Manfaat dan Dampak Limbah Kota sebagai Bahan Bakar Alternatif Berkelanjutan
Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
Ilustrasi pengelolaan sampah di Institut Teknologi Bandung
BANDUNG, itb.ac.id–Dalam upaya meningkatkan hubungan Pentahelix ABCGM (Academic, Business, Community, Government, dan Media), Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (KK PUL FTSL ITB) mengadakan webinar ke-9 bertema “Prospek Pemanfaatan Sampah Kota sebagai Bahan Bakar Alternatif menuju Pengelolaan yang Berkelanjutan”.
Acara ini dihadiri Prof.Dr.Ir. Enri Damanhuri, Prof. Ir. Puji Lestari, Ph.D., dan Ir. Lilik Unggul Raharjo, MBA. Sementara itu, Dr. Ir. Moch. Chaerul, S.T., M.T., bertugas sebagai moderator. Kegiatan ini dapat disaksikan lewat Zoom atau YouTube.
Tiga panelis memaparkan tentang potensi pemanfaatan limbah padat serta implementasinya terhadap berbagai sektor industri di Indonesia. Mereka membandingkan sistem penanganan sampah di Eropa dengan Indonesia yang masih kurang. Indonesia membutuhkan metode lain untuk menanggulangi permasalahan limbah. Contohnya program Waste-to-Energy (WtE).
Prof. Enri mengatakan bahwa sampah perkotaan, seperti limbah B3, biomas, maupun limbah padat dapat diolah sebagai bahan bakar di berbagai industri. Misalnya, sebagai boiler pembangkit listrik.
Pemakaian bahan-bahan tersebut sebagai energi alternatif dibagi menjadi dua metode, yakni co-firing (pembakaran dua bahan bakar berbeda pada saat bersamaan) dan co-processing (penggunaan limbah sebagai bahan baku atau sumber energi untuk menggantikan sumber daya alam dan bahan bakar fosil). Bahan bakar berbasis limbah juga diklasifikasi menjadi dua jenis: RDF (Refuse Derived Fuel) dan SRF (Solid Recovered Fuel).
Jika sampah kota mempunyai potensi pemanfaatan, maka bisa jadi ada potensi dampaknya. Dalam co-processing, beberapa manfaat dapat diperoleh dari penanganan dan upaya pemulihan energi atau bahan limbah yang tidak dapat didaur ulang. Limbah digunakan sebagai bahan AFR (Alternative Fuels and Raw Materials) dan mengurangi konsumsi sumber daya tak terbarukan, seperti bahan baku alam dan energi fosil dalam pemakaian bahan bakar.
Kebutuhan energi di industri semen sangat tinggi dengan 2,8—4,1 gigajoule per ton klinker. Secara konvensional, energi industri tersebut diperoleh dari batu bara. Namun, konsumsi energi tinggi ini mengakibatkan emisi gas rumah kaca tinggi berupa karbon dioksida. Untuk menurunkan emisi karbon dioksida, penggunaan co-processing diaplikasikan lewat penambahan AFR. Semakin besar penggunaan bahan bakar alternatif sebagai AFR, semakin rendah emisi karbon dioksida yang dikeluarkan.
Adapun pengecualian yang diingatkan oleh Prof. Puji adalah beberapa limbah terlalu berbahaya untuk co-prosessing. Risikonya merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat. Faktor lain yang menjadi persyaratan limbah dalam co-processing adalah batas kadar komponen tertentu di dalamnya.
Strategi keberlanjutan perusahaan sungguh penting dalam mengintegrasikan masalah ekonomi, lingkungan, dan sosial agar menghasilkan keunggulan kompetitif dan inovatif sebagai solusi yang mendukung kesejahteraan masyarakat. Contohnya adalah penggunaan bahan bakar alternatif yang mengakibatkan penurunan kadar karbon dioksida sebesar 1,9 persen.
Divisi Nathabumi di bawah PT SBI membantu memanfaatkan limbah atau sampah menjadi bahan bakar atau materi alternatif untuk kiln semen. Pemanfaatan ini telah terbukti aman dan mendapatkan izin dari pemerintah untuk berfokus kepada strategi keberlanjutan dan mengembangkan solusi pengelolaan limbah yang ramah lingkungan.
Sesungguhnya ada berbagai teknologi penggarapan sampah menjadi bahan bakar, tergantung dengan bahan dan instalasinya. “Makanya kondisi sampah menentukan juga teknologi tepat untuk dipergunakan,” ujar Ir. Lilik.
Pengolahan dan pemulihan sampah menjadi RDF sebagai bahan bakar adalah salah satu solusi untuk menyelesaikan berbagai isu tentang limbah atau sampah karena terbukti mampu membawa banyak manfaat. Proses ini akan lebih dikembangkan di industri-industri untuk meminimalisasi pengunaan bahan bakar alam maupun fosil.
Reporter: Ruth Nathania (Teknik Lingkungan, 2019)