Mahasiswa TPSDA ITB Bawa Pulang Gelar Juara Kompetisi Bangunan Air Indonesia 2017

Oleh Muhammad Arief Ardiansyah

Editor Muhammad Arief Ardiansyah

JATINANGOR, itb.ac.id – Mahasiswa ITB kembali mencetak prestasi di level nasional. Prestasi tersebut kali ini dipersembahkan oleh para mahasiswa dari program studi Teknik Pengelolaan Sumber Daya Air (TPSDA). Dwiva Anbiya Taruna (TPSDA 2014), Reksa Kridawasesa (TPSDA 2013), dan Ridwan (TPSDA 2014) yang tergabung dalam tim Amreta Naraya baru-baru ini dinobatkan sebagai juara pertama dalam Kompetisi Bangunan Air Indonesia (KBAI) 2017. Tim yang dibimbing oleh Dr. Eng. Mohammad Farid dan Dr. Eng. Arno Adi Kuntoro ST, MT ini juga berhasil menyabet penghargaan maket terbaik dalam gelaran kompetisi yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Pengairan Universitas Brawijaya tersebut.

Dalam kompetisi tersebut, para peserta ditantang untuk menciptakan solusi dari masalah banjir yang kerap terjadi di Kampung Jodipan, Kota Malang, Jawa Timur. Banjir yang terjadi di area bantaran sungai ini disebabkan oleh banyaknya sampah dan limbah domestik yang memenuhi area sungai Brantas di kawasan kampung Jodipan. Oleh karena itu para peserta ditantang untuk mencari solusi yang efektif dan dapat diterapkan dalam jangka waktu yang cukup panjang agar permasalahan serupa tidak terulang kembali di kemudian hari.

Adapun dalam hal penanganan limbahnya, tim Amreta Naraya menawarkan solusi berupa bio-filter. Alat ini berisikan agen biologis yang mampu mengolah limbah secara bersamaan baik aerobik (dengan udara) maupun anaerobic (tanpa udara). Limbah yang telah diolah dari bio-filter ini selanjutnya diteruskan ke area lahan basah (wetlands) yang tersebar merata disepanjang alur sungai. Untuk mengetahui apakah sistem tersebut sudah berhasil mendegradasi limbah dilakukanlah pengukuran terhadap kadar BOD (Biological Oxygen Demand) dan TSS (Total Suspended Solid). BOD merupakan parameter yang menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengurai seluruh zat organik dalam air buangan. Sementara itu TSS merupakan parameter yang menunjukkan jumlah padatan yang tersuspensi didalam limbah. “Hasil pengukuran menunjukkan nilai BOD dan TSS dari limbah keluaran bio-filter sudah menunjukkan nilai yang memenuhi standar baku mutu. Nilai kedua parameter ini pun semakin baik setelah melewati wetland sehingga air bersih yang didapat bisa diteruskan kembali (infiltration) kedalam badan sungai.
Tim Amreta Naraya kemudian menawarkan beberapa upaya teknis dan non-teknis yang dapat dijadikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Upaya teknis yang pertama ditawarkan ialah pembuatan kolam retensi di bagian ujung kelokan sungai Brantas. Kolam retensi sendiri merupakan suatu bak atau kolam yang dibuat agar dapat meresapkan air secara sementara. “Jadi semisal ada debit banjir besar, airnya akan masuk ke kolam retensi secara alami tanpa perlu pompa,” jelas Reksa saat diwawancara pada Minggu (07/05/17) di Asrama ITB Jatinangor.

Selain upaya teknis diatas, tim Amreta Naraya juga menawarkan upaya-upaya non-teknis yang terdiri dari: (1) sistem pemberdayaan masyarakat, (2) peningkatan estetika sungai, (3) program bersih-bersih sungai, (4) apresiasi kepada masyarakat, dan (5) penegakkan peraturan di area bantaran sungai. Perpaduan upaya teknis dan non-teknis yang ditawarkan oleh tim Amreta Naraya ini diyakinkan dapat menjadi solusi bagi tiga permasalahan sekaligus yang mencakup pemukiman ilegal di area bantaran sungai, limbah domestik yang dibuang langsung kedalam sungai, dan tentunya banjir yang secara rutin terjadi di Kampung Jodipan. Alhasil tim ini pun berhasil keluar sebagai juara.

Dalam wawancaranya, Reksa (TPSDA 2013) menceritakan perjuangan timnya yang sangat berkesan selama mengikuti rangkaian perlombaan ini. “Soalnya kita waktu bikin proposalnya itu ketika UTS, terus finalnya juga ketika UAS,” tukas Reksa. Pagelaran final KBAI 2017 sendiri memang diselenggarakan pada tanggal 1 s/d 4 Mei 2017 sementara masa ujian akhir semester (UAS) di ITB dimulai dari tanggal 1 Mei 2017. “Itu pun pulang ke Bandung dapat pesawat pagi, sampai di Jatinangor setelah sholat Jum’at langsung UAS,” tutur Reksa yang langsung menjalani ujian sepulangnya dari Kota Malang. Meskipun begitu predikat juara pertama dan maket terbaik yang didapat tentu menjadi oleh-oleh yang indah serta tambahan motivasi bagi ketiganya untuk menghadapi ujian akhir semester didepan mata.

(Sumber foto: Dokumentasi Peserta)