Mahasiswa ITB Tawarkan Inovasi Kosmetika Antikerut
Oleh Muhammad Hanif
Editor Muhammad Hanif
Berangkat dari tingginya kebutuhan kosmetika di tengah masyarakat khususnya bagi wanita, Angga mengamati jenis yang memberikan efek antikerut sedang tren di tengah masyarakat. Kemudian setelah dilakukan pengamatan terhadap komposisi kosmetika antikerut yang ada di pasaran, disimpulkan bahwa sebagian besar menggunakan ekstrak vitamin C sebagai bahan utamanya. Dari risetnya pendahuluannya ditemukan kandungan vitamin C dalam kosmetika berada dalam kondisi yang tidak stabil.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, Angga yang dibantu empat rekannya Stefanus Andry (Sains dan Teknologi Farmasi 2008), Aldy Aliyandi (Sains dan Teknologi Farmasi 2009), Fatimah Azzahra (Farmasi Klinik dan Komunitas 2009), dan Irma Noviani (Farmasi Klinik dan Komunitas 2010), mengusulkan penggunaan Natrium Askorbil Posfat (NAP). "NAP merupakan derivat (turunan) dari vitamin C dengan stabilitas yang lebih baik," papar Angga.
Dari berbagai uji yang dilakukan, NAP cenderung tidak berubah dibandingkan dengan vitamin C itu sendiri. Meski NAP kurang mampu menyerap kulit dengan baik karena bersifat hidrofil, mereka mengembangkan zat tersebut menjadi mikroemulsi, bentuk zat yang merupakan dispersi (penyebaran) dari fase minyak dan fase air. Dari pengembangan itu, NAP menjadi mudah terserap oleh kulit.
Ujicobakan pada Manusia
Berbagai tahap penelitian dilakukan, mulai optimasi basis, produksi sediaan, hingga evaluasi penelitian. "Serangkaian tahapan tersebut memakan waktu sekitar enam bulan," ujar Angga. Optimasi basis dan produksi sediaan dilakukan untuk memroduksi sampel hingga siap diuji. Selanjutnya, tahap evaluasi menjadi sangat penting karena keberhasilan hipotesis (dugaan) akan diuji. Tahap evaluasi sendiri dilakukan melalui tiga tahap yakni uji kualitas produk, uji iritasi, dan evaluasi in-situ video-dermatoscopy (VD).
Dua tahap evaluasi pertama dilakukan untuk menguji kualitas dan keamanan produk. Untuk melakukan uji ini digunakan kelinci percobaan. Dari penerapan mikroemulsi NAP pada punggung kelinci yang dicukur didapatkan hasil yang memuaskan. Sedangkan dari uji iritasi, positif tidak ditemukan efek iritasi pada mata kelinci yang telah dioleskan zat ini.
Setelah melalui kedua uji tersebut, barulah dilakukan percobaan kepada manusia. Percobaan ini dilakukan pada enam wanita diatas 40 tahun yang profesi sebagai karyawan kantor. Setiap hari selama tiga minggu objek diolesi emulsi tersebut pada bagian kulit yang sama kemudian dilakukan evaluasi tiap minggunya. Dari hasil uji video dermatoscopy didapatkan pengurangan kerutan pada keenam objek tersebut.
Sabet Juara Riset Mahasiswa
"Hasilnya belum bisa dianggap memiliki khasiat antikerut yang lebih baik dibandingkan kosmetik yang ada di pasaran. Padahal saya berharap, produk ini dapat digunakan di berbagai klinik kecantikan," ujar Angga. Namun, jika dibandingkan dengan kosmetika antikerut yang beredar, kosmetika buatan Angga diproduksi dengan komposisi zat yang lebih sedikit. Angga yang dibimbing oleh Dr. Sasanti T. Darijanto (dosen Sekolah Farmasi) menerangkan bahwa setidaknya ada 20 eksipien (zat penyusun) yang terkandung dalam kosmetika di pasaran dan biasanya diimpor dari luar negeri dengan harga yang cukup tinggi.
Walaupun belum bisa menyaingi produk kosmetika yang sudah ada, Angga dan tim yakin kosmetika dengan kandungan produk dalam negeri akan dapat bersaing dengan kosmetika hasil campuran produk impor. Riset yang Angga lakukan berbuah manis, mereka dianugerahi Juara 1 pada Tanoto Student Research Award (TSRA) ITB 2013. Angga yang bercita-cita menjadi CEO perusahaan kosmetika ini telah berupaya mengembangkan kosmetika dengan produk lokal yang tidak mengiritasi kulit, terdifusi dengan baik, serta berhasil mengurangi efek antikerut pada kulit meski belum signifikan.
Sumber foto: Rifa Nadia