Inovasi ITB Bantu Petani Kemiri Tingkatkan Kesejahteraan, Kolaborasi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

NUSA TENGGARA TIMUR, itb.ac.id - Institut Teknologi Bandung (ITB) membantu memecahkan masalah yang dihadapi petani kemiri di Desa Kuneman, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, melalui program Pengabdian Masyarakat Daerah 3T Indonesia Timur Kerjasama ITB dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia pada Juli–November 2023.

Kegiatan ini mencakup sosialisasi dan pelatihan teknologi tepat guna pengolahan biji kemiri serta penyerahan alat untuk membantu proses pemecahan biji kemiri dan pengolahan produk samping biji panen menjadi produk bernilai tambah.

Tim dari ITB terdiri atas dosen dan mahasiswa dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), yakni Dr. Muhammad Yusuf Abduh, M.T. sebagai ketua, Dr. Rijanti Rahaju Maulani, S.P., M.Si., dan Dr. Lili Melani, S.T., M.Sc., beserta Adela Damika Putri, S.T., M.Si., Anasya Rahmawati, S.T. dan Muhammad Zaki Arrazi.

   

Adapun Desa Kuneman merupakan salah satu desa penghasil biji kemiri. Penduduknya mengandalkan hasil budidaya kemiri sebagai salah satu mata pancaharian utama. Namun, tantangan yang dihadapi adalah kualitas biji kemiri yang kurang baik yang berdampak pada harga jual. Hal itu karena proses pasca panen masih dilakukan secara tradisional dan kurang optimal. Misalnya, proses pemecahan biji kemiri dilakukan tanpa proses sortasi dan perlakukan awal yang menyebabkan biji sulit untuk dipecahkan secara manual. Adapula biji yang pecah sehingga harganya jualnya lebih rendah dari harga pasar. Selain itu, produk samping sisa pengolahan kemiri seperti cangkang dan bungkil kemiri belum dimanfaatkan dengan baik.

Kegiatan sosialisasi yang dilakukan tim ITB bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan petani terkait proses pasca panen dan teknologi tepat guna pengolahan biji kemiri yang baik. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa Kuneman dan dihadiri Kepala Desa Kuneman, Bapak Kain Lauden serta warga Desa Kuneman.

   

Kegiatan sosialisasi dibagi menjadi tiga sesi. Dr. Rijanti menjelaskan terkait passca panen buah kemiri yang meliputi berbagai proses, yaitu pengupasan kulit buah, pengeringan biji, penyimpanan biji, sortasi biji, penyangraian, pemecahan cangkang biji, pengeringan daging biji, hingga sortasi dan pengemasan daging biji kemiri. Beliau menekankan biji kemiri yang tidak dikeringkan dengan baik dan masih memiliki kadar air yang relatif tinggi rentan berkurang kualitasnya saat proses penyimpanan, terutama jika disimpan pada waktu yang lama.

Sementara itu, Dr. Lili menjelaskan tentang kualitas biji kemiri yang dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Biji kemiri utuh, merupakan biji kemiri berkualitas baik dan dapat langsung dikemas untuk dipasarkan

2. Biji kemiri pecah adalah biji dengan bentuk yang tidak lagi utuh

3. Biji kemiri afkirs, adalah biji kemiri yang rusak karena berbagai faktor seperti biji yang berjamur, berserangga, berbau tengik, dan lainnya.

Dr. Lili mengimbau para petani lebih memerhatikan proses pasca panen biji kemiri untuk menghindari banyaknya biji yang pecah maupun rusak.

Dr. Yusuf menjelaskan bahwa biomassa atau produk samping pengolahan biji kemiri dapat divalorisasi menjadi beberapa jenis produk turunan, seperti briket cangkang kemiri sebagai bahan bakar alternatif, sabun mandi padat dengan penambahan arang aktif cangkang kemiri, minyak dari biji kemiri, dan tepung kemiri sebagai alternatif pakan dari sisa ampas ekstraksi biji kemiri.

Praktik Pelatihan

   

Selain sosialisasi, tim ITB melaksanakan praktik pasca panen biji kemiri yang baik serta pengolahan biji kemiri menggunakan teknologi tepat guna untuk menghasilkan berbagai bioproduk seperti minyak biji kemiri, briket cangkang kemiri, dan pakan ternak bungkil kemiri di kantor Kecamatan Alor Selatan. Pesertanya adalah warga Desa Kuneman secara khusus dan warga di sekitar kecamatan Alor Selatan.

Pelatihan diawali dengan dengan penyerahan rangkaian alat pengolahan biji kemiri kepada Bapak Kain Lauden yang turut disaksikan oleh Camat Alor Selatan, Bapak Imanuel Saldeng, S.H.

Dr. Yusuf menyampaikan bahwa pengeringan biji kemiri sangat diperlukan untuk mencegah rusaknya kemiri oleh cendawan atau serangga sebelum diproses lebih lanjut. Dengan rendahnya kadar air, biji kemiri dapat disimpan lebih lama sebelum digunakan.

Pengeringan biji kemiri dapat dilakukan dengan cara penjemuran di bawah panas matahari. Selama proses pengeringan, dapat dilakukan proses pembalikan biji agar keringnya merata dan dapat dibiarkan selama 3-7 hari agar kadar air biji dapat diturunkan dibawah 10%. Selama proses pengeringan, kadar air biji kemiri dapat diukur menggunakan alat pengukur kadar air yang dihibahkan oleh tim ITB.

Setelah itu, peserta ditunjukkan proses sortasi biji yang merupakan langkah penting dalam pengolahan selanjutnya. Sortasi biji kemiri dilakukan berdasarkan pada bentuk dan ukurannya. Biji yang dipisahkan adalah biji yang bentuknya tidak normal atau cacat karena serangan hama penyakit.

Berdasarkan ukurannya, biji disortasi menjadi tiga kategori yaitu kecil, sedang, dan besar. Ukuran biji ini akan memengaruhi sudut gaya yang diberikan pada alat pemecah cangkah biji yang dirancang oleh tim ITB.

Sebelum pemecahan cangkang, biji kemiri yang sudah disortir disangrai di atas tungku dengan api sedang. Penyangraian dilakukan sampai biji kemiri terasa panas selama kurang lebih 15 menit. Selama proses penyangraian, suhu biji kemiri dapat diukur menggunakan alat pengukur suhu yang dihibahkan oleh tim ITB. Biji yang sudah disangrai kemudian didinginkan menggunakan air dingin untuk memberikan efek kejut yang akan menghasilkan retakan secara alami sehingga biji kemiri akan lebih mudah terlepas dari cangkangnya.

Biji kemiri yang sudah disortir dan diberi perlakuan awal berupa penyangraian dan pendinginan dapat dipisahkan cangkangnya menggunakan alat sederhana yang dirancang oleh tim ITB atau menggunakan alat pemecah cangkang biji kemiri dengan bahan bakar minyak yang dihibahkan oleh tim ITB.

Daging biji kemiri yang sudah dipisahkan dari cangkangnya kemudian disortasi untuk memisahkan antara daring biji utuh, pecah, dan afkir. Daging biji utuh dapat dikemas sebelum dijual. Daging biji pecah dan afkir dapat dijual dengan harga yang lebih murah atau diproses lebih lanjut untuk menghasilkan minyak biji kemiri.

Sementara itu, proses ekstraksi minyak biji kemiri dapat dilakukan menggunakan alat pengempa manual yang dihibahkan oleh tim ITB dan didemonstrasikan secara langsung oleh Dr. Yusuf. Hasil ekstraksi tersebut berupa minyak kemiri serta ampas atau bungkil kemiri. Minyak kemiri kemudian dapat disaring hingga jernih dan dikemas. Adapun bungkil kemiri yang diperoleh sebelumnya dapat diolah menjadi pakan ternak dengan mencampurkan ampas kemiri, dedak, dan pakan komersial dengan perbandingan 60:25:15. Campuran tersebut diaduk dan dapat langsung diaplikasikan sebagai ternak seperti yang didemonstrasikan oleh Adela S.T., M.Si.

   

Dalam pelatihan juga ditunjukkan praktik pembuatan briket cangkang kemiri yang dimulai dengan pembakaran cangkang kemiri selama 30 menit hingga api menghasilkan asap yang banyak. Cangkang yang telah dibakar dihaluskan menggunakan lesung, kemudian disaring hingga didapatkan bubuk halus. Bubuk halus ini dicampurkan dengan tepung tapioka dengan perbandingan 1:5. Campuran ini kemudian dicetak menggunakan alat pencetak yang dihibahkan oleh tim ITB dan dikeringkan. Setelah kering briket cangkang kemiri dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk menggantikan arang dengan sifat yang lebih baik seperti yang didemonstrasikan oleh Dr. Lili dan dicoba secara langsung oleh warga dengan antusias.

Harapannya, kegiatan pelatihan dan pendampingan oleh tim ITB dapat membantu petani di Desa Kuneman mengatasi masalah biji kemiri yang kurang berkualitas dengan adanya praktik pasca panen yang baik, mulai dari tahapan pengeringan, sortasi, penyangraian, pendinginan, pemecahan cangkang dan pengemasan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan nilai jual biji kemiri. Selain itu, cangkang dan biji afkir yang dihasilkan selama proses pengolahan biji kemiri dapat divalorisasi menjadi minyak biji kemiri, pakan ternak dan briket sehingga dapat digunakan secara langsung oleh petani atau dapat dijual untuk meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan warga di di Desa Kuneman.