Melalui Book Talk: Ungkap Inspirasi dan Makna di Balik Buku ‘Menjadi Dewasa’ Karya Dosen FTSL ITB, Prasanti Widyasih Sarli
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id - Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (FTSL ITB) Prasanti Widyasih Sarli, S.T., M.T., Ph.D., meluncurkan buku keduanya yang berjudul "Menjadi Dewasa" pada pertengahan Maret 2024. Dalam rangka terbitnya buku keduanya ini, Asih mengadakan Book Talk serta mini exhibition yang diadakan Jumat (24/5/2024) di Yumaju Coffee, Jalan Maulana Yusuf, Bandung.
Asih bercerita bahwa buku ini terinspirasi saat ia duduk menyendiri kurang lebih 1 jam tanpa distraksi apapun, dan akhirnya terlintas akan pikiran mengenai apa yang sebenarnya dia mau lakukan dalam hidup. Menurutnya hal tersebut berkaitan pula dengan hal-hal prioritas yang ingin beliau raih dalam kehidupan ini.
“Semisal ada 25 hal yang mau diraih dalam hidup, tetapi waktu kita terbatas. Kalau kita enggak menentukan dengan jelas mana 5 top prioritas yang kita inginkan, hidup kita bisa terseret dengan prioritas 6-25 tersebut yang mungkin sebenarnya kita suka tapi bukan yang paling kita suka," ujarnya.
Dari satu pertanyaan yang timbul dalam benaknya tersebut, dirinya akhirnya menyadari bahwa ada hal yang ingin sekali ia lakukan, yakni menulis.
Berkaca dari buku pertamanya yang ia persembahkan untuk suaminya, kini kehadiran buku ‘Menjadi Dewasa’ merupakan buku yang awalnya ditujukan untuk dirinya sendiri.
Melalui buku ini, Asih mengajak pembaca untuk self love dan berterima kasih kepada diri sendiri. Selayaknya Asih yang berkata, “How come i can do something to someone that i love, but can not do something for myself?” ujarnya.
Hal tersebut, lanjutnya, dapat menjadi pengingat untuk kita agar tidak lupa mengapresiasi diri sendiri.
Dalam buku ini juga mengangkat kisah menginspirasi dari keluarga dan orang-orang terdekatnya yang tanpa sadar membentuknya hingga di titik sekarang. Beliau menjadikan buku ini untuk merayakan prosesnya menjadi dewasa.
Selain itu, Asih juga menyampaikan bahwa menjadi dewasa itu sebetulnya bukan suatu tujuan, melainkan suatu proses yang ada. Dia berpikir panjang tentang sebenarnya menjadi dewasa itu seperti apa? Sehingga dari situlah pada akhirnya menjadi asal bagian atau bab di dalam bukunya.
Sebagai informasi, buku ini terbagi menjadi 4 bagian, yang masing-masing memiliki makna dan perjalanannya sendiri. Mulai dari bab Yang Mengantarkan, Yang Memaksa, Yang Bertanya, hingga bab terakhir Yang Tumbuh.
Meskipun Asih kerap kali membagikan tulisannya di media sosial, tetapi dengan membaca bukunya, pembaca dapat lebih 'masuk' dan mengenali sisi pemikiran juga sisi lain daripada dirinya. Hal ini tentu saja menjadikan pengalaman yang berbeda ketika membaca bukunya secara langsung.
Di dalam buku ini tertulis 31 esai yang dipilih dan dikumpulkannya dari esai yang pernah ia publish namun banyak perombakan dan akhirnya menjadi tulisan yang baru. Kemudian buku ini mengandung pula tulisan-tulisan hasil pemikirannya secara personal, dan tentu saja menggambarkan 100% dirinya. Buku ini merupakan manifestasi apa yang beliau suka dan menggambarkan bagaimana beliau memikirkan prinsip hidupnya melalui kisahnya ataupun keluarga terdekatnya.
“Fokus saya tentang bagaimana membuat sesuatu yang orang mau membaca dan mendapatkan sesuatu yang menginspirasi dari sana," ucapnya.
Asih berharap, buku ini tidak hanya sekadar bacaan namun juga menjadi seperti sosok 'teman' bagi pembacanya. Di mana setelah meluangkan waktu untuk membaca buku ini, pembaca dapat merasa lebih bahagia dan terinspirasi.
Setelah menerbitkan buku keduanya ini, Asih tidak merasa puas begitu aja. Dia pun mempunyai impian untuk dapat menerbitkan karya-karya selanjutnya.
Tak hanya menuangkan pikirannya melalui tulisan, Asih pun ternyata membuat ilustrasi sendiri untuk buku keduanya ini. Di balik kesibukannya dalam membuat karyanya tersebut, Asih mengakui tidak mengalami writer's block, yang sering kali relate dengan para penulis. Menurutnya menulis adalah sebuah bentuk guna menumpahkan isi hati dan pemikirannya. Sehingga apapun kondisinya, dia terbiasa merilis semuanya melalui sarana menulis.
“Tuliskan saja mau sejelek apapun tulisannya, serupa luapan-luapan tak berguna, atau bahkan yang kita sendiri menganggapnya sampah,” tuturnya.
Dengan menulis, Asih merasa dapat mendokumentasikan hal-hal yang terjadi dalam hidupnya. Asih mengatakan ketika memasuki usia dewasa, seseorang mungkin merasa bahwa semua hal terjadi seperti menguap begitu saja, waktu berlalu demikian cepatnya. Kemungkinan bahwa manusia sering lupa, bahkan peristiwa yang terjadi minggu kemarin, melupakan sesuatu yang ia lakukan itu beliau alami. Perasaan tiba-tiba sudah berganti hari, bulan, tahun, kemudian bertambah usia dengan cepat membuat refleksi dalam dirinya.
“Saya suka menulis, kalau enggak sekarang, kapan lagi? I want to do something that i will never regret to,” pungkasnya.
Reporter: Devi Berliana Pratiwi (Sains dan Teknologi Farmasi, 2021)