Rumah Adat Sasak Jadi Referensi ITB Mendesain Rumah Tahan Gempa Tradisional di Lombok

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


LOMBOK, itb.ac.id — Rumah tahan gempa tidak selalu harus modern. Pasca gempa 7,0 SR di Lombok Agustus lalu banyak rumah-rumah tembok rusak dan roboh. Rumah adat yang justru dibangun hanya dengan kayu dan bambu serta beratapkan alang-alang masih kokoh berdiri.

Fakta tersebut yang menginspirasi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (LPPM-ITB) bersama tim dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB melakukan riset untuk membuat desain kolaboratif rumah tahan gempa dengan konsep rumah adat setempat di Lombok, Nusa Tenggara Barat. 

Riset ini dimulai dengan survei dan pengukuran data awal rumah adat sebagai referensi desain selama 10 hari sejak tanggal 22-31 Desember 2018 di Dusun Semokan Ruak dan Dusun Sembage, Desa Sukadana,  Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. “Pasca gempa itu, masyarakat lebih senang membangun seperti ini (rumah adat),” jelas Kepala Dusun Semokan Ruak, Nulyangsi, kepada Reporter Kantor Berita ITB di Lombok. 

Rumah ada yang dimaksud adalah rumah Sasak. Rumah tersebut beralaskan tanah, memiliki pondasi dari kayu, dengan bilik dari anyaman bambu dan rotan yang disebut pager. Atapnya terbuat dari alang-alang, bukan genteng. Arsitektur rumah adat juga didesain khas dengan interior yang memiliki aturan-aturan tertentu.

Pada tahap awal riset ini, Tim ITB melakukan pengukuran dan penggambaran rumah adat setempat serta mendokumentasikannya dalam bentuk foto baik eksterior maupun interior. Keterangan tentang rumah adat juga dicari dari warga dan pemangku kepentingan di dusun Semokan Ruak dan Sembage. 



“Dua dusun ini dipilih karena memiliki dua karakteristik rumah adat yang berbeda. Nantinya, desain yang dibuat adalah desain kolaboratif antara tim ITB dengan masyarakat,” kata Eljihadi Alfin S.Ds, asisten dosen dari Kelompok Keilmuan Manusia dan Ruang Interior FSRD-ITB sekaligus anggota tim ITB untuk riset ini.

Proses desain awal dilaksanakan bersama masyarakat setempat dalam sesi survei ini. Sementara  pengembangan desain akan dilaksanakan di Bandung pasca survei. “Nanti akan dilaksanakan FGD (diskusi) bersama warga kembali setelah desain selesai. Kami harapkan nantinya ini jadi desain kolaboratif bersama masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan mereka,” pungkas Eljihadi.

*Laporan Reporter Kantor Berita ITB Nur Faiz Ramdhani dari Lombok