Media Gathering ITB 2018, Silaturahmi Sambil Mengenal Dunia Astronomi di Observatorium Bosscha
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id -- Direktorat Humas dan Alumni Institut Teknologi
Bandung menyelenggarakan kegiatan Media Gathering Humas ITB 2018 ke
Observatorium Bosscha di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu
(3/11/2018). Kegiatan tersebut diikuti puluhan awak media baik cetak,
tv, radio, maupun online.
*Foto bersama seluruh peserta media gathering
Acara tersebut dikemas dengan konsep silaturahmi, sekaligus rekreasi keluarga. Tujuannya untuk lebih menjalin keakraban antara media dan Humas ITB. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Humas dan Alumni ITB, Dra. Samitha Dewi Djajanti yang juga turut mendampingi peserta ke Bosscha. “Acara ini untuk menjalin hubungan dengan media yang semakin baik,” ujar Samitha.
Media Gathering dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni dan Komunikasi ITB, Dr. Miming Miharja, ST. M.Sc. Eng., sekaligus pelepasan rombongan di Gedung Rektorat ITB Jalan Tamansari. Setelah itu, peserta Gathering berangkat bersama-sama menuju Observatorium Bosscha. Sebagian peserta ada pula yang langsung menuju lokasi acara bersama keluarga untuk menghemat waktu tempuh.
Sesampainya di lokasi, tim dari Bosscha menyambut kedatangan peserta Media Gathering. Mereka menjelaskan skema tour keliling Bosscha, melihat koleksi teropong, sampai berakhir pada peneropongan bintang di malam hari. Tour keliling kompleks seluas 6 hektar itu dipandu oleh pemandu khusus dari Bosscha.
Observatorium Bosscha merupakan satu-satunya observatorium besar di Indonesia. Dibawah naungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB, lembaga riset ini menjadi pusat penelitian, pendidikan, dan pengembangan ilmu astronomi di Indonesia.
Saat ini Bosscha memiliki 12 buah teleskop yang digunakan untuk penelitian dan pendidikan. Beberapa teleskop kecil digunakan untuk kegiatan tur atau kunjungan publik. Pada tur Media Gathering Humas ITB, peserta dibagi menjadi dua kelompok, kelompok media dan keluarga.
Peserta diajak melihat beberapa teleskop, seperti teleskop GAO-ITB, teleskop Stevia, teleskop Surya, dan teleskop Bamberg. Tidak seperti halnya teleskop Zeiss, kunjungan ke teleskop-teleskop ini tidak dibuka untuk umum. Kunjungan ini tentunya tidak disia-siakan bagi para peserta, yang tampak sekaligus menikmati suasana kawasan Bosscha yang cenderung dingin.
Menilik Teleskop GAO, Stevia, Surya, dan Bamberg.
Kunjungan pertama dilakukan ke Teleskop GAO-ITB. Ini merupakan teleskop baru di Bosscha yang diinstalasi tahun 2015 dan sepenuhnya digerakan dengan kontrol komputer. Teleskop ini merupakan hasil kerjasama antara ITB dengan Gunma Astronomical Observatory (GAO) Jepang.
Teleskop GAO-ITB ini fungsinya untuk meneropong bintang. Agus Triono P Jatmiko, staf di Bosscha menerangkan, bahwa sebuah bintang bisa mati. Waktu sebuah bintang hidup itu dipengaruhi oleh ukuran besar atau tidaknya bintang tersebut. Semakin besar ukuran maka energinya akan cepat habis sehingga masa hidupnya lebih pendek, tidak seperti bintang yang berukuran kecil yang memiliki masa hidup lebih panjang.
Media Gathering dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni dan Komunikasi ITB, Dr. Miming Miharja, ST. M.Sc. Eng., sekaligus pelepasan rombongan di Gedung Rektorat ITB Jalan Tamansari. Setelah itu, peserta Gathering berangkat bersama-sama menuju Observatorium Bosscha. Sebagian peserta ada pula yang langsung menuju lokasi acara bersama keluarga untuk menghemat waktu tempuh.
Sesampainya di lokasi, tim dari Bosscha menyambut kedatangan peserta Media Gathering. Mereka menjelaskan skema tour keliling Bosscha, melihat koleksi teropong, sampai berakhir pada peneropongan bintang di malam hari. Tour keliling kompleks seluas 6 hektar itu dipandu oleh pemandu khusus dari Bosscha.
Observatorium Bosscha merupakan satu-satunya observatorium besar di Indonesia. Dibawah naungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB, lembaga riset ini menjadi pusat penelitian, pendidikan, dan pengembangan ilmu astronomi di Indonesia.
Saat ini Bosscha memiliki 12 buah teleskop yang digunakan untuk penelitian dan pendidikan. Beberapa teleskop kecil digunakan untuk kegiatan tur atau kunjungan publik. Pada tur Media Gathering Humas ITB, peserta dibagi menjadi dua kelompok, kelompok media dan keluarga.
Peserta diajak melihat beberapa teleskop, seperti teleskop GAO-ITB, teleskop Stevia, teleskop Surya, dan teleskop Bamberg. Tidak seperti halnya teleskop Zeiss, kunjungan ke teleskop-teleskop ini tidak dibuka untuk umum. Kunjungan ini tentunya tidak disia-siakan bagi para peserta, yang tampak sekaligus menikmati suasana kawasan Bosscha yang cenderung dingin.
Menilik Teleskop GAO, Stevia, Surya, dan Bamberg.
Kunjungan pertama dilakukan ke Teleskop GAO-ITB. Ini merupakan teleskop baru di Bosscha yang diinstalasi tahun 2015 dan sepenuhnya digerakan dengan kontrol komputer. Teleskop ini merupakan hasil kerjasama antara ITB dengan Gunma Astronomical Observatory (GAO) Jepang.
Teleskop GAO-ITB ini fungsinya untuk meneropong bintang. Agus Triono P Jatmiko, staf di Bosscha menerangkan, bahwa sebuah bintang bisa mati. Waktu sebuah bintang hidup itu dipengaruhi oleh ukuran besar atau tidaknya bintang tersebut. Semakin besar ukuran maka energinya akan cepat habis sehingga masa hidupnya lebih pendek, tidak seperti bintang yang berukuran kecil yang memiliki masa hidup lebih panjang.
*Salah seorang peserta gathering sedang mengamati Teleskop Stevia
Tak jauh dari lokasi teleskop GAO-ITB, peserta Media Gathering kemudian diajak untuk melihat Teleskop Stevia (Survey Telescope for Exoplanet and Variable Star). Teleskop ini dibangun pada 2013. Umurnya masih muda. Teleskop ini memiliki tugas pengamatan bintang terbuka untuk inn mencari eksoplanet dan bintang baru. Stevia juga digunakan untuk pengamatan objek dan peristiwa langit yang berlangsung singkat, seperti supernova dan okultasi bintang.
"Teleskop ini masih aktif mencari, karena gugusan bintang yang menjadi objek pengamatan sangat banyak jadi dalam pencariannya perlu banyak sekali waktu," ujarnya Denny Mandey, staf lainnya di Bosscha.
Kunjungan selanjutnya yakni ke Teleskop Surya sebagai pusat dilakukan penelitian dan pengamatan terhadap matahari. Saat kunjungan, Denny sempat menceritakan tentang siklus hidup matahari dari mulai terbentuk sampai sekarang. Menurutnya, saat ini kita sedang hidup sekitar 4.5 miliar tahun usianya matahari.
Di sini juga diperkenalkan teropong matahari, yaitu set teleskop digital yang terdiri atas 3 buah teleskop Coronado dengan 3 filter yang berbeda, serta sebuah teleskop proyeksi citra matahari yang sepenuhnya dibuat sendiri.
Ceramah Populer Bersama Premana Premadi
*Peserta gathering sedang menyimak ceramah populer Kepala Observatorium Bosscha, Dra. Premana W. Permadi, di Faculty Room.
Sesi selanjutnya, yaitu mendengarkan ceramah populer dari Kepala Observatorium Bosscha Dra. Premana Wardayanti Premadi Ph.D. Ilmuan dari Kelompok Keahlian Astronomi di FMIPA-ITB ini sangat dikenal karena namanya diberikan ke salah satu Asteroid di Tata Surya. Nana, sapaan akrabnya, menjelaskan sejarah berdirinya Bosscha, penelitian yang sudah dilakukan dan kontribusi terhadap penelitian dunia astronomi.
"Observatorium Bosscha adalah sebuah institusi (stasiun pengamatan) yang didalamnya harus ada program, sebagai sumber pengetahuan kepada masyarakat, karena Bosscha ini di bawah ITB, kita menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat," ujarnya
Paparan yang sangat menyentuh dari bu Nana, ialah mengenai hubungan manusia dengan alam semesta. Ia menceritakan kesedihannya ketika bertanya kepada anak-anak di Jakarta, berapa jumlah bintang di langit? Anak-anak tersebut menjawab hanya ada tiga. Mereka tidak bisa melihat bintang yang jumlahnya miliaran karena terhalang oleh polusi cahaya. Padahal ketika zaman dulu, benda-benda langit selalu dipakai sebagai alat bantu dalam menunjukkan arah, dan waktu.
Polusi cahaya juga menjadi kendala di Observatorium Bosscha dalam pengamatan benda-benda di angkasa. Polusi ini diakibatkan penggunaan yang tidak tepat atau berlebihan dari cahaya buatan sehingga menimbulkan ketidaknyamanan terhadap lingkungan sekitar. Polusi cahaya ini dapat mengganggu kesehatan dan keseimbangan ekosistem. Akibatnya terhadap astronomi, cahaya bintang di langit menjadi kalah dengan cahaya buatan sehingga bintang-bintang sulit diamati.
Selepas mendengar ceramah populer, acara Media Gathering kemudian dilanjutkan ke Teleskop Zeiss yang menjadi ikon Bosscha. Teropong ini memiliki berat 17 ton, masih digerakkan secara manual oleh manusia. Usianya sudah 90 tahun namun masih berfungsi dengan baik untuk kegiatan penelitian sejak diresmikan hingga sekarang. Kunjugan terakhir, para peserta diajak melihat Teleskop Bamberg yang sudah pensiun untuk dunia penelitian.
*Anak-anak peserta gathering terlihat antusias di dekat teleskop Bamberg.
Namun sayang, karena cuaca kurang mendukung, peneropongan bintang di malam hari tidak bisa dilakukan. Langit diselimuti awan sehingga bintang tidak bisa terlihat. Kendati demikian, acara Media Gathering Humas ITB ke Observatorium Bosscha diakui Asep Firmansyah, wartawan Antara Biro Jawa Barat berbeda dari media gathering yang dilakukan institusi lainnya.
Kali ini bersifat wisata bernilai. "Artinya, berwisata bukan hanya sekedar bermain menikmati suguhan alam saja akan tetapi, memberikan manfaat khususnya ilmu astronomi dan geofisika. Harapan, agar ITB tetap sebagai trahnya dalam dunia pendidikan termasuk memberikan informasi berharga bagi pewarta," katanya.
Mewakili media Televisi, Taufik wartawan SCTV menyampaikan rasa terima kasih kepada ITB karena sudah difasilitasi untuk liputan ke Bosscha sekaligus bisa bersilaturahmi dengan seluruh Humas ITB dan Staff Bosscha. Dan yang berkesan, menurut dia, bisa membawa keluarga untuk mengenalkan dunia astronomi.
Foto-foto: Adri Hidayatulloh/Humas ITB