsa ini butuh merdeka dan Anda adalah penentu perjuangan menuju gerbang kemederkaan. Itulah tugas kalian sebagai mahasiswa. Pikirkan tujuan kalian sekali lagi karena institut ini tidak didirikan kecuali untuk membuat bangsa ini lebih bermartabat," pesan tokoh Soekarno yang diperankan oleh Arif Eka Prasetya (Teknik Elektro 2012) menutup pementasan Maen Gedhe kali ini.