Mahasiswa ITB Ajarkan Pembuatan Alat Desalinasi dan Filtrasi Air Laut di Daerah Banjir Rob

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

Pekalongan, itb.ac.id—Banjir rob merupakan bencana rutin yang menenggelamkan pesisir utara Jawa Tengah, salah satunya di Kelurahan Degayu, Kecamatan Pekalongan Utara. Akibatnya, masyarakat setempat dipaksa terbiasa memanfaatkan air payau yang lengket dan dapat membuat gatal-gatal untuk kebutuhan sehari-hari.

Melihat permasalahan tersebut, Tim Peduli Pesisir ITB terdorong untuk melakukan pengabdian masyarakat (pengmas) pembuatan alat desalinasi dan filtrasi air laut. Pengmas ini mendapat sokongan dan bantuan dana sepenuhnya dari Direktorat Kemahasiswaan ITB.

Desalinasi merupakan proses pengurangan kadar garam berlebih pada air sementara filtrasi merupakan proses membuang zat yang tidak diperlukan pada air, seperti sedimen, rasa, dan bau, untuk menghasilkan air yang lebih baik.

Pembuatan alat desalinasi dan filtrasi menggunakan alat dan bahan yang terjangkau dan mudah ditemukan masyarakat. Bahan alat desalinasi yang diperlukan adalah kayu sengon, plastik mika, pipa ukuran 2 inci, dan plastik mulsa.

Kayu sengon yang digunakan dirangkai hingga menyusun empat tingkatan tangga yang diberi dinding di bagian sampingnya. Selanjutnya, plastik mulsa direkatkan di setiap bagian anak tangga sehingga air yang dimasukkan tidak akan merembes ke kayu sengon. Langkah terakhir adalah memberikan tutupan plastik mika. Harga per alatnya berkisar Rp300.000 dan dapat lebih murah jika menggunakan kayu bekas.

“Konsep alat yang kami usung ini mengandalkan evaporasi. Alat ini mampu menampung 20 L air. Cara kerjanya, air payau atau asin yang dimasukkan ke dalamnya akan dijemur di bawah terik matahari. Ketika proses penguapan terjadi, garam yang memiliki massa lebih berat akan tertinggal di plastik mulsa sementara air murni akan menguap dan menempel pada bagian dalam plastik mika. Karena plastik mika memiliki kemiringan, air bebas garam tadi akan turun ke wadah penampungan,” papar Filan Muhammad, salah satu anggota tim Pengmas ITB, penanggung jawab pembuatan alat ini.

Mahasiswa Oseanografi itu menyebutkan, jumlah air tawar yang dikeluarkan adalah 40% dari total air yang dimasukkan. Proses desalinasi ini bergantung pada intensitas cahaya matahari yang diberikan. Kelurahan Degayu merupakan wilayah yang cocok untuk tempat uji coba alat ini karena memiliki curah hujan yang rendah dan memiliki suhu panas khas daerah pesisir. Air yang dihasilkan mampu digunakan masyarakat untuk mandi.

“Air yang dihasilkan benar-benar murni H2O tanpa mineral apapun. Oleh karena itu, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk kelayakannya sebagai air minum,” tambah Salwa Azharelfa, anggota tim lainnya.

Sementara alat filtrasi yang dibuat, menggunakan beberapa lapis penyaring. Lapisan tersebut berturut-turut dari atas adalah spons–zeolite/manganese–spons–arang–spons–silika–spons– sabut kelapa–spons.

“Zeolite/manganese berguna untuk menyerap kation logam berat. Sedangkan arang untuk menyerap bau, menjernihkan air, dan menghilangkan kotoran. Kami memilih silika untuk mengurangi padatan tersuspensi pada air dan menjadikan sabut kelapa sebagai penyaring kotoran pada air,” ungkap Ketua Tim Peduli Pesisir ITB, Riyadi Zakia (OS 20).

Pembuatan alat filtrasi tersebut hanya memakan biaya kurang lebih Rp50.000. Pengaplikasiannya dapat diletakkan pada jalur air dari tandon air setiap rumah sehingga dapat digunakan langsung. Setelah diuji menggunakan water quality meter, air hasil filtrasi memiliki tingkat kekeruhan yang lebih rendah dan penurunan pH mencapai 0,06.

Tim Peduli Pesisir ITB tidak hanya menjelaskan cara kerja alat, tetapi turut mengajak masyarakat setempat untuk bersama-sama praktik membuat alatnya. Masyarakat berduyun-duyun ikut membuat dua alat tersebut. “Kami berharap transfer ilmu yang dilakukan oleh mahasiswa ITB ini dapat membantu meringankan permasalahan masyarakat Kelurahan Degayu. Semoga kedepannya alat ini bisa terus dikembangkan dan dapat dilakukan dalam skala masif,” harap Sella Lestari Nurmaulia, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing.

Acara yang digelar pada Jumat (24/22/2022) tersebut mampu menarik atensi berbagai pihak, seperti DPUPR Kota Pekalongan, Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (KEMITRAAN), dan Pemkot Kota Pekalongan.

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)