Masaro: Teknologi Baru Pengelolaan Sampah
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id – Jumlah sampah di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Di sisi lain, TPA banyak yang sudah penuh dan atau hampir penuh. Diperlukan disruptive system dan teknologi baru untuk mengolah sampah.
Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (FGB ITB) menyelenggarakan Webinar Kontribusi ITB untuk Bangsa secara bauran (hybrid) di Gedung Balai Pertemuan Ilmiah (BPI) ITB, Jalan Dipati Ukur No. 4, Kota Bandung, dan melalui Zoom, Jumat (22/09/2023). Tema yang diangkat tentang “Permasalahan Pengelolaan Sampah Kota (Fokus: Pendidikan, Teknologi, dan Rencana Jangka Panjang)”.
Salah seorang pembicara dalam kesempatan tersebut, Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D., menyampaikan pengalamannya terkait keberhasilan Teknologi (Manajemen Sampah Zero) Masaro ITB di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan.
Masaro merupakan pengelolaan sampah yang menghasilkan zero waste. Masaro mengubah paradigma sampah yang awalnya cost center (kumpul–angkut–buang) menjadi profit center (pilah–angkut–proses–jual). Dengan konsep tersebut, TPA bisa diabaikan karena sampah diolah menjadi produk.
Dengan Masaro, sampah dijadikan bahan baku untuk berbagai bidang, dari pertanian hingga penguat jalan aspal. “Ini bisa menjadi revolusi bagi pengolahan sampah, pertanian, dan peternakan. Memupuk satu hektare sawah cukup dengan satu kilo sampah, tidak perlu pupuk kimia,” ujarnya.
Sampah dalam sistem pengolahan Masaro terbagi menjadi tiga jenis, yakni sampah residu (anorganik) seperti plastik, kayu, tisu, kertas bakar, popok, pembalut, kain, karpet; sampah daur ulang seperti plastik, logam, kertas, dan kaca; dan sampah membusuk baik yang mudah membusuk dan sulit membusuk.
Sampah yang mudah membusuk, seperti sampah makanan, sayur, buah, hingga jeroan diolah menjadi pupuk. Sebanyak 1 kg sampah mudah membusuk dapat menjadi 12 liter Pupuk Organik Cair Istimewa (POCI) maupun Konsentrat Pakan Organik Cair Istimewa (KOCI) yang harganya mencapai Rp 96.000.
Sementara itu, sampah lambat membusuk meliputi daun, kulit buah keras, tulang, hingga kayu lunak diproses dengan pengomposan yang menggunakan sejumlah teknologi. Pengomposan yang normalnya berbulan-bulan, kini hanya memerlukan waktu 7 hari.
Adapun sampah plastik, kertas tidak bernilai, pembalut, bungkus makanan, dan barang bekas yang dapat terbakar diolah dengan insenerator yang menghasilkan pestisida organik untuk mencegah hama tanaman dan pertanian. Sebanyak 1 ton sampah bisa menghasilkan 4000 liter pestisida organik.
Beliau menyampaikan salah satu hasil dari penggunaan produk Masaro bagi pertanian di Tinumpuk, Indramayu, pada 2016. Lahan pertaninan yang menggunakan produk Masaro lebih cepat panen 2 minggu padahal ditanam lebih lambat 10 hari. Selain itu, biaya yang dikeluarkan 2/3 lebih murah, tidak terkena hama, hasil lebih bersih, panen meningkat dari 5 ton menjadi 8,4 ton, dan pH tanah menjadi netral.
Harapannya, teknologi tersebut dapat diterapkan lebih masif untuk penanganan sampah di Indonesia dan menjadikan bidang pertanian, peternakan, dan perikanan lebih bersih dan menguntungkan.